Longform

Jejak Johnny Plate di Pusaran Rasuah Proyek BTS Bakti

Kamis, 30 Maret 2023

Proyek pembangunan ribuan base transceiver station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika bermasalah sejak perencanaan hingga pelaksanaan. Tempo dan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) menelisik rasuah di proyek senilai Rp 28,3 triliun ini. Menteri Komunikasi Johnny Gerard Plate diduga pernah meminta setoran dana operasional proyek Rp 500 juta per bulan.

Oleh Riri Rahayu

tempo

SETENGAH berlari, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate bergegas masuk mobil usai keluar dari ruang pemeriksaan Kejaksaan Agung pada Rabu sore, 15 Maret 2023 lalu. “Saya tidak bisa melakukan tanya dan jawab karena ini menyangkut proses hukum yang masih panjang dan belum selesai,” ujar Johnny Plate menolak menjawab pertanyaan puluhan wartawan yang sudah menunggunya sejak pagi.

Hari itu adalah kali kedua Kejaksaan Agung memeriksa Johnny Plate terkait kasus dugaan korupsi di proyek pembangunan base transceiver station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi. Selama enam jam, Johnny Plate menjawab 26 pertanyaan penyidik. Sebelumnya, pada 14 Februari lalu, Johnny Plate sudah pernah diperiksa selama sembilan jam di gedung yang sama, penyidik mencecarnya dengan 51 pertanyaan.

Tidak hanya Johnny Plate, sejumlah pimpinan perusahaan pelaksana proyek dan pejabat Kementerian Komunikasi termasuk adik kandung Johnny Plate, Gregorius Alex Plate, ikut diperiksa. Gregorius Plate pertama kali diperiksa Kejaksaan Agung pada Kamis, 26 Januari 2023. Dia kembali diperiksa pada Senin, 13 Februari lalu.

Kejaksaan Agung menduga ada aliran duit dari proyek BTS Bakti yang mengalir ke Gregorius Plate. Dugaan tersebut terbukti. Pada 13 Maret lalu, satu hari sebelum Johnny Plate diperiksa, Direktur Penyidikan Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan Gregorius Plate mengembalikan Rp 534 juta ke Kejaksaan. Duit tersebut merupakan fasilitas yang diterima Gregorius Plate dari proyek BTS Bakti Kominfo. Kuntadi mengatakan, salah satu materi pemeriksaan Johnny Plate terkait aliran duit yang diterima Gregorius.

Pemeriksaan terhadap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate

9 Februari 2023

Kejaksaan Agung memanggil Plate untuk diperiksa sebagai saksi, tetapi Plate tidak hadir karena sedang mendampingi Presiden Jokowi dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di Medan, Sumatera Utara.

14 Februari 2023

  • Plate memenuhi panggilan Kejaksaan Agung 
  • Plate diperiksa lebih dari 10 jam (tiba di Gedung Kejaksaan Agung pada pukul 09.00 dan keluar usai pukul 17.00)
  • Plate dicecar 51 pertanyaan oleh penyidik, ihwal pengawasan dan pengendalian dalam pelaksanaan proyek pembangunan BTS 4G
  • Plate mengatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung soal dugaan korupsi proyek BTS 4G BAKTI
  • Plate menyatakan bersedia dipanggil kembali oleh Kejaksaan Agung jika penyidik membutuhkan keterangan tambahan

15 Maret 2023

  • Plate kembali diperiksa sebagai saksi oleh penyidik di Kejaksaan Agung 
  • Plate diperiksa 6 jam dan dicecar 26 pertanyaan
  • Plate mengatakan selama pemeriksaan telah memberikan keterangan yang ie katahui dan menurutnya benar sebagai saksi. 
  • Plate tidak bisa melaksanakan tanya jawab dengan alasan menyangkut proses hukum yang masih panjang. 

Seiring dengan pemeriksaan Johnny Plate dan Gregorius Plate, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka di proyek pembangunan BTS Bakti Kominfo tersebut. Mereka adalah Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (2020) Yohan Suryanto, Account Director of Integrated PT Huawei Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitechmedia Synergy Irwan Hermawan.

Sedangkan Johnny Plate dan Gregorius Plate masih berstatus sebagai saksi. “Kita tunggu hasil gelar perkara,” ujar Kuntadi.

Akal-akalan dan Pemborosan Rp 1,5 Triliun

Proyek base transceiver station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) meliputi pembangunan 7.904 tower di daerah yang masuk kategori terdepan, terluar, dan tertinggal atau yang biasa disingkat daerah 3T. Proyek bernilai Rp 28,3 triliun itu rencananya dikerjakan dalam dua tahap. Tahap pertama, sebanyak 4.200 site dan dikerjakan pada 2021. Sementara 3.704 lainnya masuk tahap dua dan digarap pada 2022.

Tercatat ada tujuh perusahaan yang memenangi proyek ini. Kontrak paket 1 dan 2 telah ditandatangani pada 29 Januari 2021 antara Fiberhome, Telkominfra, dan Multitrans Data, dan Bakti Kominfo, dengan nilai kontrak sebesar Rp 9,5 triliun. Sedangkan paket 3, 4, dan 5 dimenangi oleh konsorsium PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, dan PT SEI serta IBS dan ZTE dengan total nilai kontrak Rp 18,8 triliun.

Namun, pelaksanaan proyek tersebut meleset jauh dari rencana. Pada 2021, dari target pembangunan 4.200 BTS, hanya terealisasi 320 BTS. Walhasil, ribuan tower lainnya terkatung-katung nasibnya. Bahkan hingga September 2022, BTS yang siap beroperasi hanya mencapai 2.406 site atau sekitar 57 persen dari target proyek tahap pertama. Sebagian pemancar yang beroperasi tersebut juga tidak berfungsi dengan baik.

Dari hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Belanja Tahun Anggaran 2021 Kominfo yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan ditemukan setumpuk kejanggalan dalam perencanaan hingga pelaksanaan proyek tersebut. Mulai dari penentuan lokasi BTS, kontrak tender, hingga biaya yang, menurut BPK, boros anggaran.

Ditemui pada Senin, 6 Maret lalu, anggota BPK, Achsanul Qosasi, membeberkan sejumlah kejanggalan proyek pembangunan BTS Bakti Kominfo. Salah satunya adalah penyusunan perencanaan proyek yang serampangan. Penentuan lokasi 7.904 titik pembangunan BTS tidak berdasarkan hasil pengecekan ke lapangan.

“Mereka tidak turun ke lapangan. Sehingga saat pelaksanaan pembangunan, ada banyak titik yang ternyata tidak membutuhkan pembangunan BTS karena di sana sudah ada BTS milik Telkomsel,” ujar Achsanul Qosasi.

Akibatnya, banyak pembangunan BTS yang tidak perlu. Tower BTS tetap dibangun di desa yang sudah memiliki pemancar. Padahal, konsep pembangunan BTS Bakti ini adalah satu desa satu BTS, artinya harus dibangun di desa yang belum memiliki pemancar.

Proses pengadaan proyek penyediaan infrastruktur BTS juga menabrak aturan. Persyaratan kriteria prakualifikasi disusun tidak sesuai ketentuan di Perdirut Bakti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Infrastruktur BTS dan Pendukungnya dalam Rangka Transformasi Digital. Dokumen prakualifikasi tidak mencantumkan aturan ihwal lingkup dan batasan definisi pelaksana pembangunan. Termasuk, tidak adanya persyaratan pengalaman pembangunan BTS dan infrastruktur pendukungnya.

BPK juga menemukan kejanggalan dalam penentuan para pemenangan proyek. Seperti pada konsorsium Fiberhome-Telkominfra-Multi Trans Data yang memenangi proyek pengerjaan BTS di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Dalam temuan BPK, disebutkan bahwa status Fiberhome Technologies Indonesia (FTI) tidak memenuhi kualifikasi sebagai technology owner atau pemilik teknologi sebagaimana dinyatakan dalam dokumen prakualifikasi.

Dalam dokumen pengajuan proyek, FTI memang menyampaikan pengalamannya dalam membangun BTS. Namun, berdasarkan hasil temuan BPK, pengalaman pembangunan BTS dalam dokumen tersebut bukan milik FTI. Melampirkan salinan kontrak pengalaman penggunaan teknologi BTS 4G milik perusahaan Datang Mobile Communications Equipment Co., Ltd. (DT).

Persoalan juga ada di konsorsium Lintasarta-Huawei-Surya Energi Indotama yang memegang proyek di wilayah Papua dan Papua Barat.  Dari penelusuran BPK, terungkap bahwa dokumen salinan kontrak yang dilampirkan untuk pemenuhan persyaratan kualifikasi teknis tidak lengkap. Sebab, dokumen salinan kontrak yang disampaikan Lintasarta tidak dilengkapi lampiran atau rincian pekerjaan.

Selain itu, pengalaman yang disampaikan Huawei juga belum dapat dinilai memenuhi syarat. Sebab, informasi dalam lampiran dokumen kontrak dirahasiakan. Huawei juga tidak mencantumkan nama kontak dan penghubung lima kantor cabang perusahaan sebagaimana dipersyaratkan.

Begitu pula dengan konsorsium Indonesia Bisnis Sejahtera (IBS) dan ZTE yang memegang proyek di wilayah Papua. Temuan BPK menunjukkan bahwa dukungan pemegang saham ZTE tidak sesuai ketentuan. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, nilai kekayaan kemitraan IBS-ZTE tercatat sejumlah Rp 2.083.762.939.890 yang terdiri dari kekayaan ZTE Indonesia sebesar Rp 616.443.216.456 dan IBS senilai Rp 1.467.319.723.434. “Nilai tersebut masih di bawah kekayaan bersih yang dipersyaratkan untuk mengikuti tiga paket pengadaan, yakni sebesar Rp 8,1 triliun,” tulis BPK dalam laporannya.

tempo

Selain itu, BPK menemukan dugaan permainan penentuan pemenang proyek. Awalnya, kemitraan IBS-ZTE tidak lolos sebagai pemenang proyek paket 4 dan 5 pembangunan BTS Bakti karena dianggap tidak memenuhi persyaratan teknis dan finansial. Namun, pada 22 Januari 2021, Pokja Pemilihan Pengadaan mengubah ketentuan di dokumen tender.

Perubahan spesifikasi tersebut membuat konsorsium IBS-ZTE yang semula tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi aspek finansial dan teknis. Kemitraan IBS-STE lantas melenggang menjadi pemenang. “Perubahan spesifikasi teknis tersebut terindikasi bukan didasarkan kepada analisa kebutuhan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, akan tetapi karena spesifikasi teknis yang dimiliki atau dapat disediakan oleh Konsorsium IBS-ZTE,” tulis laporan BPK.

BPK juga menemukan adanya pemborosan anggaran di proyek pembangunan BTS Bakti Kominfo. Tidak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 1.550.604.887.030 atau Rp 1,5 triliun.

tempo
Potret dari atas proyek BTS 4G BAKTI di Desa angkar Weli, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, pada Senin, 13 Maret 2023.Harfin Naqsyabandi/SCTV (Klub Jurnalis Investigasi)

Pemborosan anggaran yang sempat dicatat BPK tersebut mencakup dana komponen capital expenditure (capex) alias belanja modal. Antara lain biaya penggunaan helikopter dan sejenisnya yang mencapai Rp 1,4 triliun. Begitu pula dengan biaya training dan servis lainnya yang masing-masing senilai Rp 30,9 miliar dan Rp 60,6 miliar.

Komponen kedua yakni operational expenditure (opex) alias biaya operasional, berupa biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal atau Universal Service Obligation (USO) sebesar Rp 52 miliar. Dana tersebut dikembalikan sesuai permintaan BPK.

Saat dikonfirmasi, Legal Manager PT Fiberhome Technologies Indonesia Ronald Samuel Hunga tidak bersedia berkomentar. Menurut Ronald, perusahaannya tidak bersedia memberikan penjelasan karena kasus dugaan korupsi tersebut masih dalam proses penanganan di Kejaksaan Agung.

“Apabila kami melakukan wawancara dengan pihak lain selain tim investigasi Kejaksaan Agung, maka hal tersebut menjadi tidak etis dan tidak patut untuk dilakukan oleh kami yang merupakan salah satu saksi kasus dimaksud,” kata Ronald melalui surat yang disampaikan kepada KJI, Senin, 6 Maret 2023.

Hal senada disampaikan Country PR and Editor in Chief at Huawei Indonesia, Damar Harsanto. Perusahaan tidak bersedia melayani permintaan konfirmasi karena kasus BTS Bakti sudah memasuki ranah hukum di Kejaksaan Agung. “Harap maklum. Terima kasih,” kata Damar melalui pesan WhatsApp pada Rabu, 8 Maret lalu.

Hal senada juga disampaikan General Affair and Finance Manager PT Multi Trans Data Triyono Hadi. Triyono lantas meminta Tempo dan KJI untuk meminta keterangan ke pihak Kejaksaan Agung yang saat ini masih melakukan proses penyidikan.

“Kami sangat menghormati tim penyidik Kejaksaan Agung yang bekerja dengan profesional,” kata Triyono, Kamis, 16 Maret 2023. “Karenanya, menurut hemat kami, kurang elok sekiranya kami melaksanakan wawancara dan pemberian data dengan pihak di luar tim penyidik tersebut.”

Sedangkan permintaan konfirmasi ke PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo), PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Telkominfra), Lintas Arta, Surya Energi Indotama, Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS), dan Zhongxing Telecommunication Equipment (ZTE) tidak mendapat tanggapan. Hingga berita ini ditulis, surat permintaan konfirmasi yang disampaikan Tempo dan KJI belum dibalas.

tempo
Site BTS di Desa Ulu Wae, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.Harfin Naqsyabandi/SCTV (Klub Jurnalis Investigasi)

Permintaan Dana Operasional Rp 500 Juta Menteri Plate

Selain mengalir ke Gregorius Plate, duit proyek pembangunan BTS Bakti Kementerian Komunikasi juga diduga mengucur ke Menteri Johnny Plate. Berdasarkan dokumen pemeriksaan, Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif mengaku pernah diminta Menteri Johnny Plate menyetorkan dana operasional Rp 500 juta per bulan.

Permintaan tersebut disampaikan Menteri Johnny Plate saat Anang menemuinya di ruang kerja Plate, di lantai tujuh Gedung Kementerian Komunikasi sekitar Januari dan Februari 2021. Pada awal pertemuan, mereka membicarakan tentang rencana pengerjaan proyek BTS Bakti. Namun, pada akhir pertemuan Plate bertanya apakah Happy Endah Palupy, Kepala Bagian Tata Usaha Kominfo yang merangkap sebagai asisten Plate, sudah menyampaikan sesuatu kepada Anang.

tempo

Anang lantas bertanya mengenai apa. Selanjutnya Johnny Plate mengatakan tentang dana operasional tim pendukung menteri. “Sebesar Rp 500 juta setiap bulan untuk anak-anak kantor. Nanti Happy akan ngomong sama kamu,” ujar Anang menirukan perkataan Johnny Plate.

Anang lantas menemui Komisaris PT Solitechmedia Synergy Irwan Hermawan untuk dicarikan solusi sekaligus memberikan informasi kepada siapa duit disetorkan. Anang mengaku tidak tahu apakah permintaan dana operasional tersebut akhirnya dipenuhi atau tidak. Namun pada Februari 2021, Plate sempat bertanya mengenai duit operasional tersebut. “Ini penting untuk kerja anak-anak,” ujar Anang menirukan Johnny Plate. Menurut Anang, sejak saat itu Johnny Plate tidak pernah bertanya lagi tentang uang setoran untuk operasional tersebut.

Sumber Tempo dan KJI yang mengetahui proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi BTS Bakti Kominfo mengatakan, Irwan memang orang yang berperan untuk mengumpulkan duit dari pemenang proyek untuk selanjutnya menyetorkan ke para pejabat Kementerian Komunikasi. Setoran diberikan melalui banyak jalur, termasuk melalui sopir orang-orang dekat Johnny Plate.

tempo
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate (tengah) bersama Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kuntadi (kedua dari kanan), Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana (kedua dari kiri) dan jajaran penyidik Kejaksaan Agung Republik Indonesia memberikan keterangan pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 14 Februari 2023. Menkominfo Johnny G Plate menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama 9 jam terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo 2020-2022. Dalam keterangannya Johnny menyatakan siap diperiksa lagi jika dipanggil penyidik. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Bahkan pada awal pelaksanaan proyek, menurut sumber tersebut, setoran diberikan per pekan setiap Rabu. Proses transaksi itu dilakukan melalui jalur-jalur tikus dengan melibatkan banyak orang di sekitar Johnny Plate.

Setoran ke para pejabat Kementerian Komunikasi itu diduga menjadi salah satu alasan membengkaknya biaya pembangunan menara BTS Bakti. Berdasarkan perhitungan wajar, umumnya biaya pembangunan satu menara BTS membutuhkan dana sekitar Rp 1,8 miliar. Namun anggaran membengkak menjadi Rp 2,5 miliar hingga Rp 3,3 miliar untuk satu menara BTS.

Saat dikonfirmasi mengenai dugaan keterlibatan Irwan, Direktur PT Solitechmedia Synergy Ronald Abdi Nurhadi mengatakan perusahaanya tidak terkait dengan proyek pembangunan BTS Bakti Kominfo. “Irwan bertindak dalam kapasitasnya secara pribadi dan tidak ada hubungannya dengan PT Solitechmedia Synergy,” kata Ronald melalui keterangan tertulis, Selasa, 14 Maret lalu.

Terkait dugaan rasuah yang menjerat Irwan, Ronald mengklaim pihaknya telah meminta Irwan untuk mundur sebagai komisaris perusahaan setelah penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Sedangkan kuasa hukum Anang Latif, Kresna Hutauruk, enggan berkomentar ihwal materi perkara  dugaan korupsi yang menimpa kliennya. Dia beralasan, proses penyidikan di Kejagung sedang berjalan. “Intinya, klien kami siap mengikuti segala proses hukum yang sedang dan akan berjalan,” kata Kresna kepada Tempo, Sabtu, 25 Maret 2023.

Tempo dan KJI juga berupaya melakukan konfirmasi ke Johnny Plate dan Happy dengan menghubungi nomor telepon pribadi mereka serta melayangkan surat resmi sejak Jumat, 9 Maret lalu. Namun permintaan konfirmasi ke Happy tidak mendapat tanggapan. Begitu pula Johnny Plate yang di sejumlah kesempatan menyatakan tidak bersedia berkomentar.

“Saya sudah memberi keterangan sebagai saksi. Terkait substansi, itu wewenang Kejaksaan Agung,” ujar Johnny Plate usai diperiksa Kejaksaan Agung pada 15 Maret lalu.

Sedangkan kuasa hukum Johnny Plate, Muhammad Ali Nurdin juga tutup mulut. Dia hanya membalas permintaan konfirmasi yang disampaikan ke nomor WhatsApp pribadinya dengan mengirim stiker gambar orang tengah berdoa. “Semoga kita semua dalam lindungan Allah SWT,” tulis Ali, Sabtu, 18 Maret 2023.

Kepala Biro Humas Kominfo Rhina Anita Ernita Martono juga tutup mulut. "Mohon maaf, Kominfo belum bisa memberikan keterangan," ujar Rhina saat ditemui Tempo di kantor Kementerian Komunikasi pada Jumat, 24 Maret lalu.

Sementara itu Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali, mengatakan bahwa dia sudah menanyakan perkara dugaan korupsi di proyek BTS Bakti Kominfo ke Johnny Plate. Johnny Plate adalah menteri yang berasal dari Partai Nasdem. Menurut Ahmad Ali, saat itu Johnny Plate menjawab bahwa dia tidak memiliki hubungan dan kaitan dengan kasus tersebut. “Apa kami harus tidak mempercayai?” kata Ahmad Ali pada Sabtu, 18 Maret lalu.

Namun, Ali mengatakan jika Plate terbukti bersalah secara hukum dan menjadi tersangka, Nasdem bersikap sesuai peraturan internal partai. “Sederhana saja, kalau dia tersangka, dipecat,” ucapnya.

Kepala Subdit Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Haryoko Ari Prabowo, masih irit bicara. “Kalau ditanya benar atau enggak, kami belum bisa membenarkan maupun menyalahkan,” kata Prabowo, Kamis, 23 Februari 2023. “Kami sedang mendalami. Still going on.”

Makin Susah Internet di Daerah Tertinggal

Rasuah di proyek pembangunan menara BTS Bakti Kominfo menyebabkan masyarakat di berbagai daerah tertinggal kesulitan mendapat akses internet. Seperti yang dialami Willibrodus, 42 tahun, warga Desa Mokel Morid, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keberadaan menara BTS Bakti di desanya justru membuat sinyal internet di kampungnya semakin susah diakses.

Sebelumnya, Desa Mokel Morid tidak memiliki menara BTS. Meski begitu, warga masih bisa mendapatkan sinyal internet dari menara Desa Paan Leleng yang berjarak sekitar lima kilometer sebelah selatan desa. Namun, setelah Kominfo membangun menara BTS Bakti di Mokel Morid tahun lalu, sinyal internet di desanya justru hilang.

Warga desa yang ingin mendapatkan sinyal internet warga harus memanjat atau mengerek handphone mereka ke atas pohon di pinggir hutan untuk bisa menangkap sinyal internet dari menara Telkomsel di desa tetangga. “Dengan cara itu, kami bisa dapat jaringan internet dari Desa Paan Leleng dan terbunuhlah tulisan Telkomsel BAKTI (di layar handphone),” ujar Willibrodus. “Selama ada tulisan Telkomsel BAKTI di handphone, tidak ada internet.”

Cerita serupa disampaikan Edky, seorang guru dari Desa Sipi, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur. Menara BTS BAKTI yang dibangun di desanya pada November 2022 justru membuyarkan jaringan internet di wilayahnya. Dia dan puluhan siswanya terpaksa mendaki gunung, masuk kawasan hutan, untuk bisa mendapat sinyal internet dari desa tetangga saat ujian Asesmen Nasional Berbasi Komputer (ANBK). “Kalau tidak masuk hutan tidak dapat sinyal,” ucap Edky, Kamis, 22 Maret 2023.

tempo
Elisabeth, warga Desa Compang Kantar, , Manggarai Timur, NTT, yang belum mendapat bayaran atas sewa rumah bagi para pekerja proyek BTS BAKTI Kominfo di desanya. Elisabeth baru menerima Rp 6 juta dari total Rp 13,5 juta biaya sewa. Harfin Naqsyabandi/SCTV (Klub Jurnalis Investigasi)

Cerita lain datang dari Elisabeth, warga Desa Compang Kantar, Manggarai Timur. Proyek pembangunan menara BTS Bakti di desanya tidak kunjung rampung hingga sekarang. Di sekitar lokasi pembangunan hanya tampak lonjoran besi ditumpuk di tepi jalan. Hingga sekarang warga desanya masih susah mendapatkan internet. “Tumpukan besi itu sudah sejak 2021, sampai sekarang belum juga dibangun,” ujarnya.

Sekitar satu setengah tahun lalu truk pengangkut lonjoran besi datang ke desanya bersama sejumlah pekerja proyek. Beberapa pekerja proyek lantas menyewa rumah Elisabeth untuk tempat tinggal mereka. Namun hingga berbulan-bulan proyek tidak kunjung jalan. Para pekerja juga pergi begitu saja tanpa melunasi pembayaran sewa rumah. Dari biaya sewa Rp 13,5 juta, baru Rp 6 juta yang dibayar. “Saya tidak tahu menagih ke siapa,” ujarnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar, mengatakan rasuah di proyek pembangunan BTS Bakti Kementerian Komunikasi menyebabkan kerugian keuangan negara sekaligus membuat masyarakat menderita. Karena itu ICW mendesak Kejaksaan Agung untuk lebih serius mengusut dugaan korupsi tersebut.

“Kejaksaan Agung mesti segera melakukan asset tracing terhadap pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana dari hasil korupsi dalam kasus ini,” ujarnya. Kejaksaan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga perlu memeriksa seluruh transaksi mencurigakan dalam kasus BTS Bakti Kominfo ini. “Apa lagi kerugian negara akibat korupsi ini sangat besar, sekitar Rp 1 triliun. Itu belum termasuk kerugian perekonomian yang dialami masyarakat yang terdampak proyek ini.”

Liputan ini merupakan kolaborasi Tempo dengan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) yang terdiri dari Liputan6 SCTV, Narasi TV, Suara.com, Jaring.id, Detik.com, dan Tirto.id.

CREDIT

Penulis

Multimedia

Editor