Ketika pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) merebak di Indonesia pada Maret 2020, Aditya Rangga (26) merasa kesepiannya semakin menjadi-jadi. Apalagi dua bulan sebelumnya, ia baru saja putus hubungan dengan kekasihnya. Ia mengaku jadi lebih sering membuka aplikasi kencan buta daring Tinder.
“Intensitas naik,” katanya kepada Tempo pada Rabu, 22 September 2021.
Pria asal Surabaya itu berkata bahwa ia sudah menggunakan aplikasi itu selama dua tahun. “Jadi pertama kali kenal Tinder dari teman,” kata pria yang akrab disapa Adi itu.
Ia bahkan mulai mencoba fitur premium aplikasi itu karena didorong rasa penasaran siapa yang memberi tanda menyukai (like) pada profilnya. Tapi hingga kini, ia mengaku masih belum mendapat pasangan yang cocok (match).
“Kadang karena jarang buka Tinder, jadi enggak terlalu sering chat,” ujarnya.
Sementara Adi mencoba aplikasi kencan daring, sekelompok mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) mengadakan acara kencan buta virtual khusus bagi rekan-rekan sekampusnya. Mereka menamai kegiatan itu Para Pencari Afeksi, dan menyebarkan undangan acara melalui akun Instagram @pencariafeksi.
“Awal mulanya kita buat virtual blind date sejujurnya kita lihat universitas lain ada yang ngadain acara kayak gini. Acara kayak gini bisa jadi pemecah stres,” kata seorang panitia acara. Panitia Para Pencari Afeksi meminta Tempo merahasiakan nama-nama panitia yang terlibat dalam proses wawancara.
“Terus demand dari anak-anak Unair sendiri kita lihat dari base (Twitter) Unair Menfess banyak yang nanyain, ‘Unair apa enggak mau bikin kayak gini?’”
Namun mereka mengadakan acara ini hanya untuk bersenang-senang mengisi waktu luang. Selain itu, mereka menjadikan acara itu sebagai wadah untuk mempertemukan mahasiswa Unair yang belum saling mengenal.
Bagi penyelenggara, apabila kemudian ada peserta yang menemukan pasangan yang cocok, itu hanya bonus semata.
Kencan buta pertama dihadiri 30 mahasiswa Unair pada Sabtu, 17 Juli 2021 malam. Panitia kemudian membuat sesi khusus berupa breakout sebanyak 3x15 menit. Dalam pemisahan itu, panitia menempatkan setiap pasangan secara acak pada masing-masing ruangan daring yang telah disiapkan. Di dalamnya, para pasangan itu bisa saling berkenalan dan berinteraksi.
“Nah selama 3 sesi itu, pesertanya bakal diacak random sama orang yang beda dari sesi-sesi sebelumnya gitu,” ujar seorang panitia yang lain.
Panitia mempertegas konsep kencan buta dengan memberi nama samaran pada setiap panitia dan peserta. Untuk mencegah kekakuan saat breakout, panitia memberi peserta tips dan contoh pertanyaan ke pasangannya.
Setelah pengisian umpan balik penyelenggaraan, panitia Para Pencari Afeksi menemukan ada 5 pasangan yang match. Mereka pun memfasilitasi lebih lanjut hubungan tersebut. “Dengan memberikan kontak peserta yang match dengan consent masing-masing pihak biar mereka bisa lanjut mengenal satu sama lain.”
Para Pencari Afeksi kemudian menyelenggarakan kencan buta kedua pada Sabtu, 21 Agustus 2021 malam. Kali ini, jangkauan peserta diperluas hingga mahasiswa kampus tetangga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Untuk penyelenggaraan, mereka berkolaborasi dengan panitia kegiatan serupa di ITS yang dinamai Single to Mingle.
Acara itu diikuti oleh 90 peserta dari kedua kampus negeri di Surabaya itu. Durasi breakout pun diperpanjang menjadi 20 menit tiap sesi.
Panitia Para Pencari Afeksi mengaku, acara kencan buta lintas kampus itu meniru kegiatan serupa di kampus-kampus kota lain. Selain itu, mereka terinspirasi mitos turun-temurun bahwa jodoh mahasiswa teknik ITS adalah mahasiswi Unair.
“Dan ramai juga anak-anak yang minta Unair x ITS, jadi kita coba mewujudkan keinginan orang-orang,” kata mereka.
Mengobati Rasa Sepi
Rasa sepi jadi endemik setelah pandemi Covid-19 merebak. Menurut Martaria Rizky Rinaldi dalam penelitiannya yang berjudul “Kesepian pada Mahasiswa selama Pandemi COVID-19” pada Jurnal Psikologi Teori dan Terapan Vol. 11, No. 3 (2021), rasa kesepian selama pandemi timbul karena pemberlakuan pembatasan sosial menurunkan tingkat interaksi sosial.
Survei dalam penelitian dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta itu menunjukkan bahwa dari 236 mahasiswa di 19 provinsi yang menjadi responden, sebanyak 66,95 persen responden mengalami kesepian ringan. Selanjutnya, sebanyak 19,91 persen responden mengalami kesepian sedang, dan hanya 13,13 persen responden yang tidak mengalami kesepian.
Asosiasi Psikolog Amerika (APA) mengartikan kesepian sebagai, “Kegelisahan afektif dan kognitif akibat menjadi atau menganggap diri sendiri sendirian.”
Rasa sepi tidak secara eksklusif menyerang kalangan mahasiswa saja. Dalam survei terkait kesehatan mental di Indonesia yang dilakukan change.org dan Into the Light, sebanyak 98 persen partisipan mengaku kesepian. Survei itu dilakukan terhadap 5.211 orang di 34 provinsi pada Mei-Juni 2021
Kencan buta virtual pun jadi salah satu obat untuk mengatasi kesepian akibat pandemi. Tinder dalam laporan The Future of Dating is Fluid yang dirilis pada Februari 2021 melaporkan terjadi peningkatan aktivitas sejak awal pandemi. Aplikasi yang hadir sejak 2012 itu jadi pilihan pengguna untuk tetap terhubung dengan orang lain ketika mereka harus menjalani isolasi.
“Tahun ini (2020) jadi tahun tersibuk dalam sejarah kami. Dan akan jadi sepenuhnya dekade baru dalam dunia perkencanan,” tulis Tinder dalam laporan itu.
Lebih dari separuh user Tinder di seluruh dunia merupakan Gen Z—usia 18-25 tahun. Sebanyak 60 persen pengguna mengaku menggunakan aplikasi itu karena mereka kesepian dan ingin terhubung dengan orang-orang. Dan 40 persen dari pengguna, Gen Z menggunakan Tinder dalam rangka mencari persona yang baru dan berbeda.
Tinder mencatat, terdapat 19 persen lebih banyak pengiriman pesan per hari pada Februari 2021 dibanding tahun sebelumnya. Percakapan jadi 32 persen lebih panjang selama masa pandemi. Kelompok Gen-Z tiga kali lebih sering memperbarui deskripsi profil mereka dibanding sebelum pandemi dan dua kali lebih sering dibanding kelompok milenial.
Hampir separuh pengguna Gen-Z menggunakan fitur panggilan video untuk berinteraksi dengan persona yang dinilai cocok. Sebanyak 40 persen berencana tetap menggunakan fitur itu ketika pandemi usai. Selain itu, terdapat 11 persen lebih banyak kegiatan menggeser profil (swipe) dan 42 persen lebih banyak kecocokan per pengguna Tinder pada 2020.
Bahkan pada 29 Maret 2020, Tinder pertama kalinya mencatatkan jumlah geser profil tertinggi dalam sejarah: 3 miliar dalam sehari. Jumlah itu 130 kali lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.
Tidak hanya Tinder, aplikasi kencan buta virtual lainnya juga mengalami peningkatan selama pandemi. Fortune melaporkan, aplikasi kencan OkCupid mengalami peningkatan aktivitas kencan hingga 700 persen pada Maret sampai Mei 2020. Kemudian, penggunaan fitur panggilan video pada aplikasi Bumble meningkat 70 persen.
Wakil Presiden Bidang Pemasaran The Meet Group, Catherine Connelly menyebut kencan daring menawarkan hal yang berbeda dari foto dan deskripsi semata yang dapat membuat para pencari afeksi tetap masih merasa kesepian.
“Video langsung mengubah momen kesepian jadi momen keterhubungan,” kata Connelly pada Fortune.
Tinder menyebut, fitur panggilan video juga membantu memuaskan keinginan pengguna Gen-Z akan interaksi sosial.
“Menurut Ypulse, 43 persen pengguna aplikasi kencan mengatakan aplikasi kencan dapat membuat mereka tidak terlalu kesepian pada masa pandemi,” tulis Tinder dalam laporannya.
Di Indonesia, Tinder merupakan aplikasi kencan daring favorit. Dalam survei yang dilakukan Rakuten Insight pada September 2020, terdapat 57,6 persen responden di Indonesia menggunakan Tinder, tertinggi di antara aplikasi kencan daring lainnya.
Memaksimalkan Kencan Daring
Psikolog klinis Pingkan Rumondor memberi sejumlah tips bagi para pemburu afeksi via daring. Hal pertama yang harus ditentukan adalah tujuan dalam mencari pasangan.
“... apakah mencari teman baru, hubungan enggak long lasting (bertahan lama), atau mau mencari yang untuk long term (jangka panjang) bisa lanjut ke pernikahan," ujarnya dikutip dari Tempo.co.
Jika memiliki rencana mencari pasangan yang bisa berlanjut ke pernikahan, sebaiknya tentukan kriteria yang spesifik. Apabila mencari sosok yang “baik”, tentukan indikator gamblang sifat-sifat tersebut yang menurut Anda sesuai.
“Seringkali orang menjawab 'Ingin yang baik, setia, beriman'. Supaya efektif, tentukan kriteria spesifik yang menjadi indikator sifat-sifat itu. Misalnya, orang baik itu menurut saya yang mendengarkan,” kata Pingkan.
Pingkan memberi saran untuk tidak menanggapi semua orang yang mengajak berkenalan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kelebihan pilihan, sehingga Anda terbebas dari kesulitan memilih pasangan yang tepat.
Buatlah semacam filter khusus untuk diri Anda, dan jangan tanggapi orang-orang yang tidak sesuai dengan nilai Anda. Hal ini sekaligus dapat meminimalkan kemungkinan Anda terseret ke dalam hubungan yang berbahaya. Selain itu, Anda juga perlu memiliki batasan emosi.
“Jadi, ketika orang lain marah, sedih, kecewa, itu tanggung jawab dia menenangkan diri. Mempunyai batasan emosi artinya kita tidak mudah merasa sedih kalau orang sedih,” kata Pingkan.
“Ciri hubungan tidak sehat, orang menyalahkan kekecewaannya ke kita. Itu tanda-tanda orang berusaha melewati batasan emosi kita.”
Isi data profil di aplikasi dengan jujur. Gunakan foto-foto yang memang mewakili diri tanpa harus melebih-lebihkan atau mengurangi sesuatu.
Bagi yang menginginkan hubungan solid, landasilah dengan sifat-sifat seperti saling kenal, jujur, terbuka, dan mengapresiasi keberadaan masing-masing. Dengan demikian, Anda lebih mudah menjalani hubungan yang umumnya mengalami pasang dan surut.
Gender, terutama perempuan, tidak seharusnya jadi penentu siapa yang pantas terlebih dahulu memulai perkenalan.
"Perempuan chat duluan? Ya bolehlah. Hanya balik ke value Anda masing-masing, bukan value orang tua. Apa Anda oke menyapa duluan," kata Pingkan.
Waspada Bahaya Kencan Daring
Meski kencan daring dapat jadi alternatif penawar kesepian di kala pandemi, tapi aspek keamanan aktivitas ini mendapat sorotan. Karena kegiatan ini menghubungkan orang-orang yang belum pernah bertemu sebelumnya, bukan tak mungkin kegiatan ini malah dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk mencari korban.
Pada 12 September 2020, Rinaldy Harley Wismanu, karyawan swasta berusia 32 tahun ditemukan tewas termutilasi di Apartemen Kalibata City. Ia dibunuh dan dimutilasi oleh sejoli Laeli Atik dan Djumadil Al Fajri, lalu harta bendanya dikuras dan dipakai kedua tersangka.
Korban pertama kali bertemu Laeli Atik melalui Tinder. Lewat perkenalan tersebut, tersangka lantas mengetahui korban memiliki kemampuan finansial berlebih, sehingga timbul niat untuk menghabisi korban guna mengambil alih hartanya.
Setelah melakukan komunikasi daring, mereka berdua sepakat bertemu di sebuah apartemen di kawasan Jakarta Pusat. Usai keduanya berhubungan badan, Fajri yang ternyata bersembunyi di kamar mandi menghampiri Rinaldy, lalu memaksa korban memberikan nomor PIN rekening ATM, kemudian membunuhnya.
BBC pada 2016 melaporkan angka kejahatan yang terkait aplikasi kencan meningkat pesat. Kasus kejahatan meliputi perkosaan, pelecehan, atau serangan seksual, dan percobaan pembunuhan.
Badan statistik di Inggris mencatatkan 29.265 perkosaan dan 58.954 serangan di Inggris dan Wales pada 2015. Dari jumlah tersebut, 135 kasus disebutkan terkait aplikasi Grindr, naik dari 34 kasus pada 2013.
Sedangkan yang terkait dengan Tinder mencapai 277 kasus pada 2015, naik dari 21 kasus pada 2013.
Penyelenggara Para Pencari Afeksi pun sudah mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul dari acara mereka. Panitia pun mengambil langkah pencegahan untuk menghadapi risiko itu.
“Waktu hendak mendaftar, kita mewajibkan peserta untuk upload bukti mahasiswa aktif (KTM—Kartu Tanda Mahasiswa) untuk mempermudah panitia dalam tracking dan melapor jikalau ada hal-hal yang tidak diinginkan,” kata mereka.
Pemengaruh media sosial, kerap dikenal dengan sebutan influencer, Andrea Gunawan, menyarankan pengguna aplikasi kencan daring tidak memberikan nomor telepon pribadi pada orang yang belum dikenal dengan baik. Duta OkCupid Indonesia itu pun menyarankan untuk menggunakan terlebih dahulu fitur komunikasi dalam aplikasi yang dinilai lebih aman.
Selain itu, lakukan verifikasi data profil orang yang mengajak berkenalan. Pergunakan intuisi, jangan pernah percaya 100 persen pada data yang tertera di profilnya.
Jangan pernah mengiyakan permintaan swafoto dari orang yang mengajak berkenalan dengan tujuan apa pun, termasuk untuk verifikasi. Foto profil di aplikasi sudah cukup mewakili gambaran wajah Anda.
Sementara Pingkan menyarankan pengguna aplikasi kencan daring untuk memperhatikan gaya komunikasi orang yang mengajak berkenalan.
"Sekadar menyapa dengan ‘hai’, main fisik, ajak chat berbau sensual itu red flag (tanda bahaya). Sudah sedikit melecehkan kalau dia berkomentar soal sisi sensual. Kalau masih chat di aplikasi, sebaiknya jangan tanggapi," kata Pingkan.