PERLAWANAN jaksa terhadap vonis lepas dua terdakwa kasus pembunuhan laskar Front Pembela Islam (FPI), Inspektur Dua Yusmin Chorella dan Brigadir Satu Fikri Ramadhan, kandas. Hakim kasasi mengukuhkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menganggap keduanya tak bisa dipidana karena menembak untuk membela diri.
“Tolak kasasi jaksa terhadap M Yusmin Chorella,” demikian bunyi putusan kasasi yang dilansir website Mahkamah Agung, Senin, 12 September 2022. Putusan dibacakan dalam rapat majelis yang diketuai Desnayeti dan dua hakim anggota, Gazalba Saleh dan Yohanes Priyana. Putusan itu menguatkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 Maret 2022.
Yusmin dan Fikri didakwa atas tuduhan penembakan sewenang-wenang. Belasan timah panas mereka muntahkan ke tubuh empat laskar yang hendak mereka boyong ke markas Kepolisian Daerah Metro Jaya. Insiden terjadi tak lama setelah penangkapan di ruas tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 pada 7 Desember 2020.
Sebelum tewas, para laskar tengah mengawal perjalanan pentolan FPI, Muhammad Rizieq Syihab, beserta keluarganya dari perumahan The Nature Mutiara Setul, Bogor, menuju Kampung Turis, Karawang, Jawa Barat. Kendaraan mereka dipepet sejumlah mobil yang diduga ditumpangi polisi tak berseragam.
Jaksa penuntut kasus itu, Zet Todung Allo, menghormati putusan kasasi. Menurut dia, putusan ini adalah penyelesaian akhir, meski masih ada peluang untuk dibuka lagi jika suatu waktu ditemukan bukti baru alias novum. “Kami sudah berupaya mengedepankan fakta yang kami yakini. Tapi jika hakim berpendapat lain, itu kewenangan mereka,” ujarnya.
Kasus pembunuhan laskar FPI sebelumnya jadi perbincangan dalam rapat dengar pendapat Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat bersama petinggi Kepolisian RI pada Rabu, 24 Agustus 2022. Saat itu, anggota dewan sedang menanyakan penanganan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang melibatkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo.
Adalah Wakil Ketua Komisi Hukum Desmond Junaidi Mahesa yang melontarkan pertanyaan tersebut kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia menyinggung vonis bebas terhadap dua terdakwa oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Insyaallah kalau novum ini ada, kami akan pertanyakan ke Pak Kapolri,” ujarnya pada rapat itu.
Polda Metro Jaya mengungkap terjadi bentrokkan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 yang berujung pada kematian enam anggota FPI. Empat di antaranya tewas saat dibawa tiga polisi menuju Jakarta.
Komnas HAM menginvestigasi kematian enam anggota laskar FPI.
Komnas HAM menyampaikan kesimpulan dan rekomendasi investigasi.
Komnas HAM menyerahkan hasil investigasi dan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat.
Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar Front Pembela Islam menerbitkan Petisi Rakyat dan meminta audiensi dengan Presiden Jokowi.
Bareskrim menetapkan enam anggota FPI yang tewas sebagai tersangka. Status itu dicabut sehari setelahnya.
TP3 Enam Laskar FPI menggelar konferensi pers dan menilai pemerintah tidak memiliki keinginan menyelesaikan kasus penembakan.
Presiden Jokowi menemui TP3 Enam Laskar FPI di Istana ditemani Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Bareskrim menetapkan status tersangka terhadap Ipda Yusmin, Briptu Fikri, dan Ipda Elwira Priadi (meninggal di tengah proses penyidikan karena kecelakaan).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas Ipda Yusmin dan Briptu Fikri atas tuduhan penembakan sewenang-wenang.
Jaksa menyerahkan berkas memori kasasi melalui PN Jakarta Selatan dan baru diterima Mahkamah Agung pada 29 Juli 2022.
Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum. Briptu Fikri dan Ipda Yusmin tetap lepas seperti putusan pengadilan sebelumnya.
Desmond menyentil kasus Kilometer 50 karena menganggap penanganan pembunuhan keenam laskar mirip dengan kematian Brigadir Yosua. Ia menuding penyidik tak transparan dalam dua perkara itu ketika ditangani Kepolisian Daerah Metro Jaya. “Termasuk kasus Brigadir J, ada kesan ini sengaja ditutup-tutupi,” katanya.
Ditemui usai rapat bersama Polri, Desmond menduga hambatan itu muncul karena campur tangan sejumlah kolega Ferdy Sambo. Mereka diduga membangun skenario untuk menutupi peran Sambo. Di antaranya, memanipulasi tempat kejadian perkara, barang bukti, motif, hingga penggalangan opini. “Penanganan kasus KM 50 sangat mirip modus dan kejadiannya dengan kasus penembakan Yosua,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Brigadir Yosua tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Awalnya Sambo membangun skenario bahwa Yosua tewas usai baku tembak dengan ajudannya yang lain, Bhayangkara Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Sebelum tewas, Yosua disebut melecehkan istri Sambo, Putri Candrawathi.
Belakangan terungkap, cerita itu adalah karangan Sambo. Untuk membangun skenario baku tembak, Sambo mengerahkan koleganya yang berpangkat bintara hingga perwira tinggi. Umumnya mereka anak buah Sambo di Divisi Propam dan Satuan Tugas Khusus Merah Putih. Sambo memimpin Satgasus Merah Putih sejak Mei 2020.
Desmond dan sejumlah anggota Komisi Hukum yang hadir dalam rapat menanyakan peran dan fungsi Satgasus Merah Putih. Desmond menduga keterlibatan jaringan Sambo tak hanya pada rekayasa kasus Yosua. Mereka ditengarai turun tangan dalam sejumlah kasus besar lain, salah satunya penembakan di Kilometer 50. “Kasus Yosua ibarat kotak pandora,” ujarnya.
Di depan anggota DPR, Listyo menyatakan komitmennya untuk membuka kembali kasus Kilometer 50 jika ditemukan bukti baru. Polisi masih memonitor penyelesaian kasus itu di pengadilan. “Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus itu. Namun apabila ditemukan novum baru tentunya akan kami proses,” ujarnya.
Zet mengaku belum terpikir mencari novum dan mengajukan permohonan peninjauan kembali. Tim jaksa hingga kini belum mendapat arahan memburu bukti tersebut. “Novum itu biasanya muncul tiba-tiba, misalnya dari pengakuan seseorang yang memberikan fakta baru yang dulu tidak disampaikan atau belum ditemukan,” katanya.
***
SETELAH satu bulan penyelidikan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyimpulkan penembakan terhadap enam laskar FPI merupakan tindakan sewenang-wenang. “Penembakan oleh aparat negara tanpa adanya upaya lain untuk menghindari banyaknya jatuh korban mengindikasikan adanya unlawful killing,” ujar Komisioner Komnas HAM, Chairul Anam.
Kesimpulan dan rekomendasi penyelesaian kasus ini dibacakan pada 8 Januari 2021. Temuan Komnas menyebutkan rombongan polisi sudah mengintai rombongan tiga mobil Rizieq Syihab dan keluarga dikawal enam mobil laskar FPI sejak di Sentul. Perintah pengintaian datang dari Direktur Reserese Kriminal Umum Polda Metro Jaya lewat surat bernomor SP.Lidik/5626/XII/2020.
Ketika itu, Rizieq tengah menghadapi kasus pelanggaran protokol Covid-19 saat menikahkan anaknya di Petamburan, Jakarta Barat. Penyelidikan kasus itu tersendat lantaran Rizieq dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
Fakta-fakta lain muncul dalam persidangan kedua terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat bersaksi pada 26 Oktober 2022, salah seorang anggota Reserse Mobil Polda Metro Jaya, Ajun Inspektur Dua Toni Suhendar, mengatakan pengintaian dilakukan oleh tujuh personel menggunakan tiga mobil. Toni sempat terpisah dari rombongan setelah keluar dari pintu tol Karawang Timur. Tak lama ia diminta bergabung ke Rest Area Kilometer 50 karena enam laskar ditangkap koleganya. “Saat itu saya melihat empat orang tiarap,” ujarnya.
Temuan Komnas menyebutkan dua dari enam laskar lebih dulu tewas akibat baku tembak dengan petugas menjelang masuk pintu tol Karawang Barat. Sempat pula terjadi saling salip antara mobil pengawal Rizieq dan polisi yang berpakaian sipil.
Ketika menuju Karawang, dua mobil pengawal Rizieq, yakni Toyota Avanza dan Chevrolet Spin, berpisah dari rombongan dan menghadapi mobil polisi. Masing-masing mobil ditumpangi enam laskar. Kedua mobil berupaya memisahkan polisi dengan rombongan keluarga Rizieq.
Rombongan pengawal Rizieq berkomunikasi lewat grup WhatsApp “Ikan Hias Cupang Giant”. Mereka saling berkirim kabar dan pesan suara di sana. Salah seorang laskar FPI yang berada di mobil Avanza, Edwin—nama samaran, mendengar suara dua benda keras beradu dari ujung telepon Ahmad Sofiyan alias Ambon yang berada di mobil Chevrolet Spin. “Seperti suara benturan mobil,” katanya.
Kedua mobil berbeda nasib. Saat berkejar-kejaran di dalam Kota Karawang, mobil Chevrolet Spin mulai terdesak di dekat gerbang masuk tol Karawang Barat. Dua laskar diduga tewas setelah tersudut. Empat lainnya masih hidup dan digiring menuju Rest Area Kilometer 50. Sementara, pengawal Rizieq yang berada di mobil Toyota Avanza lolos.
Kegaduhan di Rest Area memancing rasa penasaran orang sekitar. Penjaga warung yang berada sekitar 200 meter dari lokasi, Magdalena—bukan nama sebenarnya, mengatakan ada petugas yang menghalau pengunjung dan pedagang yang mendekat. Mereka juga dilarang merekam dan mengambil gambar. “Polisi sedang menangani teroris,” ujar Magdalena menirukan ucapan petugas.
Penjelasan dua saksi mata menyatakan peristiwa itu terjadi sekitar pukul 00.30 WIB, Senin, 7 Desember 2020. Sekitar sejam kemudian, mobil Toyota Land Cruiser hitam dan satu mobil lain merapat. Dua korban luka diangkut menggunakan ambulans, sementara empat lainnya diangkut mengunakan mobil milik polisi. Petugas juga mendatangkan mobil gendong (towing) untuk mengevakuasi mobil Chevrolet Spin milik laskar yang hancur bannya.
Saat ditemui pada awal Januari 2021, Kepala Subdirektorat Reserse Mobil Polda Metro Jaya saat itu, Ajun Komisaris Besar Handik Zusen, membenarkan anak buahnya mengintai rombongan Rizieq. Selain menjabat Kasubdit Resmob, Handik juga tercatat sebagai anggota Satgasus Merah Putih. Sejak pertengahan Agustus lalu, Handik menjalani penempatan khusus karena diduga melanggar kode etik dalam penanganan pembunuhan Brigadir Yosua.
Waktu itu, Handik mengatakan tak memimpin pengintaian rombongan Rizieiq. Saksi di Rest Area Kilometer 50 mengatakan satu unit mobil Toyota Land Cruiser datang saat empat laskar yang saat itu masih hidup menyerah. Handik membantah berada di sana. “Yang punya Land Cruiser di Polda itu banyak,” katanya. Tapi ia mengaku memiliki salah satunya.
Keramaian di kawasan peristirahatan bubar sekitar pukul 01.30 WIB. Mobil Daihatsu Xenia pengangkut empat laskar masuk tol dan berputar ke arah Jakarta. Mereka diduga dibunuh selama rentang waktu tersebut.
Jenazah mereka tiba di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur, sekitar pukul 03.00 WIB. Jarak antara Rest Area Kilometer 50 dengan rumah Rumah Sakit Polri ditempuh tak sampai satu jam pada dini hari.
Keenam laskar tewas adalah Andi Oktaviawan, Lutfi Hakim, Faiz Ahmad Syukur, Muhammad Reza, Muhammad Suci Khadafi, Akhmad Sofian. Hasil otopsi tim dokter forensik RS Polri menyebut mereka tewas akibat luka tembak. “Secara umum ada delapan belas luka tembak, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan lain,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi waktu itu.
FPI mencium kejanggalan dari luka tembak di tubuh para laskar. Pengacara anggota FPI, Azis Yanuar, mengatakan semua korban tewas dengan luka tembak di dada sebelah kiri. Tempo melihat foto-foto jenazah keenam laskar. Ada jenazah yang memiliki dua, tiga, atau empat lubang, dengan noda hitam di sekelilingnya. Tiga lubang menganga di dada kiri Muhammad Suci Khadafi. Area sekitar lubang terlihat menghitam.
Azis menduga para laskar juga mengalami penyiksaan karena ditemukan banyaknya luka lebam. Ketika dimintai tanggapan, Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Kepolisian RI Kramat Jati Arif Wahyono menyebutkan lebam pada tubuh enam anggota laskar FPI itu bukan efek tindakan kekerasan, melainkan perubahan lazim warna kulit menjadi biru pada bagian tubuh seseorang yang sudah meninggal.
Bekas Sekretaris Jenderal FPI, Munarman, sempat menduga para laskar ditembak dari jarak dekat. Indikasi itu terlihat dari noda hitam di tubuh korban yang berasal dari sisa mesiu. “Semua luka tembak berada di area mematikan dekat jantung,” ujarnya setelah kejadian. Saat ini, Munarman dikurung karena kasus terorisme.
Umar, paman Andi Oktaviawan, mengatakan luka tembak di tubuh keponakannya tembus sampai ke punggung. “Saya ikut memandikan jenazah. Ada empat bekas tembakan. Sampai belakang bolong saya lihat,” ujarnya.
Ade Firmansyah, dokter ahli forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, menjelaskan salah satu ciri luka tembak jarak dekat adalah tanda berwarna hitam pada bagian tubuh. Luka itu terbentuk karena mesiu yang menempel di kulit terselomot moncong pistol yang masih panas setelah menyalak. “Tapi tanda itu bisa saja hilang dan menyerupai tembakan jarak jauh jika peluru itu menembus pakaian.”
Penembakan empat laskar terjadi tak lama setelah mobil meninggalkan Rest Area KM 50. Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan timnya sudah merekonstruksi peristiwa penembakan berdasarkan kesaksian polisi yang mengawal keempat laskar. Dari kesaksian mereka terungkap, penembakan bermula ketika seorang anggota laskar diduga berusaha merebut senjata api petugas yang duduk di kursi tengah.
Tiga anggota FPI lain yang berada di baris paling belakang mencoba membantu. Melihat ini, polisi yang duduk di kursi depan mencabut pistol, lalu menembakkan peluru. Tembakan juga dilepaskan oleh polisi yang duduk di kursi tengah setelah menguasai kembali senjata yang akan direbut. “Tapi itu keterangan versi polisi. Kami tidak memiliki keterangan pembanding karena saksi korban sudah meninggal,” ujar Beka.
Ihwal penembakan itu, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran membela tindakan anak buahnya. “Anggota yang terancam keselamatan jiwanya melakukan tindakan tegas dan terukur,” ucapnya dalam konferensi pers pada Senin, 7 Desember 2020. Sebelum penembakan, kata Fadil, keenam pengawal Rizieq yang menamakan dirinya “Laskar Khusus” menodongkan senjata api dan senjata tajam kepada petugas.
Fadil menunjukkan barang bukti pistol yang digunakan laskar saat adu tembak dengan petugas. Dua pistol jenis revolver itu disita tak lama setelah polisi membekuk keenam laskar. Senjata diduga sudah disiapkan sejak jauh hari.
Petunjuk itu diperoleh dari percakapan Andi Oktaviawan, salah seorang anggota FPI yang belakangan tewas, ihwal rencana pembelian “buah”. Polisi meyakini “buah” adalah kata sandi untuk senjata api.
FPI, melalui Munarman, membantah tudingan tersebut. Menurut dia, percakapan keduanya tidak membahas pembelian senjata api. “Sudah saya cek kepada sepupu korban. Tidak benar itu soal senjata,” katanya saat ditemui pertengahan pada Maret 2021.
Azis Yanuar meragukan penjelasan polisi yang menyebut keempat laskar di tembak di jalan tol. “Telepon mereka terlacak pada pagi hari,” ujarnya.
Azis menduga ada korban yang masih hidup pada Senin pagi. Penelusuran jejak digital terhadap telepon genggam Muhammad Reza mengungkap pergerakan sinyal global positioning sistem (GPS) di sekitar kantor Kelurahan Pasar Baru, Jalan Krekot Raya, Jakarta Pusat, sejak pukul 09.35 hingga 12.34 WIB. Sinyal GPS juga terdeteksi di sekitar markas FPI, kawasan Petamburan, Jakarta Pusat, dan RS Polri di Kramat Jati, Jakarta Timur.
Kecurigaan itu juga diperkuat penjelasan Dedi, 54 tahun, petugas derek jalan tol Cikampek. Ia mengaku sempat membuntuti mobil derek gendong milik rekannya yang mengangkut mobil Chevrolet Spin milik laskar, tak lama setelah meninggalkan Rest Area Kilometer 50. Mobil itu keluar di gerbang tol Karawang Timur di kilometer 54 untuk berputar kembali ke arah Jakarta. Sementara, Dedi melanjutkan perjalanan ke arah jalan tol Cikampek-Padalarang.
Selama membuntuti iring-iringan mobil itu, kata Dedi, rotor mobil derek gendong tak putus dari penglihatannya. Ia pun tak melihat keganjilan dari awal perjalanan hingga rombongan berputar balik. “Saya juga tidak mendengar suara letusan senjata api,” ujarnya.
Penulis
Penyumbang Bahan
Multimedia
Foto
Pimpinan Proyek Video
Video
Editor