CAPTION

tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo
tempo

Kembali Ke Yunta

Enam tahun setelah Myanmar bertransisi ke demokrasi sipil dari pemerintahan militer, dihela perjuangan aktivis Aung San Suu Kyi, negara itu kembali dikuasai oleh militer melalui kudeta. Berikut catatan perubahan itu.

Mulai

2015

Pemilu sipil pertama Myanmar diadakan pada November 2015. Partai NLD (National League for Democracy) yang dikepalai Aung San Suu Kyi menang melawan partai USDP (Union Solidarity Development Party) yang disponsori oleh militer Myanmar.

Kemenangan telak NLD ini memberikan mandat mayoritas pada partai itu di dua organisasi legislatif pemerintahan Myanmar. Namun, Aung San Suu Kyi tidak diperkenankan untuk menjadi perdana menteri karena suami dan anak-anaknya yang berkewarganegaraan Inggris.

Ini momentum untuk perubahan Myanmar yang demokratis.”

Aung San Suu Kyi, saat pemilihan umum Myanmar pada November 2015.

2017

Operasi militer brutal terjadi di Rakhine pada 2017 setelah aksi terorisme yang menewaskan sembilan orang anggota kepolisian Myanmar pada akhir 2016. Sebelum itu, bentrokan antara masyarakat Muslim Rohingya dan kepolisian sudah berlangsung selama setahun.

Kekejaman yang dialami oleh anak-anak Rohingya ini tak tertahankan. Kebencian macam apa yang bisa membuat seorang tentara menikam bayi yang menangis minta susu ibunya.”

Komisaris Tinggi PBB untuk Rohingya, Zeid Raad Al Hussein.

Situasi memburuk pada Agustus 2017, ketika lebih dari lima juta orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia.

Aung San Suu Kyi dikecam oleh kalangan pemerintah internasional karena dianggap tidak mencegah kekejian militer Myanmar. San Suu Kyi mengambil posisi bahwa aksi militer di Rakhine dilakukan untuk melawan teroris bersenjata yang bentrok dengan kepolisian Myanmar.

"Kami berdoa agar Pengadilan menahan diri untuk tidak mengambil tindakan apa pun yang dapat memperburuk konflik bersenjata dan perdamaian serta keamanan yang sedang berlangsung di Rakhine.”

Aung San Suu Kyi, saat berhadap ke International Court of Justice di Den Haag karena tuduhan genosida pada kaum Rohingya pada 12 Desember 2019.

2020

Pemilu kembali dilaksanakan di Myanmar. Partai NLD sekali lagi menang secara mutlak dengan suara yang lebih banyak dari lima tahun yang lalu. Kemenangan kali ini memberikan Aung San Suu Kyi masa jabatan kedua sebagai kanselir negara dengan mandat yang lebih kuat.

Tetapi, USDP kali ini menuduh ada kecurangan dalam pemungutan suara. Partai itu menuntut pihak militer untuk campur tangan.

2021

Juru bicara angkatan bersenjata, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, mengadakan konferensi pers pada akhir Januari tentang tuduhan terhadap USDP. Dia mengatakan militer akan “mengambil tindakan” dan tidak menutup kemungkinan aksi kekerasan dari pihak militer.

Pada Februari 1, 2021, militer Myanmar mengambil alih paksa negara dengan melakukan sebuah kudeta. Pihak militer mengumumkan keadaan darurat selama setahun dan menahan pemerintah sebagai tanggapan atas dugaan kecurangan pemilu. Pihak militer Myanmar menyerahkan kekuasaan kepada panglima militer Min Aung Hlaing.

Aung San Suu Kyi kembali dalam tahanan rumah bersama politikus NDP lainnya. Militer telah menggantikan 24 menteri beserta wakil dengan 11 anggota militer. Kudeta militer Myanmar dikecam oleh komunitas internasional. Aksi terakhir Aung San Suu Kyi sebagai kanselir negara adalah untuk mendorong rakyat untuk unjuk rasa melawan militer Myanmar.