KATEGORI: INDUSTRI KEUANGAN

Claudia Kolonas

Pluang

Bahwa kegagalan itu sebenarnya pelajaran. Kegagalan bukanlah hal yang buruk.

- Claudia Kolonas, Co-Founder Pluang

EMPAT tahun sebelum berkongsi mendirikan Pluang, Claudia Kolonas dan Richard Chua menyimak ajaran Michael Chu, salah satu pelopor pembiayaan mikro, di kelas Business at the Base of the Pyramid di Harvard Business School, Amerika Serikat, tempat kuliah mereka. Penjelasan Chu pada 2015 itu menginspirasi mereka bahwa bisnis bukan hanya soal keuntungan, tapi juga dampaknya terhadap masyarakat. 

“Kami jadi banyak belajar bahwa sebenarnya untuk meningkatkan inklusi keuangan ada banyak wacana dan mungkin opportunity untuk bisnis itu melalui kerja sama dengan pemerintah maupun ekosistem lainnya,” kata Claudia kepada Tempo pada Rabu, 21 September 2022.

Berdasarkan pengalamannya berkecimpung di industri finansial, Claudia tahu bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki keterbatasan dalam mengakses berbagai macam produk finansial. Kondisi ini berbeda dengan hasil riset dia dan Richard semasa kuliah di Harvard. Masyarakat Amerika relatif lebih mudah menghasilkan kekayaan karena memiliki akses investasi ke berbagai aset keuangan dunia dengan biaya yang rendah.

Nama

Claudia Kolonas

Tempat, tanggal lahir

Jakarta, 28 Februari 1989

Pendidikan

  • Bachelor degree (S1) di bidang Biologi Molekular di Occidental College, Los Angeles, California, Amerika Serikat, 2007-2011
  • Master of Business Administration (S2) di Harvard Business School, Boston, Massachusetts, Amerika Serikat, 2014-2016

Karier

  • Senior Manajer Investasi di Celebes Capital (2011-2014)
  • Business Design MBA Intern di IDEO (Juni-Agustus 2015)
  • Penasihat Investasi di Celebes Capital (2016-sekarang)
  • Pendiri Pluang (2019-sekarang)

Dari riset itu, mereka juga menemukan kenyataan bahwa sekitar 10 persen orang yang terkaya di dunia menguasai 90 persen saham perusahaan yang terhimpun dalam indeks S&P500, indeks yang disusun berdasarkan nilai saham 500 perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar di bursa saham Amerika. Di Indonesia, jumlah orang yang berinvestasi di pasar saham jauh lebih rendah. Dalam riset Claudia dan Richard, jumlahnya kurang dari 0,2 persen total populasi di Indonesia saat itu, sekitar 250 juta. Itu pun dengan biaya mahal dan aset investasi yang lebih terbatas.

"Angka itu sebenarnya lumayan mengejutkan buat saya. Wah, sebenarnya alasannya apa ya? Kami menelusuri sambil bekerja sama dengan Profesor Chu di Harvard," kata perempuan kelahiran Jakarta, 28 Februari 1989 ini.

Bersama dengan Richard–kini menjadi suaminya–yang memiliki latar belakang sebagai konsultan dalam pertumbuhan bisnis teknologi digital seperti YouTube, Google Cloud, dan Google Pay, keduanya akhirnya mendirikan perusahaan rintisan financial technology bernama Pluang pada Agustus 2019—rebranding dari EmasDigi (2018). Produknya adalah platform aplikasi investasi multiaset: emas, reksadana, aset kripto, US Equities Index, dan US Stock CFD. 

"Saya sangat ingin membantu masyarakat Indonesia, baik itu generasi milenial dan zilenial, maupun untuk kalangan yang lebih berumur, untuk memperoleh kemudahan akses ke berbagai produk finansial,” kata Claudia. “Sebelum tahun 2019, orang-orang sangat sulit berinvestasi.”

Sejak Kecil Bercita-cita Menjadi Pebisnis

Selepas lulus dari Harvard, Claudia sempat menjadi manajer investasi di Celebes Capital, perusahaan investasi yang didirikan ayahnya. Di perusahaan tersebut, ibunya menjabat sebagai chief financial officer (CFO). "Jadi, saya sudah melihat kerja keras dari kecil untuk membangun satu bisnis," kata Claudia.

Karena latar belakang orang tua yang berkecimpung di dunia keuangan, Claudia sejak usia dini telah dididik sang ayah untuk menyimpan uangnya tidak hanya dalam bentuk tabungan atau deposito di bank, melainkan juga di pasar saham. Karena itu, pada usia 12 tahun, ia menginvestasikan uangnya ke saham Disney. Alasannya sederhana: dia sangat menyukai berbagai karakter kartun yang dibuat perusahaan tersebut. Saat itu saham Disney dijual kurang dari US$ 10 dolar per lot.

Suasana kantor platform investasi Pluang di Plaza Indonesia, Jakarta. Rabu 14 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Suasana kantor platform investasi Pluang di Plaza Indonesia, Jakarta. Rabu 14 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Jika dari ayahnya Claudia memahami arti pentingnya investasi, dari sang ibu, Claudia belajar soal kerja keras dan pengorbanan. Sejak sekolah dasar, dia sudah menyaksikan bagaimana ibundanya, Mieke Santosa, berjerih payah mengelola keuangan perusahaan keluarganya. "Saya sering melihat dia meeting ataupun mengerjakan hal lainnya," ucap Claudia.

Dari ibunya pula, Claudia belajar bahwa tugas perempuan ternyata tidak terbatas pada urusan dapur rumah saja, melainkan bisa lebih luas, yaitu mengurus perusahaan yang dibangun dengan cucuran keringat sendiri. "Saya sangat beruntung orang tua saya dari awal ketika saya kecil selalu mengajarkan, baik laki-laki maupun wanita, tetap harus kerja dan bisa melakukan hal-hal yang mungkin tidak biasa di dunia enterpreneurship," katanya.

Hambatan Mendorong Edukasi

Sekembalinya ke Tanah Air untuk membangun perusahaan rintisan berbasis teknologi, Claudia tak langsung menemukan jalan mulus. Ketika mendirikan Pluang pada 2019, dia mengaku kesulitan mencari ahli teknologi informasi atau programmer di dalam negeri. Waktu itu, perkembangan bisnis digital sedang menanjak sehingga permintaan akan programmer sangat tinggi. Di sisi lain, ketersediaan sumber daya manusianya masih minim. 

"Awalnya, untuk kami benar-benar bisa menemukan sejumlah engineer yang cukup dengan budget yang sangat limited sangat berat," kata Claudia. Tapi ia tak kehilangan. Agar bisnis yang dirintisnya memiliki tim teknologi dan informasi yang mumpuni, ia menggencarkan pelatihan bagi pegawai yang sudah bergabung. 

Karyawan mengakses platform investasi Pluang di Plaza Indonesia, Jakarta. TEMPO/ Febri Angga Palgunas
Karyawan mengakses platform investasi Pluang di Plaza Indonesia, Jakarta. Rabu 14 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Tak selesai di situ, Claudia juga harus menghadapi tantangan lain. Literasi finansial di Indonesia yang masih tergolong rendah, di bawah 40 persen. Ini menyebabkan produk perusahaannya tak dilirik oleh konsumen dalam negeri. Karena itu, Claudia mendorong Pluang menggelar berbagai edukasi pada 2019 untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat melalui Pluang Academy, media sosial, hingga berkolaborasi dengan asosiasi fintech.

Menurut Claudia, program ini sekaligus untuk mengedukasi masyarakat agar tak terjebak skema investasi bodong hingga pinjaman online atau peer-to-peer lending ilegal. Dia pun memperjuangkan ikhtiar tersebut melalui posisinya saat ini sebagai Ketua Bidang Manajemen Aset di Asosiasi Fintech Indonesia atau Aftech sejak 2020. "Kalau ada perusahaan atau bisnis yang tidak mengikuti peraturan dan merusak, itu jadi tantangan yang lumayan besar buat kami," ujar Claudia.

Pandemi Covid-19 sebagai Katalis

Pandemi Covid-19 menjadi katalis positif bagi bisnis rintisan yang didirikan Claudia Kolonas dan Richard Cua. Pertumbuhan transaksi pengguna bulanan Pluang tumbuh 33 kali lipat pada periode Januari 2020-Desember 2021, kemudian nilai transaksi bulanan naik 131 kali, dan pertumbuhan jumlah rekening yang didanai mencapai lebih dari 67 kali selama periode tersebut. Kini, total pengguna Pluang tembus 7,9 juta orang. "Sebelum Covid-19, kayaknya susah banget agar orang mau baca atau belajar mengenai investasi," kata Claudia.

Claudia bersyukur Pluang terus tumbuh meski di situasi yang sulit. Jumlah pegawainya terus bertambah. Hingga Maret 2020, personel Pluang hanya sekitar 30 orang. Kini, menjadi 421 orang.

Suasana kantor platform investasi Pluang di Plaza Indonesia, Jakarta. Rabu 14 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palgunas
Suasana kantor platform investasi Pluang di Plaza Indonesia, Jakarta. Rabu 14 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Sebagai seorang womantech, kata Claudia, kesulitan yang dihadapinya di bisnis startup keuangan bisa dua kali lipat ketimbang yang dihadapi pria, yang begitu dominan di industri fintech. "Menjadi female entrepreneur itu tidak mudah," ucapnya.

Jam kerjanya menjadi 7x24 jam dalam sepekan. Dia juga seringkali mengorbankan kepentingan pribadinya agar Pluang terus berkibar. Menurut Claudia, selama dua tahun ini bisa dihitung jari dia bisa berlibur dengan keluarga. "Jadi banyak pengorbanan yang mungkin tidak terlihat publik, yang itu sebenarnya tidak mudah," tuturnya.

Namun ia meyakini bahwa tidak ada keberhasilan tanpa perjuangan. Kalaupun sudah berjuang namun menemukan kegagalan, Claudia mengatakan hal itu bukanlah hal yang harus ditakuti dan disesali. Justru, katanya, menjadi pemicu untuk kembali bangkit dan belajar supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama. "Bahwa kegagalan itu sebenarnya pelajaran,” katanya. “Bukan hal yang buruk.

Menurut Claudia, di Amerika Serikat tempat ia menimba ilmu, kegagalan dalam merintis usaha itu jamak dan bukan hal yang memalukan. “Tapi mungkin di Indonesia perasaan malu itu masih ada dan jadi stigma.”

Peluang Emas jadi Pluang

SEKAT-sekat kaca ruangan kerja di lantai paling atas GoWork Plaza Indonesia di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, dipenuhi corat-coret. Isinya angka hitung-hitungan hingga target yang mesti dicapai Pluang, perusahaan rintisan besutan Claudia Kolonas.

Ini kantor sementara Pluang. Kantor aslinya yang berlokasi di gedung yang sama tengah direnovasi besar-besaran. Jumlah pegawai yang tadinya puluhan, kini sudah ratusan seiring kian moncernya Pluang.

Coret-coretan kian menjubeli kaca sekat di berbagai ruangan ketika tim divisi produk menggelar rapat harian. Beragam inovasi untuk meluncurkan produk investasi bagi masyarakat terus diracik dalam rapat. Ruangan kedap suara yang menjadi tempat rapat menjadi saksi kunci lahirnya produk-produk investasi Pluang.

Mulanya, Pluang yang waktu itu masih bernama EmasDigi, hanya menawarkan produk investasi emas. Produk investasi emas pertama kali diluncurkan karena merupakan aset yang paling aman dan mudah dipahami masyarakat Indonesia. "Sampai hari ini sebenarnya emas itu produk terpopuler kami karena memang di Indonesia emas itu sudah terkenal," kata Claudia saat berbincang pada Rabu, 21 September 2022.

Infografis Pluang

Namun produk investasi emas saja tak cukup untuk membuat masyarakat memiliki aset investasi yang bisa menunjang pendapatan mereka. Claudia sadar, diversifikasi produk harus dipahami masyarakat dalam berinvestasi supaya dana yang mereka pupuk aman dan tak mudah tergerus ketika dihantam krisis.

Di sini, peran tim produk Pluang semakin besar. Melalui rapat dan berbagai coretan di kaca-kaca ruangan kerja itu, tim produk mengusulkan inovasi. Kini, Pluang memiliki empat tambahan produk investasi lainnya di luar Gold (emas), yaitu Mutual Fund (reksa dana), Crypto Asset (aset kripto), US Equities Index, dan US Stock CFD. "Hampir dari 70 persen pengguna kami masih di produk emas," kata Claudia. Produk emas digital Pluang bahkan bisa ditarik dalam bentuk emas sungguhan yang langsung diantar dari kantor-kantor Antam ke rumah nasabah.

Pengembangan produk ini dilakukan Pluang setelah mendapatkan pendanaan dari berbagai perusahaan modal ventura. Pada periode 2021, Pluang mengumumkan pendapatan pendanaan mencapai US$ 55 juta. Sebelum itu, pada Maret 2019, Pluang memperoleh pendanaan seri A dari Go-Ventures. Lalu pada Maret 2021, Pluang mendapatkan pendanaan pra-seri B dari konsorsium yang dipimpin Openspace Ventures bersama investor yang terlibat di pendanaan sebelumnya, termasuk Go-Ventures. 

Pada Januari 2022, Pluang kembali meraih lanjutan pendanaan seri B yang dipimpin Accel. Investor-investor yang turut mendukung Pluang meliputi BRI Ventures, Square Peg, UOB Venture Management, SIG Ventures, hingga The Chainsmokers. "Kami beruntung mendapatkan pendanaan dari berbagai modal ventura dan akhirnya kami bisa meluncurkan berbagai produk," kata Claudia. Pluang pun menjadi perusahaan pertama yang memperkenalkan aset kripto sebagai produk investasinya.

Meski sudah memiliki produk investasi, Claudia bercerita, untuk menarik perhatian masyarakat melirik produk-produk itu bukanlah hal yang mudah karena literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah. Tim komunikasi pun harus putar otak untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya investasi. Di antaranya melalui Pluang Academy hingga berbagai saluran media sosial dan media online.

Pluang juga memperkuat saluran distribusi produknya melalui perusahaan teknologi digital yang sudah lebih dulu besar, seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, hingga Dana. Bagi Claudia, kolaborasi bisnis sangat penting untuk membesarkan perusahaan. Karena itu, dia selalu menekankan kepada timnya bahwa kunci nomor satu untuk memperluas penjualan produk adalah kuatnya distribusi. Caranya, melalui kemitraan dengan perusahaan lain.

Dengan strategi itu, Pluang kini memiliki 7,9 juta pengguna yang terdaftar. Sejak Januari 2020-Desember 2021, pengguna yang melakukan transaksi secara bulanan telah tumbuh 33 kali, dengan nilai transaksi bulanan melonjak 131 kali, dan angka funded accounts meningkat 67 kali. "Tidak terpikir pada awalnya kami bisa mencapai pengguna segitu banyak,” kata Claudia. “Kami sangat beruntung karena sangat didukung juga mitra-mitra kami.”

Dengan segala pencapaian tersebut, Claudia merasa belum puas. Ia masih memupuk cita-cita lebih besar dari sekadar membangun sebuah perusahaan nasional. Ia ingin menjadikan Pluang sebagai perusahaan global yang membuka peluang kerja bagi semua ras, suku, bangsa, hingga gender agar masyarakat dunia bisa menikmati kemakmuran yang merata dari hasil investasi. "Meski kami mulai di Indonesia dan hati kami tetap di Indonesia, tapi saya ingin membuat Indonesia bangga dengan membangun global company," kata Claudia.