Nasional

WAJAH
5 TAHUN
JOKOWI

Ngebut di infrastruktur, lemah di kebebasan sipil 

Penulis: Syailendra Persada, RR Ariyani

House of Freedom mencatat indeks kebebasan sipil Indonesia selama periode 2015-2019 selalu berada di posisi tak terlalu bagus.

Dari skala satu, terbaik, sampai tujuh, terburuk, Indonesia mendapat skor empat. 

Lembaga pemantau demokrasi yang bermarkas di New York ini menyebut penangkapan para aktivis HAM.

Serta diskriminasi terhadap kelompok minoritas menjadi penyebab skor kebebasan sipil di Indonesia menurun. Padahal, di tahun 2012 dan 2013, Indonesia pernah di angka 3. 

Sementara itu, BPS menyebut, meski Indeks Demokrasi Indonesia naik dari 72,11 pada 2017 menjadi 72,39 di 2018, tetapi angka kebebasan sipil turun.

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan penurunan kebebasan sipil ini akibat Pemilu 2019. ‘Harus diakui Pemilu 2019 ini agak panas, terutama karena munculnya hoaks yang tidak bertanggung jawab, sehingga di lapisan bawah pun terjadi friksi-friksi,” kata dia.
 

Tak hanya kebebasan sipil yang menurun, ICW juga melihat komitmen Presiden Jokowi terhadap pemberantasan korupsi lemah. Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan salah satu indikasinya Jokowi yang tak kunjung menerbitkan Perpu KPK.

Padahal, Perpu KPK ini bisa menganulir revisi UU KPK yang beberapa pasalnya malah melemahkan lembaga antikorupsi itu.

Seperti, penyadapan harus izin dewan pengawas; Kewenangan pimpinan KPK dibatasi; Kewenangan merekrut penyelidik independen dihilangkan; dan Pegawai KPK tunduk pada Undang-Undang ASN. 

Selama periode I, Presiden Jokowi dianggap ngebut di pembangunan infrastruktur. Sejak 2014 hingga Agustus 2019, telah terbangun nyaris 1.400 kilometer jalan tol yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

Namun, pembangunan konektivitas yang meluas ini dikritik karena aspek manajemen risiko yang kurang diperhitungkan.  

Selain infrastruktur darat, proyek infrastruktur yang paling menonjol dalam pemerintahan Jokowi-JK adalah Palapa Ring, yang sering disebut Tol Langit. Proyek infrastruktur bidang telekomunikasi ini berupa pembangunan jaringan kabel serat optik dan daratan di seluruh wilayah Nusantara. 

Pemerintah menargetkan proyek Palapa Ring Timur bisa selesai di kuartal kedua tahun ini. Tetapi baru diresmikan pada pertengahan Oktober. Jokowi berdalih, kendala ada pada kondisi geografis Indonesia bagian Timur terutama Papua. 

Di sektor energi, Jokowi-JK menerapkan kebijakan: BBM Satu Harga pada 1 Oktober 2016. Penentuan harga BBM di luar Jawa, Madura dan Bali dengan ongkos distribusi dan margin yang dibebankan kepada konsumen tak berlaku lagi.

 Pada periode 2017 -2019, PT Pertamina (Persero) mendapat penugasan untuk membangun 160 lembaga penyalur BBM Satu Harga. Namun, Pertamina ternyata berhasil melampaui target hingga 161 titik, dengan rincian 54 titik pada 2017, 70 titik (2018) dan 37 titik (2019). 

Di sisi inflasi, data teranyar menyebutkan selama Januari-September inflasi bisa ditekan hingga 2,2 persen. Namun di saat yang sama pertumbuhan ekonomi hanya tercatat di kisaran 5 persen.

Target pertumbuhan yang tak tercapai itu di antaranya karena terimbas ketidakpastian global akibat tren penurunan harga komoditas, penguatan nilai tukar dolar AS, perlambatan perdagangan global serta perang dagang Amerika Serikat dan Cina.  

 Setiap pemerintahan tak kebal atas kritik soal pengelolaan utangnya, tak terkecuali pemerintahan Jokowi-JK. Per Agustus 2019, posisi utang mencapai Rp 4.680,2 triliun dengan rasio utang pemerintah terhadap PDB menjadi 29,8 persen.

Rasio utang pemerintah Indonesia ini jauh lebih baik ketimbang negara peers seperti Thailand (42 persen), Malaysia (55 persen), Vietnam (58 persen) dan Brasil (88 persen). Meski begitu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengkritik rasio utang yang besarannya naik sejak 2015 sebesar 27,4 persen, 2016 sebesar 28,3 persen, dan 2017 sebesar 29,93 persen.  

Indikator makro ekonomi selama pemerintahan Jokowi - JK  berdampak positif terhadap sejumlah indikator kesejahteraan rakyat. Hal tersebut terlihat dari tingkat kemiskinan yang turun dari 11,25 persen per Maret 2014 menjadi 9,66 persen pada September 2018. Level kemiskinan satu digit ini pertama kalinya dicapai dalam sejarah Indonesia.

Namun tingkat kemiskinan itu ternyata masih belum sesuai target. Dari target angka kemiskinan 7-8 persen, pemerintah hanya mampu menekan hingga 9,41 persen di Maret 2019.