Siapa Mangsa Karhutla

  • Penulis
    Tempo & Budi Baskoro
  • Editor
    Agoeng Wijaya

PERISTIWA itu masih dikenang Kristin, 42 tahun. Jumat siang itu, 20 Oktober 2023, Kristin heran melihat kucing-kucing peliharaannya berkumpul di sudut teras rumah, warga Kelurahan Palangka, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Mereka berbaris mengepung sesuatu di balik pot-pot besar. Semua kucingnya mengaung.

Di sudut belakang pot, seekor kucing lain bergidik seperti sedang dirundung. Kristin berpikir ulang untuk memungutnya. “Corak kulit kucing itu berbeda, taringnya juga panjang,” kata Kristin menceritakan pengalamannya pada Kamis, 16 November lalu.

Kristin bergegas mengirim pesan singkat ke Agung Priantoko, relawan dari komunitas hewan Rumah Singgah Agung-Testi (RSAT) Palangka Raya, ihwal tamunya pada siang itu. Penasaran, Agung dan seorang koleganya, Candra Noprizal, mendatangi rumah Kristin di Gang Bukit Indah, tanpa tahu apa yang akan mereka hadapi.

Mereka baru sadar begitu tiba di lokasi. “Itu kucing hutan, tidak bisa ditangkap,” kata Agung, mengingat peristiwa pada siang itu. 

Hanya bermodalkan sarung tangan karet, Agung dan Candra menjalankan misi evakuasi. Keduanya berjibaku menangkap kucing itu, yang terus mencakar-cakar. Candra terluka ketika taring kucing itu menembus sarung tangannya. Namun yang terpenting, si kucing tak bisa kabur lagi. Agung dan Candra segera membawanya ke Klinik Paws Health Palangka Raya di Jalan Tingang.

Kucing hutan yang keluar dari habitatnya di Kota Palangkaraya, 22 Oktober 2023. Dok. TEMPO

Mereka diterima Dinda Rahma Hadiputri, dokter hewan dan pengelola klinik itu. Mengamati ciri fisiknya, Dinda juga menyimpulkan bahwa pasien barunya itu adalah kucing hutan. Matanya hitam dan belok. Warna dasar bulunya kuning pucat keemasan, dengan tutul-tutul dan garis hitam dari kepala sampai ekor.

Dinda tidak bisa melakukan banyak perlakuan atas pasien barunya ini. Dia hanya mengukur suhu, berat, dan panjang badan kucing serta melakukan pemeriksaan standar lainnya. Setiap kali diperiksa, si kucing selalu melawan dengan sangat agresif. Perilaku agresif ini menandakan bahwa kucing hutan itu satwa liar. “Dia juga masih suka menjilati tubuh dan tangannya, perilaku normal sebagai satwa liar,” kata Dinda.

Panjang kucing hutan itu 30-40 sentimeter, sehingga diperkirakan baru berumur kurang dari 1 tahun. Meski bertubuh mungil, jarinya penuh dengan kuku tajam. Giginya juga lengkap dengan empat taring di atas dan bawah. Kucing hutan yang berumur kurang dari 1 tahun sudah bisa hidup tanpa induk. Ia mandiri dengan sifat liarnya, dari mencari makanan hingga membuat lubang sarang sendiri.

Menurut Dinda, kondisi kucing hutan itu secara umum masih baik, tanpa luka. Walaupun begitu, matanya berair. Hidungnya juga mengeluarkan ingus. Sedangkan kotorannya juga agak lembek. Setelah menggali informasi dari Agung, Dinda memperkirakan kucing hutan itu keluar dari habitatnya karena kebakaran hebat yang terjadi di sekitar rumah Kristin. “Terlihat kalau dia stres karena tidak berada di habitatnya,” kata Dinda.

Bara di Bumi Tambun Bungai

Dua bocah berjalan di dekat lokasi kebakaran lahan di Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, 6 Oktober 2023. ANTARA/Bahaudin Qusairi

Pekatnya asap masih mengepung Kota Palangka Raya pada Oktober lalu. Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali meluas seiring dengan musim kemarau yang diperparah dengan datangnya fenomena El Nino sejak Juni 2023. Aplikasi pemantau indeks standar pencemaran udara (ISPU) buatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ISPU.net, sempat mencatat kualitas udara di Palangka Raya masuk kategori berbahaya. Angka PM 2,5 mencapai 317 mikrogram per meter kubik, enam kali lebih tinggi dari ambang batas sehat. 

PM 2,5 merupakan partikel kecil akibat pembakaran serasah yang terbang ke udara dan menyatu dengan oksigen sehingga mudah terhirup. Partikel kecil kasatmata itu berbahaya bagi kesehatan manusia, bahkan bagi tumbuhan dan hewan.

Asap itu tak hanya datang dari api yang membakar hutan dan lahan di Palangka Raya. Hingga Oktober lalu, KLHK mencatat luas indikatif karhutla di wilayah ibu kota Kalimantan Tengah ini hanya 3.502 hektare. Namun, jika ditambahkan kebakaran di kabupaten lainnya, luas indikatif karhutla di Bumi Tambun Bungai—julukan Kalimantan Tengah—mencapai 114,57 ribu hektare, terluas kedua setelah Kalimantan Selatan.

Kebakaran paling masif terjadi di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, dua tetangga Palangka Raya di sisi timur. Luas indikatif karhutla di Kapuas mencapai 35,7 ribu hektare. Sedangkan karhutla di Pulang Pisau seluas 17,5 ribu hektare. Area terbakar tersebut berupa hutan dan gambut, termasuk yang diduduki oleh konsesi perusahaan hutan tanaman industri dan perkebunan sawit.

Helikopter milik BNPB melakukan pemadaman dari udara (water boombing) di Jalan Tjilik Riwut Km 9, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, 31 Agustus 2023. ANTARA/Auliya Rahman

Meluasnya karhutla tahun ini memaksa sejumlah pemerintah kabupaten dan pemerintah kota menaikkan status penanganan, dari siaga menjadi tanggap darurat bencana, di wilayah mereka sejak akhir September lalu. Sebagian melonggarkan kebijakan belajar-mengajar, seperti membolehkan sekolah meliburkan murid jika asap membahayakan, meniadakan kegiatan siswa di luar ruangan, dan mewajibkan penggunaan masker.

Kebijakan serupa diambil pemerintah provinsi. Pada awal Oktober, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran menetapkan status tanggap darurat, yang belakangan beberapa kali diperpanjang selama lebih dari sebulan. Dengan status tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menyiagakan dana senilai Rp 110 miliar dari pos anggaran biaya tak terduga. Duit itu digelontorkan untuk menambah personel pemadaman, termasuk sarana dan prasarananya.

Prakirawan cuaca dari Stasiun Meteorologi Kota Palangka Raya, Muhamad Ihsan Sidiq, mengatakan beberapa daerah di Kalimantan Tengah telah diguyur hujan meski intensitasnya tak lebat. Wilayah tersebut meliputi Kabupaten Katingan, Lamandau, Seruyan, Kotawaringin Timur bagian utara, dan Kotawaringin Barat bagian utara. “Wilayah-wilayah itu sudah memasuki musim hujan sejak dasarian II Oktober lalu,” kata Ihsan.

Walaupun begitu, fenomena El Nino masih berada di tingkat moderat dan diprediksi bertahan sampai Februari 2024. Indeks anomali permukaan laut pada periode II Oktober 2023 sebesar +1,71, lebih tinggi dibanding ketika fenomena serupa muncul pada 2019.

Ancaman terhadap Satwa Liar

Satgas gabungan pemadam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berupaya memadamkan api yang membakar hutan dan lahan di Kelurahan Patuk Katimpun, Palangka Raya, 29 Agustus 2023. ANTARA/Auliya Rahman

Kucing hutan yang singgah di rumah Kristin pada akhir Oktober lalu hanyalah satu contoh karhutla tak hanya berimbas ke manusia, tapi juga ke satwa liar. Kalimantan Tengah, yang lebih dari separuh wilayahnya merupakan kawasan dengan nilai konservasi tinggi, merupakan rumah bagi beraneka jenis flora dan fauna. Kebakaran hutan dan lahan menambah ancaman terhadap kelangsungan keanekaragaman hayati di provinsi ini yang sudah semakin terimpit oleh alih fungsi lahan menjadi perkebunan, hutan tanaman industri, hingga proyek lumbung pangan.

Di Pangkalan Bun, Basuki Budi Santoso dan tim Friends of The National Park Foundation (FNPF) mencermati kondisi yang kian memprihatinkan di habitat satwa sekitar Kabupaten Kotawaringin Barat. Orang utan yang selama ini mendiami area Rawa Kuno, di Desa Pasir Panjang dan Desa Kubu, dikabarkan semakin terdesak dan bergerak ke arah Tanjung Keluang di pesisir selatan.

Pada Oktober dan November lalu, kebakaran hebat melalap wilayah Rawa Kuno. Sebagian area yang berada di antara Pangkalan Bun dan pesisir selatan Kabupaten Kotawaringin Barat itu merupakan kawasan hutan produksi dan sebagian lainnya berstatus taman hutan rakyat (tahura). Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, Budi dan FNPF terlibat sebagai relawan pemadaman karhutla yang meluas tahun ini.

Jhon Purba, dari Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Pangkalan Bun pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah, mengonfirmasi perihal pergerakan orang utan setelah kebakaran itu. Menurut Jhon, kantornya juga menerima sedikitnya tiga laporan penemuan orang utan di wilayah yang dulunya bukan habitat orang utan, meski bukan di area Tanjung Keluang. “Mungkin karena aktivitas di wilayah sana makin tinggi, ditambah lagi kebakaran di wilayah Rawa Kuno, ada pergeseran jelajah satwa ke arah Desa Kubu-nya,” kata Jhon. 

Seekor orang utan (Pongo pygmaeus) berada di lokasi pra-pelepasliaran di Pulau Kaja, Sei Gohong, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, 2019. ANTARA/HAFIDZ MUBARAK A

Di sisi lain, Basuki mengatakan, kondisi hutan sebagai habitat satwa tidak bisa dibilang baik-baik saja kendati kebakaran tahun ini tak sebesar pada 2015 ataupun 2019. Wilayah yang terbakar hebat empat tahun lalu kembali terbakar ketika belum sepenuhnya pulih. “Ketika hutan ini sudah sakit, sudah terdegradasi, dan terbakar lagi, ini menjadi pukulan luar biasa ke satwa, lingkungan, air tanah, ketebalan gambut, muka air kawasan, vegetasi,” kata Basuki.

Basuki menilai dampak jangka panjang karhutla yang berulang terhadap satwa sudah nyata. Di sepanjang Sungai Sekonyer, sekitar kawasan penyangga Taman Nasional Tanjung Puting, kini banyak ditemukan orang utan yang kerdil. “Orang desa menyebutnya orang utan buku,” ujarnya.

Ia menduga orang-orang utan itu mengalami malnutrisi. Sumber pangan mereka telah lama berkurang akibat dilalap api. Karhutla pada tahun-tahun berikutnya merusak habitat yang belum sepenuhnya pulih. “Mereka (orang utan) mungkin saja bisa beradaptasi. Tapi kalau ketersediaan makanannya kurang, dampaknya membahayakan di masa mendatang,” kata Basuki.

Peneliti dari Borneo Nature Forest (BNF), Kristana Parinters Makur, meyakini hal yang sama. Kendati demikian, dia belum bisa menyimpulkan secara pasti pengaruh karhutla terhadap kehidupan satwa di Kalimantan Tengah karena terbatasnya data dan hasil riset.

Nando—begitu Kristana biasa dipanggil—hanya bisa menyebutkan sejumlah contoh temuan di lapangan ketika wilayah di sekitar Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, kembali membara tahun lalu. “Banyak satwa, seperti biawak dan burung, di sana ikut terbakar,” kata dia. Tak terbayangkan jika api kembali melalap hutan dan lahan pada 2024 ini.