Longform

Tantangan Janji Ramah Lingkungan Ibu Kota Baru

Jum'at, 15 Juli 2022

Pemerintah merancang pembangunan IKN menjadi kota hijau dan ramah lingkungan. Namun, Indonesia memiliki rekam jejak penggunaan energi kotor yang sangat masif dan emisi karbon yang tinggi.

Oleh Puja Pratama Ridwan

tempo

Wacana pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) sudah lama tertuang dalam RUU IKN yang berisi rancangan mengenai Ibu Kota baru yang akan menjadi kota hijau, ramah lingkungan dan menyediakan fasilitas transportasi publik yang lengkap.

Dalam bab penjelasan UU IKN Pasal 5 ayat 2 bagian D, ditulis bahwa pemerintah akan menjadikan IKN sebagai kota hemat energi dengan pemanfaatan energi terbarukan dan rendah emisi karbon. Hal ini merupakan salah satu dari berbagai strategi pemanfaatan energi bersih untuk mengurangi emisi karbon.

Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah Indonesia berupaya melakukan pengurangan emisi dengan pengembangan EV (Electric Vehicle) dan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Solar). Pemerintah juga berencana memanfaatkan EBT (Energi Baru Terbarukan) termasuk biofuel serta pengembangan industri berbasis energi bersih. Janji tersebut disampaikan Jokowi di UNFCCC COP 26 (United Nations Framework Convention on Climate Change Conference of the Parties) yang diselenggarakan November 2021.

Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) kemudian merilis agenda terkait komitmen nyata dari Jokowi. Agenda tersebut berupaya membawa Indonesia menuju net zero emission yang diproyeksikan rampung pada 2060. Rencana tersebut akan berfokus kepada pengembangan energi terbarukan secara masif, phase-out pembangkit listrik berbasis energi fosil, serta perluasan penggunaan kendaraan listrik ataupun biofuel

Beberapa target yang akan dilakukan pemerintah meliputi penyaluran kompor listrik hingga pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) pada 2040. Proses transisi energi ini akan ditutup dengan dominasi pembangkit listrik EBT pada 2060. Total pembangkit EBT yang akan dibangun dalam 10 tahun ke depan mencapai 20.923 megawatt (MW). 

Meski rancangan tersebut terkesan ciamik, Indonesia masih memiliki rekam jejak sebagai negara yang masif dalam menggunakan energi kotor untuk penyaluran listrik. Tak hanya itu, Indonesia juga menghasilkan emisi karbon yang tinggi dan bisa menjadi hambatan realisasi IKN hijau dan agenda transisi energi net zero emission

Data dari Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2021 yang dirilis oleh Kementerian ESDM menunjukkan, angka produksi dari pembangkit listrik dengan energi kotor masih jauh lebih tinggi dibandingkan pembangkit listrik yang menggunakan energi bersih seperti air, panas bumi, solar hingga biodiesel.

Dengan angka-angka produksi energi fosil yang besar seperti itu, roadmap transisi sepertinya penuh dengan tantangan untuk meraih target yang kian mendekat. Jika IKN dan Indonesia diharapkan bertransisi secara penuh pada pemanfaatan energi terbarukan, ketergantungan pada energi fosil harus segera diredakan. Apakah Indonesia mampu? 

CREDIT

Penulis

Multimedia

Editor