GAYATRI DI TEPI BRANTAS

SABAN hari, hampir tak ada waktu Ika Puspitasari yang lowong. Wali Kota Mojokerto, Jawa Timur, itu sibuk dari subuh hingga malam. Seperti pada Senin, 15 Agustus 2022, baru sore hari ia menginjakkan kaki di Pendapa Sabha Mandala Madya, kantor Pemerintah Kota Mojokerto.

Ning Ita, sapaan perempuan kelahiran 1979 ini, mengatakan ia baru saja mengikuti sosialisasi penilaian indeks inovasi daerah dan persiapan Innovative Government Award (IGA) Tahun 2022 di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan Pemkot Mojokerto di Jalan Jawa. “Saya baru ada coaching dengan Kemendagri soal inovasi government,” kata Ika pada Senin itu.

Balik ke Pendapa, tiga acara sudah menanti wali kota periode 2018-2023 itu: khotmil Quran dan istigosah, pengukuhan pasukan pengibar bendera pusaka (paskibraka), dan pencanangan gerakan pembagian bendera merah putih. Khotmil Qur’an, kata Ika, diadakan sejak pagi untuk menyukuri 77 tahun kemerdekaan Indonesia. Selain mendatangkan kelompok pengajian, ia juga menghadirkan hafiz dan hafizah dari Kota Mojokerto.

Sejak menjabat wali kota, politikus Partai NasDem itu sudah membulatkan tekad untuk total mengurus daerahnya. Selain waktu, dia juga mencurahkan pikirannya untuk membuat inovasi di pemerintahannya, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik. Dalam berinovasi, dia banyak dibantu bawahannya.

Biodata

Ika Puspitasari


Tempat Tanggal Lahir: Mojokerto, 12 April 1979

Pendidikan: Sarjana, Universitas Airlangga, Surabaya

Karier:

- Bendahara Rumah Sakit Islam Sakinah Mojokerto

- Direktur Keuangan PT SPU M

- Ketua PC Muslimat NU Masa Khidmat 2022-2027

- Wali Kota Mojokerto (2018-2023)

Dari Awam Jadi Paham

SEPULUH hari menjelang pelantikannya sebagai Wali Kota Mojokerto, Ika Puspitasari dipersunting seorang pengusaha asal Banyuwangi, Supriyadi Karima Saiful. Sang suami yang menjabat Ketua Partai NasDem Banyuwangi itu kemudian menjadi salah satu guru politik sekaligus motivator Ika.

Meski sejak muda aktif di Muslimat Nahdlatul Ulama, organisasi sayap perempuan Nahdlatul Ulama, dan menjabat Ketua NasDem Kota Mojokerto, Ika masih awam politik praktis. Ia mengaku baru melek politik dan pemerintahan saat hendak maju sebagai Wali Kota Mojokerto pada pemilihan 2018. Saat itu, dia berpasangan dengan Ahmad Rizal Zakaria. Bersama Ahmad Rizal, dia menyusun visi-misi yang menjadi jualan kampanyenya. Setelah terpilih, visi-misi itu Ika realisasikan dalam bentuk program yang inovatif.

Ika bersyukur dalam memimpin Kota Mojokerto ia mendapat dukungan penuh dari suaminya. Sehingga, ia bisa berkonsentrasi memimpin daerahnya dan mendorong berbagai inovasi dalam pelayanan publik. Selain “Big Data” lokal di bidang kesehatan yang dinamai Gayatri, bawahan Ika menciptakan inovasi lain. Di antaranya Curhat Ning Ita oleh Dinas Kominfo, Ngarang Biji Good Bye oleh Dinas Kesehatan, Si Mapan (Solusi Medis Lengkap dalam Satu Genggaman) oleh RSUD dr. Wahidin, E-Surat oleh Bagian Umum, PPBD Online dari Dinas Pendidikan, hingga Magis (Mojokerto Kota-Geographic Information System) oleh Bappeda Litbang.

Berkat berbagai inovasi berbasis aplikasi tersebut, Ika diganjar sejumlah penghargaan. Namun penghargaan lain juga ia dapatkan berkat tata kelolanya di pemerintahaan. Yang terbaru, ia baru menerima tiga penghargaan sekaligus dalam acara BKN Award 2022. Badan Kepegawaian Negara menyerahkan penghargaan itu pada Kamis, 11 Agustus 2022. Penghargaan yang diterimanya meliputi peringkat II kategori implementasi penerapan manajemen kinerja pemerintah kota tipe kecil, peringkat III kategori perencanaan kebutuhan dan mutasi kepegawaian pemerintah kota tipe kecil, serta peringkat IV kategori penilaian kompetensi pemerintah kota tipe kecil.

Peneliti inovasi pelayanan publik dari Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari, mengatakan, berkat berbagai inovasinya, Ita bisa membawa indeks pembangunan manusia Kota Mojokerto mencapai 78,43. Angka itu di atas rata-rata Jawa Timur yang berada pada level 72,14. Indeks yang diukur dari tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli tersebut memang tidak setinggi yang dicapai Kota Surabaya (82,31) atau Kota Malang (82,31). Tapi, kata Wawan, itu sudah lumayan bagus. “Indeks pembangunan manusia Kota Mojokerto masuk kategori menengah,” katanya.

Ika mengatakan, Pemkot Mojokerto membuat banyak inovasi bukan semata untuk mengejar penghargaan. “Tapi ruh dari inovasi ini sebenarnya adalah jawaban atas kebutuhan dan tuntutan masyarakat,” katanya. “Setiap ASN memiliki dua tugas tanggung jawab, yaitu memberikan pelayanan publik, serta menyelenggarakan tata kelola pemerintahan.”

Maka, kata Ika, setiap organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemkot Mojokerto wajib melahirkan inovasi yang berkualitas. Meski menciptakan inovasi adalah keharusan, OPD tak mengeluh. Sebab, kata Ika, setiap OPD telah diikat dengan perjanjian kinerja. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa setiap OPD minimal harus menciptakan satu inovasi pelayanan publik setahun sekali. “Bagi OPD yang inovasinya mendapatkan award di level nasional, mereka mendapat tambahan penghasilan prestasi kerja sebesar 15 persen, dan 5 persen bila mendapat award di level provinsi,” kata Ika.

Ika mencontohkan, Pemkot Mojokerto pada 2019 menciptakan sebuah inovasi yang diberi nama Gayatri, akronim dari “gerbang layanan terpadu terintegrasi”. Gayatri merupakan kumpulan data di sektor kesehatan yang ke depannya diharapkan menjadi Big Data seluruh warga Kota Mojokerto. 

Ketika Covid-19 menggila, kata Ika, Gayatri banyak membantu pemerintah kota sehingga pengendalian virus corona di wilayahnya cukup baik. Sebab, Gayatri bisa diakses oleh seluruh forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), OPD, bahkan RW dan RT. Dengan satu data tersebut, kata dia, sebaran Covid-19 dapat segera diketahui sehingga penanganannya tidak terlambat. “Berkat Gayatri, capaian vaksinasi kami tertinggi pertama di seluruh Jawa Timur,” ujar Ika.

Ke depan, Ika ingin Gayatri tidak hanya soal data besar warga Kota Mojokerto di bidang kesehatan, melainkan juga data pada bidang-bidang yang lain, misalnya pendidikan dan ekonomi. Ika menyebut inovasi yang mirip-mirip Gayatri juga diterapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. “Kami memulai lebih dulu, meskipun baru di bidang kesehatan,” kata Ika.

Selain Gayatri, di bawah pimpinan Ika, pemerintahannya juga menciptakan berbagai inovasi berbasis aplikasi. Berkat inovasi layanan tersebut, Pemkot Mojokerto meraih IGA 2021 dari Kemendagri. Kota di tepi Sungai Brantas itu menduduki peringkat ketujuh kategori kota seluruh Indonesia.

Sebelum jadi wali kota, Ika adalah seorang pekerja kantoran biasa. Lulusan Fakultas Ekonomi ini bekerja di bagian keuangan sehingga tak pernah terpikir untuk terjun ke dunia politik. Walau begitu, sejak muda ia aktif di Muslimat Nahdlatul Ulama.

Saat itu pun dia belum memikirkan soal inovasi-inovasi yang kelak lahir di pemerintahannya. Hingga akhirnya, sang kakak yang merupakan Bupati Mojokerto Mustafa Kamal Pasa mengajaknya terjun ke dunia politik dan nyalon sebagai orang nomor satu di Kota Mojokerto. “Sebelum menjadi kepala daerah, saya masih buta terhadap dunia pemerintahan,” katanya. “Saya awalnya tidak tahu kalau nanti jadi wali kota saya harus berbuat apa dan bagaimana.”

Ika baru berpikir soal menciptakan inovasi-inovasi layanan publik saat menyusun visi dan misi menjelang pemilihan kepala daerah. Ika menautkan bidang satu dengan bidang lainnya agar ada inovasi unggulan untuk memajukan wilayah. “Bagaimana skema untuk melakukan itu, tahunya, ya, setelah masuk pemerintahan. Ternyata jawabannya harus inovasi dan inovasi,” kata Ika.

Peneliti inovasi pelayanan publik dari Universitas Brawijaya Malang, Wawan Sobari, mengatakan Kota Mojokerto salah satu daerah yang sering lolos sampai ke top 99 bahkan top 45 Kompetisi Inovasi Pelayanan Pubik tingkat nasional. Wawan menilai hal itu berkaitan erat dengan kinerja kepala daerahnya. “Riset-riset saya menemukan bahwa komitmen pemimpin dalam mendorong inovasi itu penting,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik itu.

Ika beruntung mendapat dukungan penuh dari suaminya, Supriyadi Karima Saiful. Menurut Ika, suaminya yang berprofesi pengusaha sekaligus politikus NasDem memberi tahunya bahwa seorang kepala daerah tidak hanya harus tahu soal pemerintahan, tapi juga harus punya kepekaan politik yang tinggi. Karena kepala daerah adalah jabatan politik, kata Ika, maka komunikasi dengan seluruh partai politik dan masyarakat terus ia jalin. “Suami saya mendukung dan membantu sepenuhnya komunikasi politik ini,” ujarnya.


Setelah empat tahun menjabat kepala daerah perempuan, Ika merasa bahwa ia tak mendapat perlakuan berbeda dari pejabat pemerintah pusat, kolega, ataupun bawahannya. Karena itu, di pemerintahannya pun Ika menjunjung tinggi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. “Perempuan menjadi pejabat publik saat ini sudah tidak aneh,” katanya. “Beda dengan puluhan tahun lalu.”

Klik untuk kembali ke halaman awal