Longform

Agar Semarak Tak Mengundang Wabah

Rabu, 11 Oktober 2021

Penurunan kasus Covid-19 mendorong pemerintah untuk melonggarkan sebagian pembatasan terkait penyelenggaraan acara. Sejumlah ahli pun berkomentar atas kebijakan tersebut.

Oleh Faisal Javier

tempo

Seiring tren penurunan kasus Coronavirus Disease (Covid-19), pemerintah tampak percaya diri untuk mengizinkan penyelenggaraan kegiatan besar. Langkah ini diambil dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi nasional, terutama di sektor pariwisata.

“Pemerintah kini dapat memberikan izin untuk mengadakan perhelatan dan pertemuan berskala besar yang melibatkan banyak orang, asalkan mematuhi pedoman penyelenggaran yang telah ditetapkan,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate dalam siaran pers seperti dilansir dari Antara, Sabtu, 25 September 2021.

Kegiatan berskala besar yang dimaksud adalah aktivitas yang melibatkan peserta atau undangan dalam jumlah besar dan dari berbagai tempat, seperti konferensi, pameran dagang, acara olahraga, festival konser, pesta, maupun acara pernikahan besar.

Di Barat, beberapa negara mulai mengendurkan pembatasan kegiatan terkait Covid-19. Inggris misalnya. Pemerintahan Boris Johnson menghapus panduan menjaga jarak minimal 1 meter, tapi masih berlaku di tempat-tempat seperti rumah sakit dan pengecekan paspor. 

Pemerintah Inggris juga mencabut aturan pembatasan jumlah orang dalam pertemuan, termasuk dalam acara seperti pernikahan, konser, teater, pertandingan olahraga, pemakaman, dan peribadatan. Stadion-stadion dipenuhi dengan penonton pertandingan Liga Inggris, bahkan sulit menemuikan sekadar satu orang di antara mereka yang memakai masker. 

Tingkat vaksinasi yang tinggi jadi alasan di balik kebijakan pelonggaran besar-besaran tersebut. Sebanyak 90 persen populasi berusia 16 tahun ke atas di negara itu telah mendapat dosis pertama vaksin, dan 82 persen populasi telah menerima dosis kedua alias tervaksinasi sepenuhnya.

Public Health England memperkirakan bahwa program vaksinasi Inggris Raya hingga 19 September mampu mencegah 24 juta kasus baru, 230 ribu kasus perawatan di rumah sakit, dan 120 ribu kematian.

Berdasarkan Aturan PPKM

Dalam siaran pers tadi, Johnny tidak membeberkan secara detail maksud dari mematuhi pedoman penyelenggaraan yang telah ditetapkan. Ia hanya mencontohkan dua kegiatan olahraga yang sedang berjalan saat ini, Liga 1 dan 2, serta PON XX Papua.

“Tentu saja penyelenggaraan kedua acara besar tersebut telah melalui diskusi berbagai pihak guna menekan risiko penularan virus,” ujar Johnny.

Ucapan Johnny lain yang masih menimbulkan pertanyaan adalah “berskala besar”. Sebesar apa kegiatan yang dimaksud Johnny? Apakah seperti penyelenggaraan kegiatan-kegiatan sebelum pandemi?

Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito pun memberi keterangan lebih lanjut soal itu.

“Kembali kami tegaskan bahwa pemerintah baru akan memberikan izin pembukaan sektor, jika kondisi kasus Covid-19 di sekitar daerah penyelenggaraan acara terkendali dan telah adanya komitmen serta persiapan yang matang sebelum kegiatan beroperasi kembali,” kata Wiku dalam konferensi pers daring, Selasa, 28 September 2021.

Wiku menyebut rincian pengaturan tiap-tiap jenis kegiatan sudah ditetapkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 43 Tahun 2021 untuk wilayah Jawa-Bali dan Nomor 44 Tahun 2021 untuk wilayah non-Jawa-Bali. Dua aturan itu notabene merupakan pedoman Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Namun seiring pembaruan pengumuman PPKM pada 4 dan 5 Oktober lalu, maka otomatis berlaku pedoman yang baru, yakni Inmendagri Nomor 43 Tahun 2021 untuk wilayah Jawa-Bali dan Nomor 44 Tahun 2021 untuk wilayah non-Jawa-Bali. 

Kegiatan olahraga yang disebut Johnny, PON dan Liga 1, dalam pelaksanaannya memiliki pedoman tersendiri. Untuk pelaksanaan Liga 1 diatur dalam Inmendagri Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4, Level 3, dan Level 2 Coronavirus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa pelaksanaan kompetisi tertinggi sepak bola Indonesia itu maksimal sembilan pertandingan setiap minggu dan dilaksanakan di wilayah kabupaten atau kota dengan kriteria level 3 dan 2. Untuk pemain, ofisial, kru media, dan staf pendukung harus menjalani skrining aplikasi PeduliLindungi, diwajibkan telah divaksin penuh, dan menyertakan hasil tes PCR maupun Antigen saat memasuki tempat pertandingan dan latihan. Pelaksanaan kompetisi pun tidak menerima kehadiran penonton di stadion, dan kegiatan nonton bersama (nobar) suporter pun dilarang.

Sementara PON diatur lebih lanjut dalam Inmendagri Nomor 46 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional XX di Provinsi Papua Tahun 2021. Berbeda dengan Liga 1, kehadiran penonton diperbolehkan pada pelaksanaan seremoni pembuka dan penutup, serta pertandingan, dengan syarat menjalani skrining hasil tes PCR atau antigen dan bukti vaksinasi. Untuk acara seremoni pembuka dan penutup, penonton dibatasi maksimal 10 ribu orang. Sementara pada pertandingan jumlah penonton dibatasi 25 persen dari kapasitas maksimal.

Kegiatan skala besar lain yang telah terselenggara adalah konser musik Jazz Gunung 2021, yang berlangsung di kawasan Gunung Bromo, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Saat itu, Kabupaten Probolinggo masuk dalam wilayah PPKM Level 2. Jumlah penonton yang hadir dibatasi hanya 25 persen dari kapasitas maksimal alias 500 orang. 

‘Sudah Benar tapi Perlu Ekstra Hati-hati’

Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman menyebut bahwa langkah pemerintah dalam memberi izin penyelenggaraan acara berdasarkan leveling PPKM sudah benar. Bahkan menurutnya perlu ada uji coba untuk mengetes kesiapan menghadapi dampak yang ditimbulkan pasca acara pada situasi Covid-19.

“Makanya saya mendukung kalau ada uji coba, tapi harus benar-benar objektif,” kata Dicky kepada Tempo pada 7 Oktober 2021. Dicky menjelaskan maksud dari objektif adalah indikator-indikator pelanggaran itu bisa dipertanggungjawabkan.

Dicky menyebut Covid-19 di Indonesia saat ini belum sepenuhnya terkendali. Level penularan Covid-19 di Indonesia masuk dalam level penularan masyarakat (community transmission) yang menurut Dicky merupakan level terburuk, karena mayoritas kasus tidak terdeteksi.

Namun Dicky memaklumi bila pemerintah dan masyarakat menginginkan pelonggaran. Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk memperkuat indikator yang lain.

“Indikator lainnya seperti positivity rate itu harus kuat, ditunjang testing tracing yang kuat,” ujarnya.

Masalahnya, kata Dicky, hingga saat ini standar tes Indonesia masih mengacu pada standar tes 1 per 1000 penduduk dalam seminggu. Padahal, menurut Dicky, standar yang cukup harus empat kali lipatnya, bahkan lebih baik jika mencapai 12-20 kali lipatnya.

Ia juga memberi catatan pada penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk skrining kegiatan.

Enggak semua ada aksesnya, enggak semua punya internet. Jadi opsinya harus ada dua, manual (dan) digital, enggak bisa cuma satu (opsi).”

Dicky tidak memungkiri potensi gelombang ketiga Covid-19 bisa saja terjadi di Indonesia pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Ada tiga faktor yang mendukung hal itu. Pertama level penularan masyarakat, kedua rasio kematian per kasus yang melampaui rasio rata-rata dunia, dan ketiga rasio vaksinasi dosis penuh belum mencapai 50 persen populasi.

“Walaupun (gelombang ketiga) tidak terlihat dalam laporan nyata karena kapasitas testing tracing kita yang belum sesuai atau merespon skala pandemi,” kata Dicky.

Dicky pun menyarankan masyarakat agar tetap tidak abai pada protokol 5M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak, Menjauhi Kerumunan, dan Membatasi Mobilisasi dan Interaksi), bahkan walau sudah berada di wilayah PPKM Level 1 sekalipun.

“Semua itu New Normal yang harus dilakukan,” ujarnya.

CREDIT

Penulis

Editor

Multimedia