SAYA mengalami sekitar delapan kali serangan, dan berkali-kali pindah,” kata Syahidin, seorang penganut Islam minoritas, Ahmadiyah, mengenang perjalanan panjang yang membawanya ke Asrama Transito.
Syahidin dan keluarganya adalah satu dari 35 keluarga Ahmadi yang tinggal di Asrama Transito di Jl. Transito, Majeluk, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah kompleks yang tadinya untuk tempat transit keluarga yang akan berangkat transmigrasi pada masa Orde Baru.
"Bunuh orang kafir!", ingat Syahidin.
Klik di sini untuk membaca kisah Syahidin dan keluarga Ahmadi nya.
Berasal dari Sambik Elen, Lombok Utara, Syahidin dan keluarganya adalah bagian dari komunitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang terusir dari tanah mereka setelah massa menyerang rumah-rumah mereka dan menyebabkan seorang Ahmadi tewas pada 2001 karena dituding sesat.
Tapi itu bukan yang terakhir. Persekusi seolah mengikuti ke mana pun mereka pergi. Hingga akhirnya, keluarga Syahidin memutuskan terus menetap di Transito yang mereka huni sejak 2006 hingga pemerintah membolehkan mereka keluar dan tinggal di rumah sendiri, tentu dengan dengan jaminan keamanan.
Komunitas Muslim minoritas lain, Syiah, juga tak bebas dari persekusi. Hatimah, Umi Kulsum, Rizkiatul Fitriyah atau Fitri, dan hampir 66 keluarga mantan penganut Syiah lainnya saat ini tinggal di rumah susun Puspo Agro di Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka terusir dari rumah-rumah mereka di Sampang, Jawa Timur 10 tahun silam.
Seperti Syahidin, mereka juga menjadi korban persekusi karena keyakinan. Masih lekat di ingatan Umi Kulsum dan Fitri insiden 26 Agustus 2012, saat massa menyerang rumah mereka dan rumah keluarga Syiah lainnya di Dusun Nangkernang, Karanggayam, Kecamatan Ombe, Sampang, Jawa Timur. "Kami bersembunyi di kebun, beberapa bersembunyi di pinggir kali." kata Umi Kulsum. Sekitar 48 rumah rusak akibat serangan itu, juga seorang warga Syiah tewas.
Sempat ditampung di Gedung Olah Raga Sampang sekitar 10 bulan, mereka kemudian dipindah ke Puspo Agro hingga kini. Belasan keluarga telah kembali ke Sampang setelah pada 2020, sebagian besar pengungsi Syiah di Puspo Agro berbaiat mengikuti Ahlussunnah Wal Jamaah atau Sunni, yang dianut mayoritas Muslim di Indonesia.
"Kalau kumpul, kami tidur seperti pindang," kata Fitri.
Menurut Syera Anggreini Buntara, seorang peneliti kebebasan beragama dan berkeyakinan SETARA Institute, komunitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah kelompok agama yang paling banyak menjadi korban tindakan intoleransi dan diskriminasi di Indonesia, disusul komunitas Kristen.
Dari 2007 hingga 2021, lembaga tersebut mencatat 586 kasus pelanggaran kebebasan beragama terhadap komunitas Jemaat Ahmadiyah, dengan berbagai bentuk tindakan, dari kekerasan dan intimidasi, larangan beribadah, penyerangan rumah ibadah, diskriminasi dalam layanan publik, represi dan pembiaran oleh negara, hingga tindakan tidak menyenangkan oleh kelompok masyarakat lain. Sementara terhadap masyarakat Syiah, menurut Syera, sebagian besar berupa larangan perayaan Asyura, hari berkabung atas meninggalnya Husain, anak Ali bin Abi Thalib, yang diyakini penganut Syiah sebagai penerus sah Nabi Muhammad.