Proyek

Orb Media - Tempo.co

Menghadapi Penuaan Populasi

Survei berskala global menunjukkan kesejahteraan lansia dipengaruhi cara pandang sebuah masyarakat terhadap penuaan. Bagaimana dengan kita?

Oleh Jim Rendon,Olufemi Terry

Menghadapi Penuaan Populasi

Di usianya yang ke-73, Anwar Abdul Rozak masih punya banyak kesibukan untuk mengisi hari-harinya: memberi makan enam ribu ekor lele, membimbing teman-temannya membuat bakso dari daging ikan lele yang mereka ternak, hingga mengkoordinasi perjalanan wisata dari hasil usaha lele itu.

Anwar dan teman-temannya tergabung dalam sebuah kelompok lansia di Kecamatan Pancoran, Jakarta. Namanya Ikatan Masyarakat Lanjut Usia (Impala). Kelompok ini bagian dari program pembinaan lansia pemerintah yang dinamai Bina Keluarga Lansia (BKL). Kesibukan di dalamnya membuat anggota-anggotanya makin akrab. “Rumah saya tidak pernah sepi,” ujar pensiunan guru ini, Selasa, 12 Juni 2018.

Menjalani usia senja dengan sikap positif adalah modal dasar untuk menjadi lansia yang bahagia dan sejahtera. Ini terungkap dalam penelitian Orb Media , sebuah organisasi jurnalistik yang berbasis di Washington DC. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada korelasi antara persepsi positif terhadap kelanjutusiaan dengan kesejahteraan lansia. Tempo adalah partner Orb di Indonesia.

Penelitian Orb ini penting lantaran dunia sedang menua. Pada 2050 nanti, diperkirakan 1 dari 5 orang di bumi akan berusia 65 tahun ke atas. Sikap masyarakat terhadap usia tua dan lansia akan menentukan kesejahteraan mereka.

Sumber: Orb Media

Sumber: Orb Media

Indonesia juga mulai memasuki era populasi yang menua. Pada 2010, jumlah lansia atau penduduk di atas 60 tahun Indonesia 18 juta. Pada 2045 nanti, jumlahnya akan meningkat menjadi 56,99 juta.

 

  Sumber: Rancangan Perpres tentang Strategi Nasional kelanjutusiaan.

 

  Sumber: BPS, Survey Penduduk Antar Sensus 2015. Indeks penuaan adalah jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas dibandingkan penduduk usia 15 tahun ke atas.

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali mengatakan, penuaan populasi ini akibat jumlah kelahiran yang semakin sedikit, sementara angka harapan hidup semakin tinggi. "Kasarnya, yang lahir sedikit, tapi yang sudah tua tak kunjung meninggal," kata Pungkas saat ditemui Tempo, Kamis, 7 Juni 2018.

Penuaan, menurut Pungkas, bakal datang bersama masalah-masalah yang menyertainya. “Kita sudah harus menyiapkan diri dari sekarang,” ujarnya.

I

Usia Lanjut dan Masalah-masalahnya

Seorang ahli epidemologi di Yale School of Public Health, Amerika Serikat, Becca Levy, meneliti pengaruh kuat stereotip umur selama puluhan tahun. Dia memulainya pada 1990-an. Awalnya hanya dugaan: kalau lansia dihormati di sekelompok masyarakat, mungkin citra diri mereka juga akan baik. "Hal itu berpengaruh pada fisiologi, lalu kesehatan mereka," ujar Levy.

Dugaan awal Levy terbukti. Selama dua setengah dekade terakhir, ia dan ahli-ahli yang ada setelahnya menemukan fakta ini: mereka yang memiliki pandangan positif soal menjadi tua hidup lebih panjang dan menjalani masa tuanya dengan lebih baik. Orang-orang itu tidak rentan terhadap depresi dan kecemasan. Mereka juga menunjukkan peningkatan kesejahteraan dan pulih lebih cepat dari penyakit. Kemungkinan mereka mengalami demensia dan gejala Alzheimer pun kecil.

Survei dan analisis Orb menunjukkan, pengaruh persepsi di atas juga bisa dilihat di berbagai belahan dunia. Orang-orang tua di negara-negara dengan skor respek tinggi terhadap lansia mengakui, mereka punya kesejahteraan mental dan fisik yang lebih baik dibandingkan kelompok umur lain di negara mereka (data ini ada di Organisation for Economic Co-operation and Development, United Nations, dan lain-lain). Di negara-negara itu pula, berdasarkan survei Orb, diakui bahwa tingkat kemiskinan orang-orang di kelompok umur di atas 50 tahun lebih rendah daripada kelompok yang lebih muda.

Survei mandiri Orb yang menjadi dasar analisis di atas dilakukan dengan 150.428 responden di 102 negara, termasuk Indonesia pada 2018. Selain itu, Orb juga menggunakan data survei yang sudah tersedia, yakni World Values Survey (2014) dan European Social Survey (2016).

Survei-survei di atas meminta responden menilai sikap masyarakat mereka terhadap lansia. Pertanyaannya: Seberapa besar respek yang diberikan kepada lansia di negaramu? Responden diminta memberi nilai angka dalam skala 1 (respek yang sangat rendah) ke 5 (sangat tinggi). Survei-survei itu juga mengumpulkan data dasar demografi dan sosial responden, seperti umur.

Dalam skala 1 sampai 5, skor rata-rata global adalah 3,75. Sementara, di masing-masing negara, skor rata-rata mereka berkisar antara 2,75 sampai 4,8.

Sumber: Orb Media

Sumber: Orb Media

Orb kemudian mengkorelasikan hasil survei di atas dengan data-data di level negara. Ada tiga hubungan yang signifikan berdasarkan analisis mereka.

Pertama, semakin tinggi level respek berdasarkan hasil survei itu, semakin kecil kemungkinan lansia di negara itu berada di garis kemiskinan saat diandingkan dengan orang-orang yang lebih muda di negara itu.

Kedua, semakin tinggi level respek, kian tinggi pula tingkat kesejahteraan mental di kalangan lansia negara itu. Tingkat kesejahteraan mental yang ada di sini didapatkan dari hasil pengakuan mereka dalam survei.

Ketiga, semakin tinggi level respek terhadap lansia, semakin tinggi juga tingkat kesehatan fisik di antara lansia itu. Sama seperti di atas, data ini pengakuan mereka dalam survei dan hanya terbatas di Eropa Barat dan beberapa negara lainnya.

Kenapa bisa begitu? Menurut Levy, ahli epidemologi tadi, orang-orang yang punya pandangan negatif terhadap usia tuanya punya level stres yang lebih tinggi. Nah, stres berhubungan dengan banyak masalah kesehatan.

Menurut Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Pungkas Bahjuri Ali, stres sering menjadi penyebab penyakit tidak menular seperti stroke dan jantung. Celakanya, penyakit-penyakit itu sering menyerang lansia. Lebih celaka lagi, pengobatan dan perawatan penyakit ini memakan biaya sangat mahal.

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pungkas Bahjuri Ali (TEMPO/Krisna Adhi Pradipta)

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Pungkas Bahjuri Ali (TEMPO/Krisna Adhi Pradipta)

Untungnya, pemerintah sudah punya sistem Jaminan Kesehatan Nasional. “Hebatnya, hampir semua penyakit ditanggung, termasuk penyakit-penyakit tidak menular seperti stroke,” kata Pungkas.

Ada pula Posyandu khusus lansia sebagai sarana pencegahan. Menurut Pungkas, lansia bisa datang ke sana untuk memeriksakan dirinya secara rutin. Tapi kesehatan barulah satu aspek dalam menghadapi populasi yang menua. Ada banyak hal lain. Untungnya, pemerintah sudah bersiap-siap.

Menurut Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Bappenas, Maliki, sejak 2006 komunitas akademisi di Indonesia sudah mulai sadar soal penuaan yang akan dihadapi Indonesia. “Lalu, tiga tahun belakangan pemerintah sudah serius mempersiapkan strategi nasional menghadapinya,” kata Maliki saat ditemui Tempo. Strategi itu, kata dia, disusun oleh Bappenas bersama beberapa kementerian, Komisi Nasional Lansia, akademisi, dan komunitas-komunitas pemberdayaan lansia.

 

Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki (TEMPO/Krisna Adhi Pradipta)

Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki (TEMPO/Krisna Adhi Pradipta)

Maliki mengatakan, yang paling mendasar dari strategi tersebut adalah perubahan persepsi. Pemerintah tidak lagi menganggap usia tua sebagai penyakit yang diderita. “Kelompok lansia tidak lagi dipandang sebagai beban karena tidak bisa melakukan apa-apa,” ujarnya. Kini, lansia juga dianggap sebagai kelompok yang produktif dan pemerintah punya alasan kuat atas perubahaan persepsi itu.

Menurut Maliki, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa di usia tua pun, penduduk di Indonesia masih bisa bekerja. “Bahkan, mereka menyalurkan pendapatan mereka ke generasi di bawahnya,” ujarnya. Lihat grafik ini:

 

Sumber: Presentasi Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki

Sumber: Presentasi Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki

Perhatikan warna biru dan hijau. Dua warna itu, relokasi aset dan pekerjaan, mendominasi sumber pembiayaan hidup lansia di Indonesia. Dua sumber itu merupakan pembiayaan pribadi. “Artinya, lansia masih bisa produktif secara ekonomi karena dia telah mengumpulkan aset selama masa mudanya dan masih bisa bekerja bahkan saat dia sudah tua,” kata Maliki.

 

Sumber: Presentasi Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki

Sumber: Presentasi Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Maliki

Dengan dasar itu, tutur Maliki, pemerintah membuat visi yang baru dalam menangani lansia. Visi itu nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan, yang mungkin akan rampung menjelang akhir tahun ini. “Moto kami adalah membuat lansia yang mandiri, sejahtera, dan bermartabat,” ujarnya.

Sumber: Draf Perpres Strategi Nasional Kelanjutusiaan

Sumber: Draf Perpres Strategi Nasional Kelanjutusiaan

II

Peran Penting Keluarga

Ayah Elly Robiah, 22 tahun, meninggal pada 2009. Sejak itu, ibunya yang kini berusia 61 tahun, Asni, ikut ke manapun Elly pergi. “Abang-abang sudah menikah semua,” tutur Elly. “Emak hanya ingin bersama saya.”

Elly sudah berkeluarga. Dia dan suaminya dikaruniai dua anak laki-laki berusia empat dan satu tahun. Asni pun ikut tinggal serumah dengan keluarga kecil itu.

Meski ketambahan satu orang lagi di rumahnya, Elly tidak merasa itu sebuah beban. “Saya justru senang karena bisa saling membantu dengan Ibu di rumah,” ujarnya.

Asni aktif membantu Elly menjalankan bisnis keluarganya yang sudah dijalankan selama 30 tahun terakhir secara turun-temurun: kerupuk kulit. Bisnis itu lumayan menguntungkan. Sehari mereka bisa mendapatkan laba bersih Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta.

 

Elly (kiri) dan ibunya (kanan) memasak kerupuk kulit sambil mengurus anak. (TEMPO/Yatti Febri Ningsih).

Elly (kiri) dan ibunya (kanan) memasak kerupuk kulit sambil mengurus anak. (TEMPO/Yatti Febri Ningsih).

Ekonomi keluarga Elly juga ditunjang penghasilan suaminya yang bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Biaya terbesar di keluarganya, yaitu kontrakan, ditanggung bersama ibunya. “Karena orang tua menghasilkan sendiri, uang suami saya dialokasikan untuk keluarga, anak-anak, dan kebutuhan saya,” kata dia.

Elly sama sekali tak berencana menitipkan ibunya di panti jompo kelak. “Kasihan,” ujarnya. Ia berniat mengurusi ibunya sampai akhir hayat. Dan bagi pemerintah, khusus Bappenas, ini contoh keluarga yang punya ketahanan ideal: lansia yang tidak menjadi beban dan generasi di bawahnya yang siap menanggung ketika lansia itu sudah tidak produktif lagi. “Kultur pengabdian kita kepada orang tua sebenarnya salah satu kekuatan untuk menghadapi aging population,” ujar Pungkas Bahjuri Ali, direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas.

Ada pula lansia yang benar-benar mandiri. Contohnya Eka Budianta, 62 tahun. Penulis yang pernah menjadi wartawan Majalah Berita Mingguan Tempo ini berinisiatif masuk ke panti jompo mewah, atau yang disebut dengan senior living di D’Khayangan, Cikarang. Tempat ini menyediakan 15 bungalow dan 40 unit kamar layaknya apartemen, lengkap dengan fasilitas tempat tidur, sofa, meja makan, televisi, meja rias, serta kamar mandi. Mereka juga tak perlu khawatir soal makanan.

Senior Living @D'Khayangan (jababeka.com).

Senior Living @D'Khayangan (jababeka.com).

Eka sudah terdaftar di sana sejak 2013, namun baru benar-benar tinggal di sana pada September 2014. Untuk mendapatkan keanggotaan seumur hidup, berdasarkan keterangan Head of Business Development PT Jababeka Longlife City, Trisno Muldani, kepada wartawan setahun lalu, seseorang musti membayar Rp 3 miliar. Itu sudah mencakup semua fasilitas, termasuk tenaga keperawatan, dan fasilitas-fasilitas pribadi seperti golf, berenang, hidroponik, berkebun, dan memelihara kelinci.

Alasan Eka bergabung menjadi anggota D’Khayangan adalah ia tidak ingin merepotkan sanak famili untuk mengurusnya di masa tua. Keluarganya pun memberikan respon yang baik saat ia hendak menetap sebagai penghuni D'Khayangan. "Kalau saya ulang tahun jadi punya tempat netral, bukan di rumah salah satu anak. Semua ke tempat baru dengan suasana baru," kata kakek yang sudah punya empat cucu itu kepada Tempo.

Eka merasa nyaman tinggal di hunian itu lantaran mendapatkan berbagai program hiburan dan edukasi, seperti karaoke, piano, angklung, senam bersama, serta paduan suara. Antar sesama penghuni pun terjalin keakraban. Mereka sering merayakan ulang tahun bersama.

Eka Budianta (duduk di tengah, berkacamata hitam) saat bersama grup paduan suaranya. (dok. pribadi Eka Budianta)

Eka Budianta (duduk di tengah, berkacamata hitam) saat bersama grup paduan suaranya. (dok. pribadi Eka Budianta)

Bahkan, Eka menyebut timnya pernah memenangkan lomba bernyanyi dalam acara Hari Lansia Sedunia yang diadakan di Sentul beberapa waktu lalu—pengalaman yang mungkin belum tentu bisa didapatkan lansia-lansia yang ada di panti jompo lain, misalnya di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 1.

Panti Tresna Werdha Budi Mulya 1 berada di bawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bangunannya ini terletak di Jalan Bina Marga, Cipayung, Jakarta Timur. Para lansia yang tinggal di situ merupakan orang-orang terlantar yang terjaring penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Mereka akan terlebih dahulu didata di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya 2 yang berada tepat di sebelah timur Panti Sosial Tresna Werdha.

Tempo berkunjung ke sana, Selasa, 12 Juni 2018. Kondisi bangunan wisma itu bersih. Warna cat di tembok, rangka jendela, dan pintu masih terlihat menyala. Seorang petugas yang ada di sana membolehkan Tempo berkeliling dan bertanya sana-sini, namun ia tidak ingin informasi itu dijadikan berita karena tidak ada izin atasannya.

Menurut petugas itu, penghuni panti sosial itu dibagi dalam tiga kategori: lansia rentan, tidak rentan, dan mandiri. Para lansia diperiksa secara rutin dan diobati bila sakit di klinik yang ada di dalam panti itu.

Saat Tempo melewati kamar lansia rentan, terlihat beberapa orang sedang rebahan maupun tidur di atas kasur berangka besi yang sudah diberi nama masing-masing penghuni. Dalam ruangan tersebut, setidaknya ada lebih dari lima kasur yang disusun berjejer dan berhadapan.

Petugas yang mendampingi Tempo berkeliling menjelaskan, para lansia penghuni panti sosial diberi makan tiga hari sekali, pagi sekitar pukul 06.30 WIB, siang pukul 12.00 WIB, dan sore sekitar jam 17.00 WIB. Makanan pun diantarkan oleh petugas panti sosial. Totalnya, ada sekitar 70 orang lebih baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun non-PNS yang ditugaskan di situ.

Terkait rekreasi, pihak pengelola Panti Sosial biasanya rutin mengajak para lansia jalan-jalan, dua kali dalam setahun. Namun, tahun lalu mereka tidak sempat menjalankan program rekreasi. Baru pada awal tahun ini, para lansia dibawa ke daerah Ciater, Bandung, Jawa Barat untuk melepas penat.

Untuk biaya operasional, Panti Asuhan Tresna Werdha Budi Mulya 1 hanya mengandalkan anggaran yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tidak banyak donatur yang menyumbang entah barang atau bahan pangan di hari biasa. Sumbangan dari donatur baru akan meningkat menjelang hari raya keagamaan seperti Lebaran.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkunjung ke panti itu pada liburan tahun baru 2018. Sebagaimana diberitakan Kantor Berita Antara, dia menuliskan pengalamannya di laman Facebooknya:

Di sana juga berjumpa Nenek Suharti yang berusia 101 tahun, dulu anggota wayang orang. Masih antusias menyanyi...beberapa dari mereka matanya berkaca dan meneteskan air mata saat bercerita tentang keluarganya yang tak ditemukan atau telah tiada. Ada sekitar 2010 lansia yang berada di panti sosial itu. Pemprov DKI Jakarta berikhtiar memuliakan semua warga lansia dalam setiap pelayanan publik, anggap sebagai orang tua kita sendiri, layani dengan hati.

CREDIT

Penulis

Reportase

Editor

Multimedia