Longform

Menilik Kedaulatan Rupiah di Perbatasan RI-Malaysia

Senin, 31 Oktober 2022

Kewajiban menggunakan uang rupiah saat melakukan transaksi pembayaran belum sepenuhnya bisa dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, terutama di daerah terdepan, terluar dan terpencil. Perlu banyak infrastruktur dan inovasi teknologi untuk menjaga kedaulatan rupiah.

Oleh Moh. Khory Alfarizi

tempo

TANGGAL 30 Oktober diperingati sebagai Hari Oeang, saat pertama kali Oeang Republik Indonesia (ORI) diedarkan pada tahun 1946. Hari itu juga menjadi penanda kedaulatan mata uang Indonesia, rupiah, sebagai alat tukar resmi sekaligus identitas negara. Namun, apakah rupiah benar-benar sudah berdaulat di negaranya, khususnya di wilayah perbatasan?

Penggunaan mata uang di Indonesia sudah diatur di Pasal 33 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang mewajibkan setiap transaksi di Indonesia menggunakan mata uang rupiah. “Secara prinsip rupiah saat ini telah berdaulat di NKRI, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2011,” ujar Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim kepada Tempo pada Sabtu, 29 Oktober 2022.

Marlison menjelaskan, dalam aturan itu ditegaskan bahwa semua transaksi pembayaran wajib menggunakan uang rupiah. Di semua daerah, termasuk wilayah terdepan, terluar dan terpencil (3T) harus menggunakan rupiah, begitu pula daerah yang banyak didatangi wisatawan asing.

tempo
Anak-anak di Sekolah Dasar Muhammadiyah 001 Simpang Bahagia, Kecamatan Sebatik Barat, Kabupaten Nunukan, saat menerima pecahan uang rupiah kertas tahun emisi 2022 pada 1 September 2022. TEMPO/Moh Khory Alfarizi

Meski begitu, Marlison mengakui bahwa di daerah perbatasan seperti di Sebatik—yang berbatasan langsung dengan Malaysia—masih ada yang menggunakan ringgit sebagai alat tukar. Hal itu tidak bisa terhindarkan karena perbatasan darat antara penduduk kedua negara begitu dekat, hanya bertetangga di belakang rumahnya.

Dengan begitu, transaksi warga negara Malaysia di toko di wilayah Indonesia atau sebaliknya menjadi pemandangan lazim. “Bahkan Rupiah sendiri diterima dan digunakan di wilayah Malaysia,” kata Marlison. Tapi, sebaliknya, penggunaan Ringgit sudah jauh berkurang, termasuk di wilayah-wilayah perbatasan lain di Indonesia.

tempo
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim mengedarkan uang baru tahun emisi 2022 dan berbincang dengan warga di wilayah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, pada Kamis, 1 September 2022. TEMPO/Moh Khory Alfarizi

“Karena kesadaran dan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia di perbatasan yang menghargai dan menghormati rupiah sebagai simbol kedaulatan negara semakin tinggi. Sehingga selalu menggunakan rupiah,” ucap Marlison.

Untuk menjaga kedaulatan rupiah itu, Marlison menambahkan, Bank Indonesia bersama pemerintah daerah, perbankan, serta lembaga memastikan pasokan rupiah dalam jumlah yang cukup di berbagai wilayah. Selain itu, pecahan rupiah juga akan diedarkan sesuai kebutuhan dan dalam kondisi layak edar atau berkualitas baik.

“Diikuti juga dengan edukasi dan sosialisasi tentang penggunaan rupiah kepada seluruh elemen masyarakat,” tutur Marlison.

Di masa mendatang, Marlison berpesan agar rupiah tidak lagi dianggap sekadar mata uang, tapi menggambarkan perjalanan bangsa dan negara Indonesia. Rupiah pada intinya berisi narasi dan cerita tentang keberagaman dan kebersatuan Indonesia. Oleh karena itu, rupiah sebagai alat pembayaran yang sah wajib dihormati dengan cara cinta, bangga dan paham rupiah. 

Adapun cinta dilakukan dengan menjaga dan merawat rupiah dengan baik dan tidak merusaknya. “Bangga menggunakan transaksi apapun baik tunai maupun non tunai selalu menggunakan rupiah. Begitu juga paham menggunakan rupiah secara bijak untuk berbelanja,” ucap dia.

Ekspedisi Rupiah Berdaulat

Untuk menjaga kedaulatan rupiah, Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim menjelaskan, bank sentral melakukan sejumlah kegiatan yang melibatkan pemerintah daerah, perbankan, serta lembaga terkait untuk memastikan pasokan rupiah dalam jumlah yang cukup di berbagai wilayah.

Salah satu yang dilakukan BI adalah melaksanakan ekspedisi rupiah berdaulat (ERB) sepanjang tahun 2022 di wilayah terdepan, terluar, dan terpencil (3T) dengan menggandeng TNI AL. “Untuk ERB tahun ini dilaksanakan sebanyak 16 (enam belas) kegiatan dengan target 81 (delapan puluh satu) pulau di wilayah 3T. “Seratus persen sesuai dengan rencana,” ujar Marlison pada, Sabtu, 29 Oktober 2022.

Kegiatan dalam ERB meliputi layanan penukaran uang, sosialisasi dan edukasi, pemberian bantuan sosial, serta program bela negara. Dimulai pada 31 Januari 2022 di Provinsi Kepulauan Riau, acara itu berakhir pada 28 September 2022 di Provinsi Sulawesi Selatan.

ERB mandiri juga digelar oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) sebanyak 3 kegiatan di 3 Provinsi (Banten, Sulawesi Tenggara, dan Maluku). Ada juga kegiatan di 10 pulau 3T, sehingga total jumlah kegiatan ERB 2022 adalah 19 kegiatan dengan 91 pulau dikunjungi.

BI dalam kesempatan itu juga menghadirkan kas keliling untuk mempercepat proses penarikan uang lusuh (clean money policy) dan menyediakan pecahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Total realisasi penukaran uang mencapai Rp 54,3 miliar,” ucap Marlison.

Kegiatan lainnya adalah sosialisasi dan edukasi Cinta, Bangga, dan Paham (CBP) Rupiah di 91 pulau 3T. Juga pemberian bantuan sosial kepada masyarakat, sekolah, dan tempat peribadatan berupa sembako, sarana pendidikan, kesehatan, olahraga, sarana dan prasarana lingkungan hidup dan kebudayaan. 

“Total realisasi penyaluran bantuan sosial mencapai Rp 4,05 miliar. Sedangkan pelaksanaan kegiatan bela negara kepada pejuang rupiah peserta ERB oleh Perwira KRI TNI AL,” tutur Marlison.

Sejak Agustus 2022, pelaksanaan ERB juga menjangkau wilayah Provinsi Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan, Bank Indonesia juga bekerja sama engan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk memperluas penyaluran bantuan sosial di wilayah 3T.

BI mengklaim ERB tahun ini memberikan dampak positif dan manfaat kepada TNI AL dan masyarakat khususnya di wilayah 3T, serta pemerintah daerah. Sebab, dengan kegiatan tersebt, uang rupiah layak edar tersedia di seluruh wilayah Indonesia dan kedaulatan ekonomi serta rupiah sebagai salah satu simbol negara tetap terjaga.

Selalu Siap Transaksi dengan Rupiah dan Ringgit

Di beberapa daerah seperti Tarakan, Nunukan, dan Sebatik, Kalimantan Utara—berbatasan dengan Malaysia—menjadi hal umum bagi masyarakat menggunakan ringgit, mata uang Malaysia, selain rupiah. 

Warga asli Desa Sei Nyamuk, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Suryanti, misalnya, menjelaskan setiap transaksi membeli sesuatu masih banyak warga menggunakan dua mata uang itu. 

“Masih pakai (Ringgit sebagai alat transaksi), tapi enggak seberapa, enggak kayak dulu. Tapi iya (disediakan dua mata uang itu)” ujar dia seusai menukarkan uang baru di depan PT Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara atau Bankaltimtara, Sebatik, Kalimantan Utara, pada Kamis, 1 September 2022.

tempo
Di salah satu warung di Sebatik, Tempo mencoba membeli beberapa minuman kaleng dengan uang Rupiah dan meminta kembalian uang Ringgit pada pada 1 September 2022. TEMPO/Moh Khory Alfarizi

Dalam sebulan, perempuan 35 tahun itu mengaku kerap menggunakan ringgit 2-3 kali untuk bertransaksi di toko-toko besar. Sedangkan untuk bertransaksi di pasar tradisional, ia lebih sering menggunakan rupiah. Para pendatang, kata dia, biasanya menggunakan rupiah dan jarang memakai ringgit. 

“Tapi masih ada (yang pakai ringgit), kebanyakan toko besar. Kalau pendatang, mau koleksi juga bisa ditukar, kayak Rp 17.000 kan setara dengan 5 ringgit,” tutur ibu rumah tangga itu.

Warga lain bernama Umar Mustafa yang berprofesi sebagai penjual ayam potong juga membenarkan masih banyaknya penggunaan mata uang ringgit di daerah tempat tinggalnya. “Saya juga di sini baru. Tapi saya siapkan Ringgit dan Rupiah, karena biasa orang belanja di toko-toko pakai kedua mata uang itu. Dua-duanya diterima, di sini kan berdekatan dengan Malaysia,” ucap pria berusia 51 tahun itu.

Di salah satu warung di Sebatik, Tempo mencoba membeli beberapa minuman kaleng total harga Rp 41 ribu. Dibayar dengan uang Rp 50 ribu, dan meminta kembalian dengan uang ringgit. “Boleh (kembaliannya ringgit), dipakai Rp 41 ribu, jadi kembaliannya 3 ringgit ya karena uangnya Rp 50 ribu. Untuk 3 ringgit ini sama dengan Rp 9 ribu, jadi 1 ringgit sama dengan Rp 3 ribu,” ujar wanita penjaga warung itu.

Memaknai Kedaulatan Rupiah

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai tantangan penggunaan rupiah di perbatasan bukan semata-mata karena masyarakat tidak punya rasa nasionalisme. Menurut dia, ada sejumlah faktor yang membuat kedaulatan rupiah di perbatasan masih perlu terus didorong. 

Bhima lantas mencontohkan rata-rata pekerja migran yang menerima penghasilannya dalam ringgit, walhasil mereka akan bebelanja dengan menggunakan Ringgit. “Mungkin money changer atau pertukaran valas jauh dari lokasi rumah warga. Sehingga ada ongkos tambahan untuk menukar ringgit ke rupiah,” ucap dia.

tempo
Anggota TNI AD menerima uang baru tahun emisi 2022 di wilayah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, pada Kamis, 1 September 2022. TEMPO/Moh Khory Alfarizi

Faktor lainnya adalah belum merata tersedianya mesin ATM di sejumlah daerah. Oleh karena itu, peran bank menjadi penting untuk terus melakukan ‘jemput bola’. Meksi ia tak memungkiri ada juga kemajuan karena layanan bank sudah masuk ke daerah perbatasan. 

Namun, Bhima menilai masyarakat juga perlu didorong untuk menggunakan pembayaran digital, sehingga rupiah tidak melulu harus dalam bentuk uang kertas atau fisik. “Asal koneksi internetnya mendukung, masyarakat akan terbantu dengan pembayaran rupiah melalui mobile banking atau dompet digital misalnya,” kata dia.

Sementara Co-Founder dan Direktur Eksekutif Segara Institut Pieter Abdullah Redjalam menilai kedaulatan uang rupiah jangan dilihat secara sempit penggunaannya. Di Amerika Serikat, misalnya, dolar AS yang merupakan mata uang utama dunia masih sangat mungkin digunakan sangat terbatas di daerah dan komunitas tertentu.

“Itu bukan berarti dolar Amerika tidak berdaulat. Demikian juga dengan ringgit Malaysia. Adanya penggunaan rupiah di beberapa wilayah perbatasan Malaysia-Indonesia juga bukan berarti ringgit tidak berdaulat. Sama juga dengan Rupiah,” ujar ekonom itu.

Menurut Pieter, rupiah saat ini jelas berdaulat di wilayah NKRI, dengan ukurann yang sederhana. Tidak ada satu pihak pun yang tidak berkenan atau menolak rupiah sebagai alat pembayaran. Tingkat penerimaan terhadap rupiah untuk semua transaksi inilah gambaran utuh kedaulatan rupiah. 

“Kita baru mempertanyakan kedaulatan Rupiah kalau ada satu saja kelompok masyarakat yang berani menolak Rupiah. Jika mereka terbuka menyatakan menolak dan meminta pembayaran dengan mata uang asing,” tutur Pieter. “Kalau itu terjadi, kita bisa mempertanyakan kedaulatan rupiah.”

CREDIT

Penulis

Multimedia

Editor