BAU busuk tercium kuat di Gang Wanasari di Kelurahan Sesetan, Denpasar Selatan, Bali. Di gang yang hanya berjarak 20 meter dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung itu, terdapat 10 keluarga yang tinggal. Oktober lalu, sebagian rumah di sana ditinggalkan penghuninya. Mereka tak kuat lagi menahan sesak akibat asap tebal yang muncul ketika TPA itu terbakar.
Tiga pekan lamanya TPA Suwung terbakar. Pertama kali titik api terdeteksi di tempat pembuangan sampah terbesar di Denpasar ini pada 12 Oktober 2023. Kondisi ini membuat sebagian warga Gang Wanasari mengungsi ke rumah kerabat mereka. Tapi sebagian lagi memilih bertahan karena tak punya pilihan.
“Asap tebal sekitar tiga minggu. Karena tidak ada tempat lain, kami sekeluarga bertahan,” ujar I Luh Mardani, warga Gang Wanasari, saat ditemui Tempo, 14 November 2023. Ia dan keluarganya sempat terserang penyakit dan harus berkali-kali berobat ke dokter. Usaha warung kelontong yang ia buka di sana pun terpaksa tutup beberapa hari. “Kami tidak mendapat bantuan apa-apa dari pemerintah.
Kerabat Luh Murdani yang juga tinggal di Gang Wanasari, Wayan Sumarno, 73 tahun, mengatakan istrinya sampai dua kali ke dokter karena mengalami masalah pernapasan. “Saya juga tidak tahu soal adanya bantuan dari pemerintah,” ujarnya.
Kebakaran di TPA Suwung sebetulnya sudah beberapa kali terjadi sejak tempat pembuangan akhir itu dibangun pada 1982. Namun baru pada Oktober lalu warga sekitar merasakan dampak kebakaran yang cukup parah. “Kemarin ini kebakaran dan asapnya paling besar,” kata Eka, penjual tipat cantok yang tinggal sekitar 500 meter dari TPA. Gara-gara kebakaran itu, perempuan asal Singaraja ini sempat mengungsi ke rumah kerabatnya.
Dampak kebakaran dan asap tebal dari TPA Suwung ini juga dirasakan Direktur Bali Life Foundation Piter Panjaitan. Ia dua kali dirawat di intensive care unit sebuah rumah sakit akibat terpapar asap. Piter dan rekan-rekannya, sejak kebakaran TPA itu terjadi, memang rutin berkunjung ke lokasi. Mereka membuka posko pemeriksaan kesehatan untuk para warga.
Posko yang dibuka pada pertengahan Oktober dan pertengahan November lalu itu didatangi ratusan warga. “Kebanyakan mengalami keluhan pernapasan, seperti batuk dan pilek,” ujar Vincent Alexander, dokter dari Rumah Sakit Surya Husadha, Denpasar, yang membantu Bali Life Foundation di posko tersebut. Selain pengaruh asap, kata Vincent, tinggal di dekat tempat penimbunan sampah menjadi pemicu penyakit gangguan pernapasan pada warga.
Yayasan Bali Life Foundation rutin membuka posko kesehatan untuk warga di TPA Suwung. Sebab, kata Piter, kebakaran sampah di sana memang hampir selalu terjadi setiap tahun. Ia membenarkan ihwal pengakuan warga yang menyebutkan kebakaran dan dampak asap pada tahun ini lebih besar daripada biasanya. “Justru saat pandemi Covid-19 tidak ada kebakaran di sini. Mungkin sampah tidak banyak karena pariwisata tutup,” ujarnya.
Pemerintah kota sebetulnya turut memberikan layanan kesehatan bagi warga di sekitar TPA Suwung. Kepala Dinas Kesehatan Kota Denpasar A.A. Ayu Candrawati mengatakan pemberian pelayanan screening kesehatan dilakukan di lokasi pengungsian yang melibatkan dua puskesmas Kecamatan Denpasar Selatan. Obat-obatan dan bahan medis habis pakai disiapkan melalui anggaran belanja tidak terduga Pemerintah Kota Denpasar untuk menunjang pelayanan kesehatan di TPA Suwung.
Selain di TPA Suwung, Dinas Kesehatan Kota Denpasar membuka posko kesehatan di Kelurahan Serang. Posko ini, kata Ayu, dibuka untuk melayani warga sekitar TPA yang mengungsi. “Posko ini hanya buka beberapa hari karena pengungsi dikembalikan ke keluarganya,” ujarnya.
Ihwal keluhan warga yang merasa tidak mendapat bantuan pemerintah, Ayu menyebutkan pihaknya telah menyampaikan informasi kepada kepala desa. “Kami memang tidak ke rumah-rumah. Sudah ada posko. Jika ada keluhan warga saat itu, bisa dilaporkan ke Dinas Sosial dan pasti kami tindak lanjuti,” ujarnya. “Kan sudah kami informasikan. Selain itu, ada puskesmas jika mengalami gangguan kesehatan.”
Risiko Kebakaran Sudah Terdeteksi
Sebulan sejak pertama kali api terdeteksi, TPA Suwung akhirnya kembali dibuka dan menerima sampah pada 13 November 2023. Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Denpasar Ardi Ganggas mengatakan pemerintah menyiapkan dua truk tangki air yang dilengkapi alat semprot sebagai antisipasi jika sewaktu-waktu api kembali muncul.
Secara resmi Pemerintah Kota Denpasar menetapkan berakhirnya status darurat bencana kebakaran di TPA Suwung melalui Keputusan Wali Kota Denpasar Nomor 188.45/2651/HK/2023 tertanggal 16 November 2023. Hampir separuh kawasan TPA Suwung, yang luasnya 32 hektare, dilalap si jago merah.
Ganggas mengakui, meski sudah ada prosedur untuk memadamkan api di TPA Suwung, kebakaran pada Oktober lalu itu sulit dipadamkan. Dia menduga hal itu disebabkan oleh faktor cuaca kering dan suhu tinggi. “Bisa terjadi karena faktor cuaca. Di Bali kan ada tiga tempat pembuangan sampah yang terbakar,” ujarnya.
Risiko kebakaran di TPA Suwung sebetulnya sudah terdeteksi. Pada 24 Agustus 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun, mengeluarkan surat yang ditujukan kepada gubernur dan bupati tentang antisipasi kebakaran di TPA sampah karena kemarau.
Surat dengan nomor S.517/PSLB3/PAS/PLB.0/8/2023 itu menginstruksikan pemerintah daerah melakukan pencegahan, di antaranya menghindari pengoperasian TPA dengan sistem tertutup, melarang pembakaran sampah di TPA, serta menerapkan sistem pengurukan lahan terkendali. Pemerintah juga diminta menyiapkan sistem prosedur operasi standar pencegahan dan penanganan kebakaran pada TPA.
Menanggapi surat itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pengelolaan Sampah Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali Ni Made Armadi mengaku sudah melakukan mitigasi. “Kami sudah melakukan pengawasan sebelum bencana kebakaran,” ujarnya, 23 November 2023.
Sebetulnya, sebelum kebakaran terjadi, kata Armadi, TPA Suwung sudah akan ditutup. Rencana itu mencuat pada Maret 2023. Namun implementasinya tertunda karena masih menunggu kesiapan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Badung dan Denpasar. “Karena TPST di Denpasar dan Badung belum berjalan optimal, makanya TPA Suwung belum ditutup.”
Setelah terjadi kebakaran di TPA Suwung dan beberapa TPA lain di Indonesia, pada 21 Oktober lalu, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun KLHK kembali mengeluarkan surat dengan nomor S.644/PSLB3/PAS/PLB.0/10/2023 tentang pencegahan dan penanganan kebakaran di TPA sampah.
Isi surat tersebut menugasi seluruh kepala dinas lingkungan hidup se-Indonesia melaksanakan patroli pemantauan kondisi TPA secara berkala dan melaporkan kondisi terbaru.
Selain itu, pada lampiran surat tersebut, terdapat arahan agar TPA yang telanjur terbakar ditutup sementara, dilakukan penyiraman, dan titik api yang padam ditimbun tanah.
Adapun bagi TPA yang belum terbakar, pemerintah menginstruksikan agar dilakukan tindakan seperti penyiraman tumpukan sampah untuk menurunkan suhu, pemeliharaan lapisan tanah pada timbunan sampah, serta pengecekan suhu dan komposisi gas metana.
Rentetan Kebakaran TPA di Bali
Prosedur penanganan dan pencegahan kebakaran TPA tak diketahui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan I Gusti Putu Ekayana. Ia mengaku pihaknya belum menerima ataupun mengetahui adanya prosedur penanganan kebakaran TPA yang ditetapkan pemerintah. “Sepertinya sedang dibuat,” ujarnya.
TPA di Tabanan juga sempat kebakaran. Lokasinya di TPA Mandung, Kecamatan Kerambitan. Kebakaran di sana terdeteksi pada Sabtu, 14 Oktober 2023. Hampir seluruh area TPA seluas 2,7 hektare itu dilalap api. “Instruksi dari bupati, akhirnya dibuatkan kolam penampungan air. Luasnya sekitar beberapa meter di atas tumpukan sampah yang mengeluarkan asap,” katanya.
Hingga Rabu, 22 Oktober 2023, kepulan asap di TPA Mandung masih ada, meski status masa tanggap darurat telah dicabut pada Jumat, 10 November 2023. “Asapnya masih keluar tipis-tipis,” ujar Ekayana.
Kondisi serupa terjadi di Kabupaten Gianyar. TPA Tamesi terbakar pada Senin dinihari, 16 Oktober 2023. Beruntung, pengelola TPA sudah memiliki prosedur operasi standar penanganan kebakaran sehingga kebakaran hanya terjadi selama dua jam. “Saat api muncul, langsung dipadamkan oleh petugas jaga,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gianyar Ni Made Mirnawati.
Selama TPA Suwung tutup, TPA Tamesi mendapat limpahan sampah dari Denpasar dan Badung. Akibatnya, volume sampah meningkat. Adapun kebakaran di sana, menurut Mirnawati, diduga akibat cuaca kering. Namun TPA Tamesi tak kekurangan air karena di sana terdapat subak yang sekaligus menjadi jalur pelepasan gas metana. Meski demikian, dari kebakaran selama sekitar dua jam itu, area penimbunan sampah seluas 2 hektare dari total 8,4 hektare di TPA Tamesi juga ludes terbakar. “Ini permasalahan TPA secara umum di Indonesia. Jika polanya hanya menimbun, selalu ada potensi bencana kebakaran,” ujarnya.
Berdasarkan data pada Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Provinsi Bali rata-rata menghasilkan
1.027.433,75 ton sampah per bulan atau rata-rata 2.814,89 ton sampah per hari. Denpasar menjadi kota penyumbang sampah terbanyak di Pulau Dewata. Produksi sampah hariannya bisa mencapai 866,61 ton atau 316.312,65 ton setiap tahun.
Di urutan kedua, ada Kabupaten Gianyar yang setiap hari bisa menghasilkan 538,90 ton sampah atau 196.698,50 ton setiap tahun. Kemudian ada Kabupaten Buleleng dengan produksi sampah harian sebanyak 392,56 ton atau 143.238,67 ton per tahun.
Kekeringan Diikuti Suhu Udara Tinggi
Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah III Denpasar mencatat suhu udara di kawasan Denpasar sepanjang Oktober-November lalu memang meningkat drastis. Sejak September lalu, Stasiun Meteorologi Ngurah Rai mencatat ada kenaikan suhu, dari 28 derajat Celsius menjadi 32 derajat Celsius. Bahkan antara Oktober dan November, suhu udara maksimum selalu berada di atas 31 derajat Celsius.
Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Bali Catur Yudha Hariani menilai perlu ada ketegasan dari pemerintah daerah untuk mencegah terulangnya kebakaran TPA. Pemerintah provinsi, kata dia, harus lebih tegas menjalankan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Dengan adanya aturan itu, TPA tak lagi menjadi tempat pembuangan segala jenis sampah, melainkan hanya untuk memproses sampah jenis residu. “Secara regulasi sudah bagus, tapi perlu ada sanksi tegas,” ujarnya.
Catur menyebutkan beberapa desa di Bali, khususnya di Kota Denpasar, sudah bisa menerapkan pengelolaan sampah berbasis sumber. “Bali yang luas wilayahnya terbatas dan mengandalkan pariwisata harus bisa melakukan pemilahan sampah sejak di rumah tangga,” katanya.