Longform

Upaya Setengah Hati Mitigasi Sampah Angkasa

Senin, 29 Agustus 2022

Peluncuran objek luar angkasa ternyata menyisakan sampah antariksa yang dibiarkan melayang di atmosfer bumi. Dalam jangka panjang, puing-puing tersebut bisa berdampak negatif untuk banyak aspek.

Oleh Puja Pratama

tempo

Proyek peluncuran objek luar angkasa adalah hal yang lumrah di zaman kemajuan teknologi. Objek peluncuran tersebut biasanya dari berupa roket hingga satelit yang berfungsi membantu populasi bumi terhubung satu sama lain. 

Menurut data dari N2YO, hingga saat ini ada 8.638 satelit yang dimiliki oleh berbagai negara di seluruh di dunia. Jumlah tersebut belum termasuk satelit yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan. Negara yang memiliki jumlah satelit paling banyak adalah Amerika Serikat dengan total 4948 satelit.

Made with Flourish

Untuk diketahui, proses peluncuran roket, satelit, hingga pesawat luar angkasa dilakukan menggunakan dorongan massa. Dorongan itu dihasilkan dari pembakaran bahan bakar. Karena massa angkutan sangat berpengaruh dalam peluncuran, beberapa bagian pendorong objek luar angkasa harus dilepaskan untuk membuat angkutan utama bisa naik lebih tinggi dan bergerak sesuai tujuan.

Di balik proyek luar angkasa yang berkesan futuristik itu, ternyata ada dampak negatif yang selalu terjadi di setiap peluncuran objek ke luar angkasa. Bayangkan, setiap kali peluncuran, bagian-bagian yang lepas tersebut dibiarkan begitu saja mengotori angkasa luar dan berpotensi mengganggu kinerja tiap satelit.








Mengacu pada data tersebut, sampah luar angkasa ternyata sangat banyak dan terdiri dari berbagai macam pecahan benda angkasa buatan. Leolabs.space berhasil membuat visualisasi mengenai kenampakan luar angkasa planet bumi. Bukan sekadar melakukan visualisasi, Leolabs.space juga berhasil melakukan pengelompokan benda luar angkasa tersebut.

Dari banyaknya sampah luar angkasa tersebut, Aerospace.org mencatat bahwa sejak dua dekade lebih, terhitung sejak November tahun 2000 hingga kini, hanya ada 1.426 sampah luar angkasa yang kembali ke bumi. Dari jumlah tersebut tercatat ada 482 benda yang diklasifikasikan sebagai muatan angkut, 821 badan roket, 122 benda yang diklasifikasikan sebagai puing objek luar angkasa, dan 1 benda yang belum terdefinisi.

Berdasarkan data dari Aerospace.org dan LeoLabs, nampak bahwa Rusia, Amerika Serikat, dan China adalah pemilik sampah antariksa terbanyak. Baik yang masih ada di angkasa, maupun yang sudah kembali ke bumi. Dari sampah luar angkasa yang sudah kembali ke bumi, Rusia memiliki 535 sampah, disusul Amerika Serikat dan China dengan masing masing 507 dan 200 sampah luar angkasa yang sudah kembali ke bumi.

Made with Flourish

Dengan melihat kembali visualisasi kondisi luar angkasa dari Leolabs, angka-angka sampah luar angkasa yang sudah kembali ke bumi yang berhasil tercatat oleh Aerospace.org, terasa sangat sedikit. 

Mayoritas negara yang muncul dari data-data di atas tergolong sebagai negara adikuasa yang sejak dulu meluncurkan berbagai proyek luar angkasa. Negara-negara yang paling sering muncul dalam data tersebut adalah Rusia, Amerika Serikat dan China. Sayangnya, hingga kini tidak ada landasan hukum global yang mengatur mengenai pengelolaan sampah luar angkasa tersebut.

Made with Flourish

Hingga saat ini, hanya ada pedoman mitigasi yang dirilis oleh United Nation Office For Outer Space Affairs (UNOOSA) dan Inter-Agency Space Debris Coordination Committee (IADC). Isi pedoman itu cuma berfokus pada mitigasi pra-peluncuran dan operasional. Artinya, mitigasi tersebut hanya berfokus kepada pengurangan pelepasan puing selama fase peluncuran dan operasional serta peningkatan pengendalian guna meminimalisir tabrakan dan penghancuran.

Made with Flourish

European Space Agency (ESA) juga meluncurkan teknologi rancangan mereka untuk mengurangi sampah angkasa dari pecahan satelit yang sudah tidak berfungsi di orbit bumi. Teknologi mitigasi sampah angkasa tersebut berfokus kepada desain satelit yang bisa otomatis mati, membuang bahan bakar, hingga kembali ke orbit secara otomatis dalam 25 tahun setelah satelit tersebut mati.

Hingga saat ini, tiga negara tersebut belum berfokus kepada pembersihan sisa sisa puing luar angkasa. Alih-alih melakukan mitigasi terhadap sampah luar angkasa, ketiga negara tadi lebih berfokus pada peningkatan teknologi untuk mencegah tabrakan hingga ledakan objek luar angkasa dan kendali objek luar angkasa untuk kembali ke bumi.

CREDIT

Penulis

Multimedia

Editor