Proyek

Sunyi di Pemulasaran

Angka kematian di DKI Jakarta melonjak tajam pada Maret 2020, seiring dengan pandemi virus Corona. Angka ini naik setelah Pemerintah DKI Jakarta menerapkan protokol Covid-19 saat memakamkan pasien yang meninggal dengan gejala penyakit tersebut, meski belum dinyatakan positif. Pemerintah pusat dituntut terbuka.

Oleh Syailendra Persada

tempo

DAN KEMATIAN MAKIN AKRAB
(Sebuah Nyanyian Kabung)
Oleh : Subagio Sastrowardoyo
Di muka pintu masih
bergantung tanda kabung
Seakan ia tak akan kembali
memang ia tak kembali
tapi ada yang mereka tak
mengerti - mengapa ia tinggal diam
waktu berpisah. bahkan tak
ada kesan kesedihan
pada muka
dan mata itu, yang terus
memandang, seakan mau bilang
dengan bangga : - Matiku muda -
Ada baiknya

…..

Keinginan Bambang Purnomo Sidik melihat jasad sang anak, dokter Ratih Purwarini, untuk terakhir kalinya sirna saat ia memasuki kamar jenazah Rumah Sakit Pelni, Jakarta Barat, pada Selasa, 31 Maret 2020. Di ruangan itu, ia menyaksikan petugas rumah sakit sedang memaku penutup peti mati tempat jasad anaknya terbaring. 

Bambang pun masih bisa mendengar suara palu menghantam peti saat ia menandatangani surat pernyataan kematian di ruangan yang ada di sebelah kamar jenazah. “Petinya sedang dipaku, kalau belum saya juga mau lihat,” kata Bambang menceritakan ulang peristiwa itu, pada Senin, 13 April 2020.

Berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), Ratih dimakamkan dengan protokol Covid-19 di Tempat Pemakaman Umum Tegal Alur, Jakarta Barat pada hari itu juga. 

Bambang, istrinya Nina Widyawati, dan dua anak Ratih hanya bisa melihat jasad Direktur Rumah Sakit Duta Indah, Jakarta Utara itu dari jarak 50 meter. Sebelum liang lahat itu diuruk, anak bungsu Ratih, Firos mendekat untuk melantunkan azan. Bambang dan keluarganya baru diperbolehkan mendekat setelah proses penguburan selesai.

Bambang bercerita sang anak sudah mengeluh tak enak badan sejak Kamis, 19 Maret 2020. Kemudian, ia dirawat di Rumah Sakit Eka Hospital, BSD, Tangerang Selatan pada Selasa, 24 Maret 2020. Di sana, ia sempat menjalani tes untuk memastikan apakah dirinya mengidap terpapar virus Corona atau tidak.

Pada Sabtu, 28 Maret, rumah sakit menyatakan kondisi Ratih kritis. Keluarga menyebut rumah sakit kesulitan karena tak memiliki ventilator atau alat bantu pernafasan.

Ratih sempat akan dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. Namun karena penuh, ia akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Pelni, Petamburan, Jakarta Barat. Ratih dibawa sudah dalam kondisi kritis.

Nina Widyawati, ibunda Ratih mengatakan, pada 31 Maret pagi, dokter meminta keluarga bersiap-siap menghadapi situasi terburuk. "Manusia kan berharap ada mujizat, tapi, ya....," kata Nina, tak melanjutkan kalimatnya.

Namun, hingga meninggal keluarga tak kunjung mendapatkan hasil tes apakah Ratih positif Covid-19 atau tidak. Baru belakangan, sang Ibu mendapatkan informasi bahwa anak sulungnya itu positif mengidap Covid-19. “Saya tahu dari relasi,” kata Nina. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga telah mengkonfirmasi bahwa Ratih positif mengidap Covid-19.

Protokol pemakaman

covid-19

Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia menerbitkan edaran tentang pengurusan jenazah COVID-19. Berikut adalah tiap langkah dari protokol yang dilakukan oleh pemerintah untuk korban meninggal virus corona.

Mulai


pengurusan

Selanjutnya
corona

Pengurusan jenazah pasien COVID-19 dilakukan oleh petugas kesehatan rumah sakit yang dilengkapi oleh Alat Pelindung Diri (APD).

Selanjutnya
corona

Jenazah ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik yang tidak dapat tembus air untuk melindungi petugas dari cairan tubuh yang keluar. Jenazah juga dapat ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar.

Selanjutnya
corona

Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi, kecuali untuk kepentingan serius seperti autopsi - ini pun hanya dapat dilakukan oleh petugas.

Selanjutnya
corona

Jenazah harus dikubur maksimal 4 jam setelah jenazah dibungkus oleh petugas.

Selanjutnya


sholat jenazah
(jika perlu)

Selanjutnya
corona

Pelaksanaan salat jenazah dilakukan di rumah sakit rujukan.

Selanjutnya
corona corona

Salat jenazah bisa juga dilakukan di masjid JIKA masjid tersebut sudah melalui proses sanitasi secara menyeluruh dan juga melakukan desinfeksi setelah salat jenazah.

Selanjutnya
corona

Salat jenazah harus dilakukan dengan mempertimbangkan waktu empat jam setelah jenazah dibungkus.

Selanjutnya
corona

Salat jenazah bisa dilakukan oleh satu orang jika diperlukan.

Selanjutnya


penguburan

Selanjutnya
corona corona

Jenazah harus dikuburkan di lokasi yang setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan sebagai air minum, dan berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat.

Selanjutnya
corona

Jenazah harus dikuburkan pada kedalaman 1,5 meter dan dikuburkan dengan tanah setinggi 1 meter.

Selanjutnya
corona corona

Pihak keluarga jenazah hanya bisa turun di penguburan jika semua prosedur jenazah dilakukan dengan baik.

Kembali

Keluarga Eva Rahmi Salama mengalami hal serupa. Eva bercerita ibunya Ismy Latifah, 67 tahun, juga dimakamkan dengan protokol Covid-19. Bahkan menurut Eva, sang ibu tak sempat disalatkan karena ketika meninggal, status Ismy positif Corona.

Petugas di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, tempat Ismy menghembuskan nafas terakhir, hanya memandikan, mengkafankan, dan membaringkan jasad wanita itu di dalam peti. "Saya tanya sudah disalatkan belum, mereka gak bisa salatkan karena berisiko. Jadi kami hanya bisa salat gaib," kata Eva saat dihubungi Tempo, Ahad, 12 April 2020.

Ismy menghembuskan nafas terakhir pada Kamis, 19 Maret 2020. Meninggal dengan status positif Covid-19, tempat peristirahatan terakhirnya ditentukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Eva bercerita, mulanya keluarga tidak tahu kemana jenazah ibunya akan dibawa. Petugas di rumah sakit mengatakan tak berwenang menjawab dan meminta Eva untuk bertanya kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta.

Kepada keluarga, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyampaikan Ismy akan dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon. Pemerintah DKI menyiapkan tempat pemakaman umum di Jakarta Timur itu khusus untuk pasien Covid-19, baik yang positif maupun masih suspect

Hanya Eva dan kedua adiknya yang mengantarkan ibunda tercintanya ke liang lahat. Plastik membungkus peti mati tempat jenazah ibunya terbaring. Menurut Eva jasad ibunya juga dilapisi plastik setelah dikafankan. 

Terdapat ratusan orang yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 di Jakarta. Berdasarkan dokumen yang Tempo peroleh, sejak 6 Maret sampai 7 April 2020 ada 697 pemulasaran jenazah yang menggunakan tata cara Covid di wilayah DKI Jakarta. Jumlah tersebut lebih banyak dari data orang yang meninggal karena Covid versi resmi pemerintah.

Keraguan terhadap data resmi pemerintah bertambah semenjak beredar informasi mengenai lonjakan tajam angka pemakaman di DKI. Tempo memperoleh data pada Maret 2020 terdapat 4.377 jenazah dimakamkan di Ibu Kota, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata jumlah pemakaman beberapa bulan terakhir. Pada Januari lalu, misalnya, ada sebanyak 3.009 pemakaman dan Februari 2.459.

Seorang penjaga di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon membenarkan lonjakan penguburan jenazah di sana. Pria yang minta namanya tak disebutkan ini menuturkan dalam beberapa pekan terakhir, rata-rata ada 20 jenazah yang dimakamkan dengan protokol Covid-19. “Tim kami, pernah menangani 32 jenazah sehari. Jam 10 malam baru kelar pemakaman,” katanya.

Kepala Bidang Pemakaman Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Siti Hasni, yang membawahi pemakaman, tak membantah atau membenarkan data yang diperoleh Tempo tersebut. 

Ia mengatakan Dinas telah menyerahkan semua data pemakaman dengan protokol kepada Gugus Tugas Covid-19 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Info lengkapnya tolong tanyakan ke Gugus Tugas Covid saja,” kata dia. 

Sementara itu, Ketua II Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Catur Laswanto tak menjawab pesan konfirmasi soal dokumen tersebut. ia juga tak menjawab panggilan telepon dari Tempo.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah mengatakan dari hasil monitoring Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, ada 401 kasus yang meninggal dan dimakamkan dengan protokol jenazah Covid-19. Ada banyak kasus yang belum tuntas namun lebih dulu meninggal. Mereka tidak bisa secara resmi disebut pasien Covid-19 karena hasil tesnya belum keluar,” kata Anies kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada Kamis, 2 April 2020.

Beberapa hari kemudian, angka tersebut naik tajam. Pemerintah DKI Jakarta menyatakan ada 776 jenazah yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 pada Selasa, 7 April 2020. 

Menurut Anies, pertumbuhan kasus Corona di Jakarta masih cukup tinggi. Sebagian orang yang diduga terkena Covid-19 lebih dahulu meninggal sebelum tuntas menjalani tes. Mereka tidak bisa secara resmi disebut pasien Covid-19. 

Salah satunya pria berinisial DMN, warga Jakarta Utara. Firman Ramdani, Ketua RT 018/05 Kelurahan Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengatakan warganya itu meninggal dengan status PDP Covid-19 lantaran memiliki salah satu gejala klinis terpapar virus Corona yaitu infeksi paru-paru. DMN sempat dirawat di Rumah Sakit Pelabuhan, Kramat Jaya, Tanjung Priok, sejak 26 sampai 28 Maret 2020. Ia kemudian dimakamkan di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur.

Meski demikian, DMN tetap dimakamkan dengan protokol Covid-19. Firman, yang turut mengurusi pengobatan dan pemakaman bercerita, jenazah DMN diurus oleh petugas yang mengenakan alat pelindung diri lengkap.

Petugas di rumah sakit sudah melarang keluarga bertemu sejak si pasien masuk Instalasi Gawat Darurat, hingga dimakamkan. "Kami hanya diberikan kesempatan melihat dari luar lewat kaca kamar sebelum dan sesudah (jenazah) dirapikan," tutur Firman.

Banyak orang datang menghadiri pemakaman DMN yang merupakan tokoh masyarakat setempat. Sekitar 15 pelayat hadir di TPU. Firman mengatakan tidak bisa menghalangi kerabat dan keluarga almarhum yang mengikuti mobil jenazah dari belakang.

Tapi petugas baru mengizinkan keluarga dan kerabat mendekati pusara setelah penguburan selesai. Firman menilai petugas di pemakaman sudah mengikuti prosedur tepat seperti yang kerap diberitakan di media. "Di area ada api unggun dan menurut petugas, APD yang baru digunakan dibakar," ucap dia.

Firman dan para tetangga almarhum, yang saat itu belum mengetahui status DMN, segera membersihkan diri sesampainya di rumah. "Sudah disiapkan rupa-rupa alat penangkal, mandi sebelum masuk rumah dengan air panas, dan lain sebagainya. Karena begitu paranoidnya warga dengan kejadian ini," katanya. 

Setelah beberapa pekan menunggu, hasil tes DMN keluar. "Alhamdulillah hari ini kami sudah mendapat kabar bahwa almarhum negatif Covid-19 dan meninggal karena serangan jantung," katanya saat dihubungi, Selasa, 14 April 2020.

Pelajaran di tempat lain, kata Anies Baswedan, jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 selalu lebih kecil dibanding yang sebenarnya. Biasanya, Anies menuturkan, setelah satu bulan baru diketahui jumlah yang sesungguhnya.

“Kalau kita proyeksikan, misalnya, kita kembali menggunakan dari angka tadi, misal saat ini sudah ada 400 orang meninggal, sebutlah tingkat kematian 10 persen, maka proyeksi kita ada 4.000 kasus,” kata dia.

Pernyataan Anies ini memicu perdebatan. Apalagi, proyeksi angka kematian dari Pemerintah DKI Jakarta lebih tinggi dari jumlah pasien meninggal versi pemerintah pusat. Keraguan soal data antara pemerintah pusat dengan daerah ini juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Slamet Budiarto.

Menurut Slamet, jika pemerintah memasukan data pasien yang hasil tesnya baru keluar setelah orang itu meninggal, maka jumlah mortalitas akibat wabah Corona bisa mencapai dua ribu orang. “Kalau yang PDP dimasukan semua ke data kematian mungkin sudah 2.000 orang,” kata dia.

Sementara itu, penggagas Kawal Covid-19, Ainun Najib, meminta pemerintah mengumumkan pula jumlah orang dalam pengawasan (ODP) dan PDP yang meninggal. Ia menuturkan sejumlah negara terdampak Covid-19, seperti Cina, mengumumkan jumlah ODP dan PDP yang meninggal tanpa menunggu dulu hasil lab. "Asalkan secara klinis gejalanya konsisten dengan Covid-19, itu dihitung," ujarnya.

Menurut dia, menyampaikan realita apa adanya meski terlihat mengerikan perlu dilakukan agar masyarakat kian waspada. "Ini ngeri. Kalau masyarakat tidak diberi data sebenarnya tapi dininabobokan dengan data tidak real nanti meremehkan lagi dan merebak lagi. Virus ini merebak dan meledak ketika kita menganggap enteng," katanya.

Ainun menyoroti pula tidak sinkronnya data antara pemerintah pusat dan daerah. Ia menyarankan agar pemerintah pusat memasukkan hasil tes massal yang dilakukan daerah sebagai angka resmi untuk menggambarkan situasi yang sebenarnya.

"Karena rapid test itu kan negatif palsunya tinggi tapi positif palsunya, kan, tidak. Jadi kalau angka positif dari rapid test relatif bisa dipercaya. Karena kalau negatif kan harus diulang 10 hari kemudian. Tapi kalau sudah positif kecil sekali kemungkinan tidak positif," tuturnya.

Rumah sakit yang merawat pasien Covid-19 bukannya tidak memberi laporan mengenai jumlah pasien PDP maupun ODP ke pemerintah. Rumah sakit yang berada di bawah Muhammadiyah, misalnya, selalu memberikan laporan mengenai jumlah pasien positif, ODP, PDP yang masih dirawat ataupun yang sudah meninggal ke dinas kesehatan setempat. Per 12 April 2020, rumah sakit Muhammadiyah dari seluruh Indonesia melaporkan sedang merawat 1.662 ODP, 480 PDP dan 26 orang yang positif terjangkit Covid-19. 

“Antara yang PDP menunggu hasil tes dan yang positif lalu meninggal itu selalu disetor ke provinsi masing-masing,” kata Sekretaris Muhammadiyah Covid-19 Command Center Arif Nur Kholis, Ahad, 12 April 2020. Tapi ia enggan merinci jumlah PDP yang meninggal dan dikuburkan dengan protokol Covid-19. 

Menurut Arif, keterbukaan informasi mengenai jumlah PDP Corona penting untuk menyusun sistem rujukan. Dengan data jumlah PDP, pihak rumah sakit jadi mengetahui ketersediaan tempat tidur ketika akan merujuk pasien. 

Ia mengaku rumah sakit di bawah Muhammadiyah kelimpungan ketika akan merujuk pasien, karena tidak mengetahui berapa jumlah pasien Covid-19 yang dirawat dan ketersediaan tempat tidur. “Akhirnya kami bergerak sendiri menelepon rumah sakit satu per satu,” kata dia.

Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak]

Ainun menyoroti pula tidak sinkronnya data antara pemerintah pusat dan daerah. Ia menyarankan agar pemerintah pusat memasukkan hasil tes massal yang dilakukan daerah sebagai angka resmi untuk menggambarkan situasi yang sebenarnya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo pun pernah mengakui jika data kasus positif yang selama ini disajikan Pemerintah Pusat tidak sinkron dengan Pemerintah Daerah. Ia berdalih asupan data dari Kementerian Kesehatan juga terbatas. Namun, Gugus Tugas tetap mengacu pada data Kementerian Kesehatan.

"Kami dapat feeding data dari Kemenkes terbatas jadi kami belum bisa menghasilkan data yang sangat lengkap atau terbuka," katanya dalam diskusi virtual Bersama Melawan Covid-19 seperti yang ditayangkan kanal YouTube Energy Academy Indonesia, Minggu 5 April 2020.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan pemerintah hanya mempublikasikan kasus kematian pasien yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19. Laporan tersebut nanti diteruskan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Belakangan pemerintah memutuskan untuk membuka jumlah pasien ODP dan PDP. Hingga Selasa, 14 April 2020, mereka yang berstatus PDP tercatat sebanyak 10.482 orang. “Sudah terkonfirmasi positif Covid-19 melalui PCR (Polymerase Chain Reaction) sebanyak 4.839 orang,” kata Yurianto dalam konferensi pers BNPB, Selasa, 14 April 2020.

Adapun yang masuk kategori ODP, Yurianto menyebutkan ada 139.137 orang. Jumlah ODP ini menjadi perhatian besar pemerintah. Sebab, kata Yurianto, mereka bisa saja sebenarnya sudah tertular tapi tidak terlihat sakit atau hanya sakit ringan. Para ODP itu berpotensi menularkan virus jika tidak segera dirawat atau melakukan isolasi mandiri.

Pekerja memakamkan mayat pasien COVID-19 di Jakarta. [REUTERS/Willy Kurniawan]

Tapi menurut Yurianto, pasien berstatus ODP yang meninggal tidak perlu dites menggunakan PCR. "Kalau datang ke RS langsung meninggal ngapain di-swab," ucap dia.

Adalah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memerintahkan Kementerian Kesehatan membuka data ODP dan PDP. Ia pun meminta semua data terintegrasi.

"Harusnya ini setiap hari bisa di-update dan lebih terpadu menyangkut PDP, ODP, positif, yang sembuh, meninggal, jumlah yang sudah PCR berapa dan semuanya. Dan terbuka hasilnya sehingga semua orang bisa akses dengan baik," kata Jokowi membuka rapat terbatas pada Senin, 13 April 2020. Sayangnya, situs resmi pemerintah pusat Covid19.go.id belum menayangkan data terkait PDP dan ODP.

Ainun mengapresiasi pemerintah yang akhirnya mengumumkan ke publik jumlah ODP dan PDP di Indonesia. Ia menyarankan pemerintah melengkapi data tersebut dengan riwayat perjalanan mereka. "Selama masa inkubasinya, 14 hari sebelum dinyatakan positif, itu ke mana aja daftar lokasi persisnya," tuturnya.

Selain itu, Ainun meminta pemerintah melengkapi data klaster-klaster penularan Covid-19. Jika dua hal ini dilakukan, ia yakin masyarakat menjadi waspada.

"Siapa tahu mereka sempat berada di klaster tersebut, katakanlah, misalnya ada rapat, makan-makan, hajatan, atau pertemuan massa oleh seorang pejabat atau tokoh, yang kemudian positif," kata dia.

CREDIT

Pimpinan Proyek

Penulis

Penyumbang Bahan

Editor

Multimedia