DARI MEGA DAN LADY DIANA


Wali Kota Tjhai Chui Mie menepis anggapan bahwa karier politik bisa mengurangi peran seorang ibu. Pada akhir pekan, kegiatannya sebagai wali kota tak juga reda.

TJHAI Chui Mie tak mengira aktivitas sosialnya membawa dia menjadi kepala daerah perempuan pertama dari etnis Tionghoa di Indonesia. Chui Mie yang tahun ini menginjak usia 50, sejak kecil terkenal supel. Dia bergaul dengan setiap kalangan di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, tempat kelahirannya.

Saat gadis, Chui Mie kerap menolong warga di sekitar lingkungan rumahnya. Biasanya dia jadi tempat bertanya warga mengenai banyak hal. “Saya suka kegiatan sosial, bantu korban bencana, orang sakit, atau pihak mana pun yang butuh bantuan,” ujarnya pada Senin, 1 Agustus 2022.

Ketika itu, Chui Mie tak terpikir sedikit pun untuk terjun ke dunia politik. Dalam bayangannya, politik terlalu rumit. Hingga kemudian, dia diajak bergabung ke Partai Perhimpunan Indonesia Baru yang melihat aktivitas sosialnya. Pada 2009, Chui Mie ikut pemilihan umum legislatif dan mendapat suara terbanyak sekota Singkawang.

Pada pemilu 2014, Chui Mie maju lagi. Kali ini dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. “Saat menjabat sebagai anggota legislatif, saya baru sadar posisi ini sangat strategis untuk membuat perubahan, menolong permasalahan warga, dan memikirkan produk hukum yang tepat sebagai jalan keluar,” kata Chui Mie.

Dia pun terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Singkawang. Jabatan ini tidak membuatnya besar kepala. Dia tetap Chui Mie yang bergaul dengan banyak kalangan, bersentuhan langsung dengan warga, serta terus belajar. Penyelesaian soal tapal batas wilayah kabupaten dengan win-win solution membuat prestasinya kian tersorot.

Saat menjabat sebagai anggota legislatif itu pula, Chui Mie melihat banyak permasalahan yang dapat diselesaikan oleh pemegang kebijakan. Maka, dia membulatkan tekad untuk maju di pemilihan kepala daerah Kota Singkawang pada 2017.

BIODATA

Tjhai Chui Mie

Tempat, tanggal lahir: Singkawang, 27 Februari 1972

Pendidikan:

- SDN 1 Sedau Singkawang

- SMP Santo Tarssius Singkawang

- SMK Pratiwi Singkawang

- Sarjana, STIE MULIA Singkawang

- Magister, Magister Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak

Karier:

- Ketua DPRD Kota Singkawang (2009-2014)

- Anggota DPRD Kota Singkawang (2014-2018)

- Wali Kota Singawang (2018-sampai saat ini)

Bahu Manis Kota Seribu Kelenteng

KOTA Seribu Kelenteng jadi julukan Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Seperti julukannya, kota ini memang mempunyai banyak kelenteng, rumah ibadah penganut Konghucu. 

Kebudayaan Tionghoa di Kota Singkawang inilah yang jadi salah satu daya tarik wisata berskala internasional. Saban perayaan Imlek, Kota Singkawang akan penuh dengan agenda seni budaya. “Kota Singkawang ini sudah punya modal, tinggal dipoles saja,” ujar Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie di kantornya, Senin, 1 Agustus 2022.

Chui Mie berasal dari suku Hakka atau dikenal juga dengan nama Khek. Hal ini juga salah satu modal sosial Chui Mie dalam memimpin Kota Singkawang. Walau merupakan etnis mayoritas di Kota Singkawang, warga Tionghoa masih sungkan menyatakan pendapat serta keinginannya. Chui Mie memangkas jarak tersebut melalui komunikasi langsung dengan warga.

Dia berharap, suara orang kecil yang ditemuinya menjadi masukan dalam membangun daerah yang dipimpinya. Dari warganya pula, ia memahami bahwa infrastruktur merupakan prasarana pokok dalam membangun industri pariwisata. Chui Mie ingin Singkawang tak hanya ramai saat perayaan Cap Go Meh, Imlek, atau sembayang kubur saja. Maka, masterplan menjadi panduan untuk mendandani Singkawang semolek mungkin.

Wacana ini memakan biaya yang tidak sedikit. Tapi Chui Mie tak kehabisan akal. Dia menggandeng pihak ketiga untuk ikut membiayai pembangunannya. “Sama-sama diuntungkan. Pihak ketiga promosi, sedangkan Singkawang dapat bangunannya,” katanya.

Konsep ini digunakan pula untuk pembangunan tiga gerbang yang menghubungkan Kota Singkawang dengan kota sekitarnya. Tiga gerbang ini akan menggambarkan tiga budaya di Singkawang, yakni Tionghoa, Dayak, dan Melayu (Tidayu).

Dia pun mengundang semua pemuda warga Singkawang yang berkuliah di luar Kalimantan Barat untuk kembali dan membangun daerahnya. Kemudahan layanan publik dan dukungan pemerintah daerah terhadap iklim wirausaha akan diberikan kepada para pemuda daerah, termasuk investor dari luar.

Kegigihan Chui Mie ini diganjar penghargaan sebagai Kota Inovatif dari Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2021 lalu. Gelar ini disandingkan dengan gelar Kota Toleransi di Indonesia.

Program Chui Mie tak melulu yang bersifat simbolis. Dia mempunyai program bantuan hukum gratis bagi warga dan kelompok rentan yang berurusan dengan hukum. Program tersebut dinamai Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin atau Bahu Manis.

Progam ini ada di bawah Bagian Bantuan Hukum Pemerintah Kota Singkawang, serta pendampingan dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Perempuan dan Keluarga (LKBH PeKa). Pemerintah Kota Singkawang saat ini memiliki perda tentang bantuan hukum bagi masyarakat miskin sebagai payung hukum pemberian bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu.

“Kota Singkawang menjadi daerah pertama di Kalbar yang merealisasikan program ini di bawah kepemimpinan Ibu Tjhai Chui Mie,” kata Sari Maudy Tangkau, kepala subbagian bantuan hukum.

Selain bekerja sama dengan LBH yang mendukung penanganan ligitasi, Pemerintah Kota Singkawang juga bekerja sama dengan Program Posbankum di Pengadilan Negeri Singkawang untuk nonligitasi. “Baru-baru ini kami tengah memberikan bantuan hukum pada dua anak laki-laki korban trafficking,” ujarnya.

Sebelumnya, program Bahu Manis berhasil menolong warga Kota Singkawang yang mengalami masalah hukum di Malaysia. Buruh Migran tersebut didampingi hingga ke tingkat Mahkamah Agung dan akhirnya mendapatkan putusan bebas. “Saat ini sudah bekerja di Maluku,” Sari berkisah.

Menangani orang-orang yang membutuhkan bantuan hukum tersebut, perasaan Sari tersentuh. Namun Chui Mie-lah yang memberikan semangat untuk terus melakukan tugasnya. “Kata Bu Wali, posisikan diri kita di posisi mereka yang kesusahan,” ujarnya.

Chui Mie cuti dari jabatannya dan mulai memetakan modal sosial politik yang dimiliki. Elektabilitasnya cukup tinggi. Dia mendapat tiket dari PDIP dan diusung tiga partai lainnya. Ihwal modal sosial, Chui Mie telah lama menjalin ikatan dengan kelompok etnis dan keagamaan. Padahal, menurutnya, modal ekonomi yang dimilikinya tidak terlalu besar.

“Saya berserah pada Tuhan saja dan optimistis,” ujarnya. Bersama calon wakilnya saat itu, Irwan, dia memenangi pemilihan kepala daerah dengan angka telak 42,60 persen; mengalahkan tiga pasangan lainnya. Perolehan suaranya di kalangan pemilih muda cukup signifikan. Chui Mie dianggap sebagai pemimpin yang bisa mengayomi semua kalangan, memiliki ide segar, dan tidak kaku.

Ada dua perempuan yang menginspirasinya dalam dunia politik dan sosial. Chui Mie mengagumi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Bu Mega dengan ketegasannya mampu memimpin partai yang mengusung suara rakyat,” katanya. Tokoh lainnya adalah bangsawan Kerajaan Inggris, Lady Diana, yang dianggapnya memiliki jiwa sosial yang tinggi.

Chui Mie terpukau lantaran Lady Di sangat dicintai rakyat Inggris, bahkan warga dunia, hingga akhir hayatnya. Ini memotivasinya untuk mengabdikan hidup agar berguna bagi orang banyak.

Namun ada harga yang harus dibayar untuk kiprahnya di dunia politik dan jadi pejabat publik. Walau mendapat restu dari suaminya, Liem Hook Nen, namun anak-anaknya merasa privasi dan waktu ibunya terganggu. “Anak-anak jadi tidak bebas kalau jalan sama saya. Saya harus mendengarkan warga, saya komit untuk tetap menerima warga,” ujarnya.

Kepala bagian Satuan Polisi Pamong Praja Kota Singkawang Kuswara memberi kesaksian soal totalitas atasannya. “Ibu benar-benar mendedikasikan waktunya untuk warga. Pada akhir pekan saja, ibu tetap ada agenda,” ujar Kuswara.

Namun pelan-pelan Chui Mie memberikan pengertian kepada tujuh anaknya soal tanggung jawab yang sedang dia emban. “Anak saya tujuh. Empat anak kandung, tiga anak kakak saya. Mereka sudah tinggal dengan saya sejak saya menikah dengan suami,” katanya.

Meski begitu, karier Chui Mie tak mulus-mulus amat. Sebagai perempuan, Chui Mie mempunyai tantangan tersendiri. Terutama, pandangan bahwa karier politik akan mengurangi perannya sebagai seorang ibu. “Anak-anak saya sudah besar. Satu sudah mau meneruskan kuliah pascasarjana,” katanya. Empat anaknya berada di Jakarta, tiga lainnya tinggal di Singkawang, termasuk anak bungsunya yang duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Satu per satu pandangan orang yang meragukan kemampuannya terpatahkan. Kehidupan keluarganya tidak terusik karena kariernya. Kakak perempuannya, yang pada awalnya tak setuju karena menganggap dunia politik kejam, kini balik mendukung. Chui Mie memberikan pelajaran politik di daerahnya, bahwa perempuan yang berkarier di dunia politik bukan pemanis belaka.

Untuk menambah wawasannya, Chui Mie melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura. Ketakutan banyak kepala daerah akan kesalahan administrasi yang dapat berujung pidana ditepisnya dengan menjalin kerja sama dengan banyak pihak.

“Saya membuat perjanjian kerja sama dengan Universitas Tanjungpura soal hukum. Selain itu juga ada tim ahli wali kota dari arsitektur soal tata letak Kota Singkawang,” katanya. Kebijakan-kebijakan yang diambil pun diupayakan melalui kajian hukum yang mendalam.

Dia mencontohkan penyelesaian izin hotel-hotel yang jadi landmark Kota Singkawang. Awalnya pengusaha mengeluhkan tak kunjung mendapatkan izin prinsip lantaran nyangkut pada aturan yang ada. Dia pun memanggil tim ahli hukum serta dinas terkait untuk mencari solusi. Cukup lama hingga ditemukan jalan keluar yang menguntungkan kedua pihak, tanpa melanggar aturan.

Kinerja dan reputasi Chui Mie yang moncer berimplikasi terhadap staf-stafnya. Kuswara menilai staf menjadi tidak ragu untuk menjalankan kebijakan-kebijakan yang diambil Chui Mie. Menurutnya, roda pemerintahan yang baik adalah ketika semua bawahan dapat menerjemahkan kebijakan pimpinan dengan baik dan suportif.

Muhammadin, Ketua Persatuan Forum Komunikasi Pemuda Melayu (PFKPM) Kota Singkawang, mengatakan, prestasi yang diraih Kota Singkawang sebagai Kota Toleransi merupakan salah satu bukti keberhasilan Chui Mie memimpin daerahnya. “Beliau terkenal sebagai pekerja keras dan disiplin,” kata Muhammadin, yang pernah jadi rival Chui Mie, dalam pemilihan kepala daerah pada 2017. Muhammadin, yang juga anggota DPRD Kota Singkawang, berharap agar Chui Mie terus konsisten membangun Singkawang.

Klik untuk kembali ke halaman utama