MATAHARI telah condong ke arah barat. Sinarnya sudah tidak terasa di kulit. Kedua tangan Ni Nengah Parmi, 55 tahun kokoh menggenggam cangkul. Meski tubuhnya tak besar, dia trengginas menggali tanah. Di usianya, dia masih sigap bekerja di sawah seluas 40 are di Subak Priyukti, Banjar Priyukti, Desa Wanasari, Tabanan, Bali.
Parmi merupakan petani penggarap. Perempuan dua anak ini merupakan generasi kedua yang menggeluti kerja menggarap sawah. Lahan pertanian yang dia garap bukan pula miliknya. Sawah seluas itu milik warga lain yang masih satu banjar dengan Parmi yang saat ini tinggal di Singaraja.
“Pertama kali mertua saya yang menggarap. Sejak kapan, saya tidak tahu,” ujarnya pada Selasa, 6 Desember 2022.
Lahan garapan Parmi berada di area yang direncanakan menjadi ruas jalan Tol Jagat Kerthi Bali dari Gilimanuk-Mengwi sepanjang 96,84 kilometer. Meski belum tahu persis sawah garapannya masuk area pembangunan ruas jalan tol, di dekat lahan sawahnya terpancang sebatang patok bambu berwarna merah. Patok warna merah ini adalah salah satu penanda jalur jalan tol.
Sekitar 20 meter ke arah utara dari lahan sawah garapan Parmi ada pula patok berwarna kuning yang terbuat dari beton sepanjang satu meter. Ia menyebut, patok beton ini kemungkinan menandai jalur utama jalan tol.
Di subak ini, aku Parmi, juga akan dibangun area peristirahatan yang merupakan bagian dari jalan tol. “Informasinya begitu,” ujar Parmi.
Bekerja sebagai penggarap sawah, ia berharap proyek jalan tol batal dilaksanakan. Sebab jika proyek terus berlanjut, alamat dirinya kehilangan mata pencaharian. Di Subak Priyukti, Parmi tak sendirian. “Semua petani penggarap di sini berharap begitu,” ujarnya.
Area Subak Priyukti termasuk kawasan produktif. Dalam kurun satu tahun, petani di sana bisa dua kali memanen padi. Bahkan, petani yang rajin seperti Ni Nengah Parmi masih bisa menanam sayur dan tanaman hortikultura lain di sela-sela masa tanam padi.
“Karena saya lebih dahulu panen padi, jadi masih ada waktu untuk menanam tanaman lain,” ujarnya.
Petani lain di Subak Priyukti, ada Ketut Sukartama, 50 tahun. Dia menyebutkan hampir 80 persen area sawah yang ada di subak tersebut adalah mata pencaharian petani penggarap. Ini karena para pemilik lahan telah menjual sawahnya.
“Jika jalan tol jadi, warga lokal yang merupakan penggarap pasti tidak dapat apa-apa,” ujarnya.
Sukartama merupakan sedikit petani di Subak Priyukti yang masih memiliki lahan pertanian dengan luas sekitar 50 are. “Tapi lahan saya masuk ke dalam. Jika lahan sawah di pinggir jalan seperti Ni Nengah Parmi, sudah semua yang terjual di sini,” ujarnya.
Tak hanya sawah, rumah warga pun bakal tergusur
Tidak hanya soal sawah, jalur Tol Jagat Kerthi Bali dari Gilimanuk – Mengwi juga melintasi permukiman warga. Itu artinya, semua rumah yang berada dalam lintasan harus digusur. Seorang pemilik rumah di Desa Marga, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan I Wayan Adnyana, 56 tahun kini menghadapi dilema. Dia diharuskan meninggalkan rumah yang telah dimilikinya sejak 1982. Luas area rumah penuh kenangan itu mencapai tujuh are.
“Saya tidak masalah dengan proyek pemerintah. Tapi banyak kenangan di rumah ini. Bagaimana saya berjuang memulai karir. Keluarga yang bertumbuh,” katanya yang merupakan pensiunan Aparatur Sipil Negara.
Adnyana mengatakan, pengukuran dari pihak terkait jalan tol telah dilakukan di rumahnya. Namun, untuk besaran biaya ganti belum ada kejelasan. Tak hanya sepetak, dua lokasi rumah milik Adnyana akan kandas tergusur jalan tol.
“Katanya masih proses ukur saja. Setelah di tempat saya berlanjut ke wilayah di barat,” ujarnya.
Pria berperawakan kurus dan tinggi itu kini hanya menunggu nasib. Ia mengakui belum mencari lahan pengganti untuk rumahnya yang akan digusur.
Di Desa Marga, Tabanan ada 192 bidang tanah yang akan dilalui proyek jalan tol ini. Jumlah itu mencakup sawah dan rumah. “Paling banyak area persawahan. Jumlahnya sekitar 80 persen,” kata Kepala Desa Marga Rai Dharmawan.
Warga pemilik sawah yang terkena jalur tol ini berencana mencari lahan pengganti. Menurut Rai, kemungkinan masih di sekitar Desa Marga. “Untuk kepastian harga lahan belum ada dari pemerintah. Baru sebatas pengukuran saja,” ujarnya.
Selain itu, petugas yang melakukan pengukuran proyek jalan tol sempat memberitahu warga untuk tidak segera cemas. Menurut Rai, sang petugas menjelaskan kalau proyek pembangunan jalan tol di daerah Marga belum akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
“Warga diminta jangan khawatir. Terutama yang menggarap sawah,” kata Rai Dharmawan.
Sebelumnya pada 10 September 2022, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono bersama Gubernur Bali I Wayan Koster melakukan upacara peletakan batu pertama Jalan Tol Jagat Kerthi Bali dari Gilimanuk – Mengwi.
Dengan perkiraan biaya investasi sebesar Rp24,6 Triliun, Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi ini ditargetkan usai pada tahun 2028. Menteri Basuki menghendaki pekerjaan tuntas pada 2025 akhir.
Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi terbagi menjadi tiga seksi. Seksi 1, yakni Gilimanuk-Pekutatan sepanjang 53,6 kilometer. Seksi 2 Pekutatan-Soka sepanjang 24,3 kilometer dan seksi 3 Soka-Mengwi sepanjang 18,9 kilometer.
Sementara, data yang dirilis oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali menyebutkan ada 480,54 hektar lahan pertanian produktif yang akan dihilangkan oleh proyek jalan tol ini. Lahan persawahan produktif tersebut terdapat di 97 wilayah Subak.
Di Kabupaten Tabanan ada 54 subak yang akan dilalui jalan tol. Sedang di Kabupaten Jembrana ada 34 Subak dan sementara, di kabupaten Badung sebanyak sembilan Subak. Luas total sawah yang hilang akibat proyek jalan tol di tiga kabupaten mencapai 480,54 hektar. Di Kabupaten Jembrana ada 253,52 hektar sawah yang akan hilang, Kabupaten Tabanan 212,89 hektar sawah dan di Kabupaten Badung 14,13 hektar sawah.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian yang dilihat dari citra satelit Landsat 8, pada periode 25 Mei hingga 9 Juni 2021. Jumlah luas lahan pertanian di Kabupaten Badung seluas 9.208 hektar. Luas lahan pertanian di Kabupaten Tabanan seluas 19.924 hektar dan Kabupaten Jembrana memiliki luas lahan pertanian seluas 7.234 hektar.
Direktur WALHI Bali Made Krisna Dinata alias Bokis sempat mempertanyakan upaya yang akan dilakukan oleh pemrakarsa jalan tol untuk mengganti lahan pertanian. Hal itu disampaikan saat rapat Pembahasan Dokumen ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) RKL-RPL (Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan) terkait proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi pada Selasa, 22 Maret 2022.
Rapat tersebut digelar di Four Star By Trans Hotel, Denpasar. Rapat menyertakan pejabat Komisi III DPRD Provinsi Bali, Komisi Penilai ANDAL (KPA) Provinsi Bali, Pemda Kabupaten Jembrana, serta pimpinan Camat dan Bendesa se-Kabupaten Jembrana yang wilayahnya dilintasi trase Proyek Tol Gilimanuk-Mengwi, termasuk Pemrakarsa proyek, yakni PT Sumber Rhodium Perkasa. Pembahasan ini dipimpin Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Provinsi Bali I Made Teja.
Pada rilisnya pada media, WALHI Bali juga menyebutkan dalam dokumen ANDAL jalan tol pemrakarsa proyek dari PT Sumber Rhodium Perkasa akan menginventarisir jumlah luasan sawah yang masuk kategori lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Dokumen ANDAL juga menegaskan kewajiban perusahaan untuk mencetak sawah baru sebanyak tiga kali lipat dari jumlah area sawah LP2B yang terkena proyek. Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 44, 45 dan 46 Undang-Undang 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Tapi ada hal aneh yang dicermati pegiat WALHI Bali pada dokumen ANDAL RKL-RPL. Mereka tidak menemukan keterangan dan nama lokasi lahan yang akan digunakan sebagai sawah baru.
Menanggapi hal tersebut, pihak tim penyusun ANDAL Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang saat itu diwakili oleh Rachmatullah Muhamad mengatakan, pihaknya akan berusaha menemukan lahan pengganti sawah yang hilang karena pembangunan jalan tol.
“Katanya sih begitu,” kata Bokis pada Ahad, 18 Desember 2022.
Soal pengganti lahan pertanian yang hilang karena proyek jalan tol, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Provinsi Bali I Made Teja malah meminta untuk melakukan konfirmasi ke Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali Andry Novijandri.
“Kiranya berkenan pertanyaan itu disampaikan pada Kakanwil BPN Bali,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali Andry Novijandri hingga Kamis, 22 Desember 2022 petang belum memberikan respon terhadap pertanyaan tersebut yang dikirim melalui pesan singkat WhatsApp. Telepon yang ditujukan kepadanya juga tidak mendapatkan respon.
Bali Defisit Beras 100 Ribu Ton
Masa depan suram lumbung pangan di Bali juga sudah terbaca pada kajian ahli pertanian Universitas Udayana. Dalam kajiannya, Prof. Wayan Windia mengatakan Bali sedang mengalami defisit beras sebanyak 100 ribu ton beras setiap tahunnya.
“Hitungannya saat ini Bali sudah minus beras,” ujar Prof Windia.
Hal itu diungkap pada Minggu, 31 Oktober 2021 dalam diskusi publik terkait launching peta subak yang diterabas rencana proyek Tol Gilimanuk-Mengwi di Sekretariat Bersama Jalan Dewi Madri IV, Nomor: 2 Denpasar yang digelar oleh Front Demokrasi Perjuangan Rakyat Bali (Frontier Bali), WALHI Bali dan LST (Lingkar Studi Tumbuh) Singaraja.
Prof Wayan Windia menerangkan, pada 2014 total luas sawah di Bali mencapai 80 ribu hektar. Sementara setiap tahun, tambahnya, luas lahan sawah menyusut rata-rata 2.288 hektar.
Mengutip disertasi Made Geria dengan judul Subak di Bali 2030, Prof Wayan Windia menjelaskan, diperkirakan pada tahun 2030, subak di Bali hilang.
Dikhawatirkan Ganggu Ekonomi
Beberapa orang pengunjung tampak asik menikmati seporsi nasi babi guling di Warung Babi Guling Sembung I di Desa Sembung, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan pada Senin, 12 Desember 2022. Sebagian di antaranya merupakan pelanggan di warung tersebut. Rumah makan ini memang mengandalkan orang yang bepergian menggunakan jalur Jalur Denpasar-Gilimanuk.
“Langganan kebanyakan orang Cina. Mereka yang lewat di jalur ini,” kata pemilik Warung Babi Guling Sembung I Bu Agung.
Rencana pemerintah membuat jalan tol Jagat Kerthi Bali dari Gilimanuk – Mengwi juga membuat perempuan 47 tahun ini gusar. Dia khawatir volume kendaraan yang akan melintasi jalur Denpasar-Gilimanuk akan berkurang, jika jalan tol sudah dioperasikan.
“Was-was juga. Tapi sebagai rakyat kecil mau bagaimana lagi. Untuk kelancaran lalu lintas saya dukung tol itu,” ujarnya.
Diperkirakan dampaknya bukan hanya pada warung babi guling yang jumlahnya puluhan di sepanjang Jalur Denpasar-Gilimanuk khususnya di Kecamatan Kerambitan. Tapi, pada jenis usaha lain yang menggantungkan hidup dari ramainya lalu lintas.
“Bukan hanya saja saja. Tapi tempat usaha lain seperti toko berjaringan atau usaha dagang lain pasti sama, was-was akan keadaan ekonomi di sini setelah ada jalan tol,” ujarnya.
Seorang pramuniaga toko berjaringan di Jalur Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di Desa Sembung, Kecamatan Kerambitan Maulana, 25 tahun juga mengatakan hal yang sama. “Jika ada jalan tol pasti yang belanja sepi. Kan kendaraan sepi,” ujarnya.
Dari hal tersebut, sementara ini manajemen dari tempat Maulana bekerja belum memberikan keterangan lebih lanjut sebagai upaya antisipasi. “Dari manajemen belum ada bahas soal dampak jalan tol,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tabanan I Made Murjani enggan memberikan tanggapan terkait potensi jalan tol mengganggu perekonomian warga di jalur Denpasar-Gilimanuk.
“Saya belum bisa komentar karena baru menjabat, selain itu kami rasanya belum melakukan kajian,” ujarnya.