Longform

Para Pejuang Vaksin dan Vaksinasi Covid-19

Jumat, 04 Februari 2022

Dari dalam hutan sampai belantara media sosial, dari laboratorium di negeri seberang lautan hingga kebun-kebun tempat warga ‘sembunyi’, inilah mereka dan kisah di balik percepatan upaya vaksinasi Covid-19.

Oleh Tim Tempo

Vaksinasi adalah satu di antara anak kunci penting yang dibutuhkan untuk bisa ke luar dari pandemi Covid-19, terlebih dengan varian baru virusnya yang belum kunjung putus. Kebutuhan ini telah melahirkan mereka, para pejuang vaksin, yang berjibaku dalam palagan mereka masing-masing demi satu tujuan: membuat seluruh anak negeri terproteksi dari Covid-19 sekarang dan jangka panjang.

Tempo mengangkat peran para pejuang vaksin itu dalam edisi khusus akhir 2021 yang baru berlalu. Dimulai dari bagian pertama, yakni mereka yang berjuang dalam laboratorium di dalam maupun luar negeri. Sebagian terlibat dalam pembuatan dan uji vaksin Covid-19 yang telah luas digunakan di dunia. Sebagian lainnya mengemban misi kemandirian vaksin bangsa di masa depan.

Di bagian kedua adalah para dokter dan vaksinator yang berjuang di lapangan. Tak terkira aneka tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari medan geografis yang keras sampai resistensi dari masyarakat yang tak kalah melelahkan menghadapinya. 

Lalu, bagian akhir, tentang para pendukung gerakan vaksinasi massal Covid-19 di Tanah Air. Mereka melapis kerja dan melapangkan jalan bagi para dokter dan vaksinator di lapangan. Sebagian lainnya berkontribusi memerangi setiap kabar kibul dan teori-teori spekulasi yang mengganggu dan kerap membuat ragu masyarakat. 

Catatan cakupan vaksinasi dosis pertama di seluruh wilayah Indonesia yang telah melebihi angka 75 persen dan 50 persen untuk dosis kedua sekarang ini tak lepas dari buah kerja keras mereka semua. 

Para Pejuang Vaksin dan Vaksinasi Covid-19

Pejuang Vaksin Ber-jas Lab

Vaksin AstraZeneca atau yang dikenal juga sebagai vaksin Oxford, tak lepas dari ramuan Carina Citra Dewi Joe, perempuan peneliti berusia 33 tahun asal Jakarta. Menyelesaikan studinya selepas SMA, hingga mendapatkan gelar doktor bidang bioteknologi, di Australia, Carina Joe terbang ke Inggris untuk mendapatkan tantangan baru di awal 2020 lalu. Dia mendarat di The Jenner Institute Laboratories, University of Oxford, tepat saat virus corona baru misterius dan mematikan menyebar dari Wuhan, Cina. 

Dalam penciptaan vaksin AstraZeneca, Carina Joe berperan pada tahap manufaktur. Seperti spesialisasinya di laboratorium terkemuka di Australia, Ia bertanggung jawab menemukan formula agar bibit vaksin yang dikembangkan oleh tim di Oxford dapat dibuat dalam skala produksi atau skala besar. Carina pun kini menjadi salah satu nama yang mengantongi hak paten khusus untuk produksi vaksin berplatform vektor adenovirus tersebut.

Menurut Carina, semua perusahaan farmasi global saat ini tengah menunggu apakah produksi vaksin varian baru diperlukan menyusul kemunculan SARS-CoV-2 varian Omicron. Varian baru ini diketahui menurunkan efikasi vaksin yang ada saat ini. Menurut dia, tak perlu menunggu lama untuk menciptakan vaksin varian baru ketika purwarupa sudah ada. “Tinggal ganti genomic sequencing-nya menurut varian baru,” ujarnya.

Seorang perempuan peneliti dari Indonesia lainnya muncul dari laboratorium milik Harvard University, Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Novalia Pisesha mulai dikenal publik pada awal September lalu saat makalah ilmiahnya tentang kandidat vaksin Covid-19 yang berbasis protein terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences. 

Perempuan asal Singosari, Jawa Timur, ini memulai proyek pembuatan vaksin Covid-19 pada April 2020. Saat itu, ia sedang mengembangkan teknologi nanobodi (fragmen antibodi) untuk mengendalikan penyakit autoimun. Teknologi yang pada dasarnya memanipulasi imun manusia ini juga dapat dikembangkan untuk membuat pelbagai vaksin, seperti vaksin malaria. “Ketika ada Covid-19 jadi dikembangkan untuk vaksin penyakit itu,” ucapnya.

Doktor lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) ini memang dikenal sebagai inovator muda dalam teknologi nanobodi. Di Tanah Air, Novalia menjajaki kerja sama dengan IPB University yang memiliki Pusat Studi Satwa Primata untuk melanjutkan tahap uji praklinis vaksin yang sedang dikembangkannya itu. 

Di negeri sendiri, sejumlah kampus dan lembaga penelitian di Indonesia ikut berpacu memproduksi vaksin Covid-19 dalam konsorsium vaksin Merah Putih. Yang terdepan sejauh ini adalah Universitas Airlangga yang bekerja sama dengan PT Biotis Pharmaceuticals. Proyek vaksin Merah Putih di kampus ini dipimpin oleh Fedik Abdul Rantam. Ketua tim uji klinisnya Dominicus Husada.

PT Biotis Pharmaceuticals Indonesia telah menyiapkan sekitar 2.000 vaksin untuk pilot scale menggunakan bibit vaksin yang diproduksi kampus di Surabaya, Jawa Timur, tersebut. “Pilot scale adalah penyiapan bahan vaksin dalam jumlah terbatas untuk uji klinis fase satu,” kata Fedik.

Sebanyak sekitar 200 orang telah mendaftar untuk uji fase awal itu. Targetnya, calon vaksin sudah akan sampai ke uji final pertengahan 2022 ini. Saat itulah, proyeksi vaksin akan digunakan sebagai booster atau tidak akan diputuskan. Sejauh ini mereka optimistis berdasarkan hasil uji praklinis (uji pada hewan) yang sudah dilalui dengan hasil efikasi calon vaksin yang memuaskan.

Adalah Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio, yang pada Maret tahun lalu mengundang seluruh institusi pemilik kemampuan membuat vaksin di Tanah Air untuk berhimpun demi bisa memproduksi vaksin Covid-19 secara mandiri. Amin menyatakan itu dalam video conference dengan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro.

“Intinya kami membutuhkan para ahli yang membidangi pertama tentu imunologi, vaksinologi, virologi, animal experimentmoleculer cloning dan juga bioinformatic. Itu yang akan kami undang untuk bisa bergabung,” ujar Amin Soebandrio saat itu.

Eijkman—kini Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional—saat ini berada di antara barisan lembaga pengembang vaksin Merah Putih di belakang Unair. Jenis vaksin yang dikembangkan berbasis protein rekombinan yang universal yang diharapkan bisa digunakan untuk semua varian virus Covid-19. 

Jangan juga lupakan peran para peneliti di belakang uji klinis CoronaVac, vaksin Covid-19 bikinan Sinovac Biotech, Cina, di Indonesia. Di antaranya adalah Lucia Rizka Andalusia, saat itu menjadi Direktur Registrasi Obat dan kemudian Direktur Standardisasi Obat di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yang berperan sebagai inspektur

Dengan angka kasus infeksi yang terus bertambah, pemerintah ingin proses uji klinis dipercepat. Saat pengujian dimulai pada 11 Agustus 2020, jumlah infeksi di Indonesia sudah menembus 37 ribu dengan lebih dari 5.000 kematian. Uji klinis ditargetkan rampung pada akhir Desember 2020 agar vaksin bisa dipakai pada Januari 2021.

“Benar-benar tidak ada akhir pekan, tidak ada libur,” kata Lucia yang bersyukur pelaksanaan uji klinis akhirnya sesuai dengan rencana dengan kesimpulan vaksin tersebut aman dengan tingkat efikasi 65,3 persen. “Kadang ada yang terlewatkan. Ada juga soal salah input data. Soal itu segera dikoreksi. Alhamdulillah, tidak ada yang kritis,” ucapnya.

Manajer tim riset Universitas Padjadjaran, Eddy Fadlyana, mengatakan uji klinis vaksin Sinovac itu melibatkan 100 orang, terdiri atas sekitar 20 dokter dan sisanya perawat serta petugas administrasi. Uji klinis dilaksanakan di enam pusat kesehatan masyarakat dan pusatnya berada di Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin, Bandung.

Sebelumnya tim membuat protokol uji klinis yang harus disetujui BPOM. Sembari melengkapi kebutuhan itu, rekrutmen relawan uji klinis dimulai. Targetnya 1.620 orang.

Tim riset sempat ragu ada orang yang mau menjadi relawan karena ada banyak beredar hoax dan komentar miring tentang vaksin. Juga ada anggapan bahwa para relawan akan diperlakukan seperti 'kelinci percobaan'. Di luar dugaan, yang bersedia menjadi relawan ternyata sangat banyak. “Membeludak,” tutur Eddy. 

Pejuang Vaksin dengan Jarum dan Vial di Tangan

Steven De Nachs, 27 tahun, adalah satu-satunya dokter di Puskesmas Sarereiket di pedalaman Mentawai, Sumatera Barat. Wilayah kerjanya meliputi dua desa: Madobag dan Matotonan. Dua tantangan dihadapinya sekaligus di era vaksinasi Covid-19, yakni penolakan warga disuntik yang mengabaikan setiap undangan vaksinasi dan minimnya fasilitas infrastruktur di pedalaman. 

Steven harus bolak-balik menjemput stok dosis vaksin yang akan disuntikkan ke Puskesmas Muara Siberut, di ibu kota Kecamatan Siberut Selatan. Di sinilah, stok vaksin jatah Sarereiket disimpan. Jaraknya satu jam perjalanan darat menggunakan sepeda motor dan satu jam lagi naik pompon (perahu kecil dengan mesin tempel).

Dengan cara itu, vaksin yang dibawa bisa dipakai habis di dusun tujuan. Kalaupun masih ada yang bersisa, vaksin akan dititip di kulkas milik sebuah warung di Madobag karena tak tersedia di Puskesmas Sarereiket. Itupun listriknya hanya bertahan pukul 18-23 WIB. “Ditempatkan dalam freezer-nya jadi vaksin tetap dingin saat listrik sudah terputus,” katanya. 

Tantangan medan geografis yang berbeda dihadapi Ahmat Fauzi dan 11 anggota tim vaksinator di Kecamatan Pulau Masalembu, Sumenep, Jawa Timur. Wilayah kerjanya termasuk dua pulau yang terpisah dari Masalembu, yakni Masakambing dan Karamian. Pulau pertama berjarak tempuh berlayar dengan perahu nelayan selama 2-3 jam, pulau yang kedua bisa sampai 6 jam menumpang perahu penyeberangan. 

“Kalau ke Karamian itu ombaknya yang berat, kalau di Masakambing itu kami masih harus sambung rakit lagi untuk sampai ke dermaga,” kata Fauzi lewat sambungan telepon. Dia menambahkan, “Kami juga pernah terpaksa melakukan vaksinasi di atas kapal karena tak bisa merapat.”

Hingga kini, tingkat vaksinasi di wilayah Kecamatan Pulau Masalembu bahkan melampaui capaian cakupan di wilayah Sumenep daratan. Itu karena setiap kali kepala dusun di wilayahnya memberi lampu hijau, Fauzi dan tim tak mau menyia-nyiakan kesempatan dan langsung bergegas. “Kami terbagi menjadi tiga tim dan hari ini kami lakukan vaksinasi di tiga titik lokasi berbeda,” kata dia saat wawancara dilakukan.

Pada skala yang lebih besar, resistensi di tengah masyarakat terhadap vaksin Covid-19 dihadapi Raveinal, dokter di Rumah Sakit Umum Daerah M. Jamil di Kota Padang, Sumatera Barat—provinsi yang tingkat vaksinasinya belakangan melesat. Anggota tim vaksinator nasional ini bahkan harus menghadapi dan meyakinkan sesama dokter. 

Selesai dengan kolega, dokter berusia 56 tahun, spesialis penyakit dalam, ini masih harus berhadapan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Mereka, alih-alih bersedia membantu meyakinkan banyak kalangan untuk mau jalani vaksinasi, malahan kerap menghambat di setiap rapat koordinasi. Di luar rapat bahkan menyebarkan disinformasi. 

Kepada mereka, Raveinal memilih tegas. “Ya sudah ditinggal saja, tak usah lagi diajak rapat-rapat,” katanya. Dokter yang juga konsultan alergi imunologi dan pemilik gelar doktor bidang biomedik dari Universitas Andalas ini menambahkan, “Orang lain yang harus kami selamatkan dulu.”

Pejuang untuk Percepatan Vaksinasi

Beragam inovasi dan terobosan muncul untuk mendukung percepatan dan bertambah luasnya cakupan vaksinasi Covid-19 di suatu daerah. Vaksinasi malam, misalnya. Ajun Komisaris Besar Harun menggagasnya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, saat memimpin kepolisian wilayah setempat. Pun dengan Letnan Kolonel Infanteri Nur Wahyudi, Komandan Kodim Lebak, Banten. 

Latar belakang keduanya sama, yakni upaya undangan vaksinasi pada waktu normal tak bersambut karena banyak warga tak menganggap penting vaksinasi dan memilih dalih bertani dan berkebun. Hasilnya juga senada: vaksinasi malam mampu mendorong cukup signifikan cakupan vaksinasi di daerah masing-masing.

Di Kepulauan Riau, Kepala Polres Natuna, Ajun Komisaris Besar Iwan Ariyandhy, juga melakukan terobosan dengan menggandeng petugas kesehatan puskesmas mendatangi warga yang belum divaksin. Sasarannya, masyarakat dan warga lansia yang ingin mengikuti imunisasi tapi tidak bisa pergi ke puskesmas ataupun gerai vaksin karena lokasinya cukup jauh. “Kami menyarankan vaksinator melakukan door to door,” kata Iwan.

Jemput bola juga tak sungkan dilakukan di wilayah Polsek Bukit Intan, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung. Seperti yang tergambar pada September lalu, saat vaksinasi di Perumahan Bhayangkara, Kelurahan Temberan. Anggota Bhabinkamtibmas Brigadir Kepala Julianto sampai menjemput warga dari kebunnya masing-masing menumpang sepeda motor dinas. “Para pekerja itu sempat kaget waktu kami jemput,” katanya.

Khusus terobosan yang dilakukan di Kodim Lebak diputuskan direplikasi di seluruh wilayah kodim oleh Panglima Kodam Siliwangi, Mayor Jenderal Agus Subiyanto.Terobosan oleh anak buah dikombinasikan dengan inisiatifnya memetakan daerah tempat tinggal warga lansia untuk didatangi tim vaksinator, di Jawa Barat dan Banten, wilayah kerja Kodam Siliwangi. “Kami akan terus melakukan serbuan vaksinasi sehingga herd immunity segera terwujud,” tuturnya.

Kontribusi yang diberikan Kurmin Halim, warga Palembang, Sumatera Selatan, berbeda. Dia mewakili kontribusi yang datang dari masyarakat dan swasta dengan memfasilitasi ruang dan layanan untuk vaksinasi massal Covid-19 di daerah masing-masing.

Kurmin bersama Paguyuban Sosial Marga Tionghoa, TNI, Polri, dan dinas kesehatan menggelar vaksinasi massal di gedung Arena9 dan Pitstop–tempat usaha Kurmin. Sejak Mei hingga Oktober 2021 lalu, dalam 12 kali kegiatan vaksinasi, total peserta imunisasi yang berhasil dihimpun hingga 11.678 orang. “Kami juga menyediakan layanan antar-jemput bagi lansia menggunakan mobil,” kata Kurmin menambahkan.

Masyarakat Anti Fitnah (Mafindo), KawalCovid-19 dan LaporCovid-19 berada di palagan yang berbeda dalam dukungan yang mereka berikan untuk gerakan vaksinasi Covid-19. Virus yang mereka pilih untuk perangi adalah yang menyebar di media sosial dan ruang-ruang publik—yang menyebar kabar kibul dan teori konspirasi yang sangat membahayakan keberhasilan upaya imunisasi.

Mereka memperkuat hoax buster dan menyerang balik dengan menyebar fakta-fakta akurat berbasis keterangan para ahli yang kompeten di bidangnya. Mereka juga menyediakan diri sebagai kanal pengaduan dari masyarakat seputar pandemi dan program vaksinasi pemerintah.

Seperti dituturkan Ketua Komite Penelitian dan Pengembangan Mafindo, Santi Indra Astuti, “Jaringan relawan atau community-engagement menjadi salah satu andalan kami.”

Dari pemerintah, peran yang sama diandalkan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menteri Johnny G. Plate mengatakan kabar bohong menjadi tantangan dalam percepatan program vaksinasi dan karenanya menggerakkan patroli siber 24 jam per hari untuk menjaring setiap konten yang diduga mengandung hoax untuk diverifikasi dan diperiksa kebenaran sumbernya.

Sejalan dengan itu, model edukasi yang menarik tentang vaksinasi Covid-19 digenjot, baik itu melalui talkshow, podcast, maupun kelas daring tentang melawan Covid-19. Pemerintah juga disebutnya bekerja sama dengan komunitas lokal, akademikus, masyarakat siber, media, dan pihak swasta secara masif melakukan kampanye menangkal hoax serta melakukan literasi digital yang terorganisasi.

"Kami juga melakukan upaya hoax debunking bersama fact checker yang berasal dari media, akademikus, dan komunitas masyarakat sipil," kata Johnny.

CREDIT

Penulis

Multimedia

Ilustrasi