Proyek

Menabur Suriah Menuai Kencleng: Metamorfosis Penggalangan Dana Jamaah Islamiyah

Kamis, 02 September 2021

Setelah Para Wijayanto memimpin Jamaah Islamiyah, cara organisasi itu mengumpulkan dana semakin canggih. Sejumlah yayasan dan perusahaan dibentuk dengan disamarkan sebagai organisasi legal. Dari Rp 124 miliar dana yang dikumpulkan sejak 2013, sebagian besar berasal dari donasi publik. Pengakuan orang dalam JI.

Oleh Andita Rahma

tempo

MEMBAWA bongkahan dolar Amerika Serikat sebanyak 12 ribu atau sekitar Rp 170 juta, Laswadi bersama Syaiful Haq berangkat ke Suriah pada 2015. Dari jumlah itu, US$ 2 ribu untuk biaya operasional Laswadi dan Syaiful selama di sana. Sisanya, US$ 10 ribu, untuk diserahkan kepada Jabhat Al-Nusra, kelompok teroris yang berafiliasi dengan Al-Qaidah, yang sedang berperang dengan pemerintah Suriah.

Penyerahan bantuan bukan satu-satunya misi Laswadi dan Syaiful selama dua pekan di Idlib, Suriah bagian utara. Keduanya juga diminta oleh Syam Organizer, lembaga yang mengirim mereka ke sana, untuk mendokumentasikan kegiatan itu. Sebelum berangkat, Syam Organizer sampai membekali dua pengurus daerahnya itu masing-masing sebuah telepon genggam baru untuk mengerjakan tugas tersebut.

Syam Organizer bermaksud menjadikan dokumentasi itu sebagai bukti bahwa sumbangan yang mereka galang dari “umat dan organisasi Jamaah Islamiyah” sudah diserahkan. Kepada penyidik yang memeriksanya pada 15 April 2021, sebelas hari setelah ditangkap di Yogyakarta, Laswadi mengatakan dokumentasi tersebut akan memompa semangat para donatur untuk terus memberikan sumbangan.

Apalagi, penggalangan dana oleh Syam Organizer selalu dikemas sebagai bantuan kemanusiaan. “Untuk menarik simpati masyarakat,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan pada Senin, 16 Agustus 2021. Selain itu, untuk menepis kecurigaan polisi.

Sebelum berangkat ke Suriah, Laswadi alias Abu Zaid telah setahun menjadi Ketua Syam Organizer Daerah Purwodadi. Menjadi pengumpul dana membuat dia sering muncul di permukaan. Bergabung dengan Jamaah Islamiyah atau JI sejak 2005, sebelumnya ia lebih banyak bergerak dalam perekrutan melalui halaqah tertutup yang dibentuknya. Sejak mengurus Syam Organizer Purwodadi, ia berulang kali menyelenggarakan tablig akbar dengan topik-topik yang menggugah kepedulian untuk menjaring donasi dari masyarakat luas.

Tablig akbar di Masjid Jabalul Khoir di Purwodadi pada April 2014, misalnya, bertema “Mari Berbagi, Mari Peduli” dan berhasil mengumpulkan Rp 7 juta dari donasi 200-300 peserta. Adapun tablig akbar di Pati yang mengusung topik “Sehari Peduli Suriah” pada Maret 2015 menghimpun Rp 20 juta. “Ada juga ‘Qurban Peduli Syam’, ‘Ramadhan Peduli Syam’, ‘Syam Bread Factory’, hingga ‘Syam Productive Assistance’,” kata Komisaris Besar Ramadhan. 

Penggunaan nama “Syam” pada berbagai program itu memang merujuk pada negeri Syam, nama lain Suriah. “Nama Syam identik dengan daerah konflik di Timur Tengah,” kata Laswadi kepada polisi. Walau begitu, Syam Organizer juga mengangkat isu kemanusiaan di Palestina. Dana yang dikumpulkan lewat kencleng dan kotak amal dalam setiap kegiatan paling sedikit mencapai Rp 6 juta. Namun seringnya mencapai belasan juta rupiah dan tak jarang puluhan juta, seperti dari acara safari Ramadan di Rembang pada 2016 yang menembus Rp 48 juta. 

Strategi lain untuk menangguk sumbangan lebih besar adalah membuat Syam Organizer “kelihatan lebih universal”. Laswadi sendiri yang mengusulkan gagasan itu pada awal 2016. “Sebagai cover supaya lebih bisa diterima oleh masyarakat,” kata pria kelahiran 1975 itu kepada penyidik.

Mula-mula Syam Organizer membolehkan perempuan menjadi customer service—sesuatu yang belum pernah terjadi di organisasi binaan JI. Aturan berpakaian juga dilonggarkan. Laki-laki boleh memakai celana jins dan tidak harus cingkrang, sedangkan perempuan boleh mengenakan jilbab yang “tidak usah terlalu syar’i”. Selain itu, jumlah kader JI di dalam Syam Organizer daerah juga dikurangi agar lebih menyatu dengan masyarakat. “Sehingga tidak tercium aparat kepolisian,” ujar Laswadi, yang pernah bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Purwodadi.

Cara tersebut mangkus dalam menghimpun dana. Selama tiga tahun, pada 2014-2017, dari kegiatan di Purwodadi saja Syam Organizer memperoleh donasi Rp 203 juta. Sebelum berhenti total beroperasi pada 2021, Syam Organizer, yang berkantor pusat di Yogyakarta, pernah punya 22 cabang di berbagai kota di Indonesia. “Bayangkan berapa angka yang dihasilkan dari 22 cabang itu selama tujuh tahun terakhir,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie. Sejak 2008, Prasasti Perdamaian giat mendorong dialog untuk meredam terorisme.

Menurut Laswadi, dana yang dihimpun Syam Organizer pusat dari setoran cabang di daerah bisa menembus Rp 1 miliar per bulan. Ia mengetahuinya belakangan, setelah diangkat menjadi pengurus pusat Syam Organizer.

Penggalangan dana oleh Syam Organizer bukannya tak masuk radar polisi. Menurut Laswadi, sejak Juli 2016 ia sering menerima telepon dari polisi Purwodadi. Beberapa kali juga rumahnya didatangi polisi. Lain waktu, polisi juga tampak memantau tablig akbar. Sejak itu, ia tak lagi menyelenggarakan pengumpulan donasi secara terbuka. “Karena kekhawatiran tersebut saya meneruskan penggalangan dana dengan metode pendekatan secara personal kepada tokoh-tokoh agama dan masyarakat seperti dengan bersilaturahim,” katanya.

Kekhawatiran yang sama rupanya dirasakan sejumlah anggota Syam Organizer daerah. Menyadari keamanan mereka terancam, dalam sebuah rapat pengurus Syam Organizer pusat dan daerah, Ketua Syam Organizer pusat, Syaiful Anwar, memerintahkan anak buahnya untuk menghapus nama organisasi mereka dan menggantinya dengan nama baru. Menurut Laswadi, gonta-ganti nama organisasi biasa terjadi di lingkungan JI untuk menghilangkan jejak.

Syaiful Anwar menyerahkan cara penutupan Syam Organizer kepada para pengurus daerah. “Yang penting Syam Organizer berhenti secara normal, tidak buru-buru, dan tidak menimbulkan kecurigaan,” kata Syaiful ditirukan Laswadi saat diperiksa polisi. Sejak itu, Syam Organizer tiarap untuk sementara waktu.

***

DI bawah tanah, Syam Organizer tak benar-benar padam. Pada akhir 2016, para pengurus pusat organisasi itu kerap menggelar rapat untuk mematangkan pembentukan organisasi baru. Laswadi mengetahuinya saat mengunjungi kantor pusat di Yogyakarta. Saat itu, organisasi baru yang akan dibentuk belum diberi nama.

Pada Januari 2017, Syam Organizer menyelenggarakan rapat kerja nasional di Hotel Siliwangi Semarang. Dalam rapat, Syaiful Anwar, ketua organisasi, mengusulkan untuk memanfaatkan sejumlah selebritas yang baru “hijrah” sebagai ikon organisasi yang akan dibentuk. Syaiful punya teman seorang sutradara yang kenal dengan para pesohor tersebut. Rencananya, mereka akan diundang dalam tablig akbar di belasan kota di Indonesia pada awal tahun itu.

Di hari terakhir rapat, organisasi baru itu diluncurkan. Namanya One Care yang bernaung di bawah Yayasan One Care Indonesia dan berkantor pusat di Jakarta. Pada saat itu juga kepengurusan One Care pusat dan daerah mulai dibentuk. Menurut Laswadi, dari 22 cabang Syam Organizer, hanya 16 cabang yang bersalin rupa menjadi One Care. Sisanya tetap berdiri sebagai Syam Organizer. Laswadi direkrut menjadi pengurus One Care pusat dengan jabatan Kepala Bidang Fundraising.

Sebagaimana Syam Organizer, One Care juga mengkampanyekan kepedulian terhadap kaum muslim korban konflik, seperti di Somalia, Sudan, dan Myanmar, serta masyarakat di dalam negeri yang dirundung bencana. Menurut Laswadi dalam dokumen pemeriksaan, One Care tak lagi mengusung isu Suriah untuk menghindari kecurigaan polisi seperti terhadap Syam Organizer.

Demikian juga dalam kepengurusan. Menurut Laswadi, tak semua kepala cabang atau manajer One Care adalah anggota JI. Tujuannya, agar organisasi lebih fleksibel dan masuk ke semua golongan masyarakat. Selain itu, One Care membutuhkan tenaga yang memang ahli di bidangnya.

tempo

Walaupun begitu, anggota JI di One Care dan Syam Organizer mendapat perlakuan khusus. Mereka yang disebut dengan sandi “karyawan” tersebut, misalnya, diundang dalam rapat konsolidasi di Secang, Magelang, pada awal 2018—yang disamarkan sebagai seminar “Internet Marketing”. Sebaliknya, pengurus One Care dan Syam Organizer dengan kode “bukan karyawan” tak diajak rapat.

Dengan kedok tersebut, One Care bisa menghimpun dana Rp 7 miliar pada 2017 dan Rp 20 miliar setahun kemudian. Selain disalurkan sebagai bantuan kemanusiaan, dana tersebut digunakan untuk biaya operasional One Care seperti membayar gaji karyawan dan sewa kantor. Sebagian lagi disetorkan oleh bagian keuangan One Care, Yoki Wardiman, ke Kom NGO, organ di bawah Bidang Dakwah JI.

Laswadi tak mengetahui perolehan dana tahun-tahun berikutnya lantaran ia memutuskan keluar pada Desember 2018. Alasannya, kata Laswadi, “Karena ketidaksesuaian visi dengan pengurus pusat yang lain tentang pengembangan organisasi.” Salah satunya, pemberian reward dan punishment kepada karyawan yang menurut Laswadi semestinya diberikan secara proporsional.

Asludin Hatjani, penasihat hukum Laswadi, belum memberikan tanggapan soal pengakuan Laswadi kepada polisi. Dihubungi pada Kamis, 26 Agustus 2021, Asludin menyatakan sedang menjalani perawatan di rumah sakit.

Tempo mendatangi kantor One Care di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jakarta Timur, pada Senin, 30 Agustus 2021, untuk meminta konfirmasi. Namun tak tampak orang kantor di kompleks rumah toko itu. Pintu lipat besinya tertutup rapat. Juru parkir dan penjaga warung di sekitar ruko mengaku tak tahu One Care berkantor di situ. Nomor kontak yang tertera di situs yayasan tersebut tak bisa dihubungi.

Ketika pertama kali polisi menyebut One Care terkait dengan JI pada Desember tahun lalu, organisasi ini langsung membantah. “Jika dikaitkan dengan lembaga kemanusiaan One Care, maka isi berita tersebut tidak benar,” kata Mardi, Direktur Utama One Care, dalam siaran persnya.

One Care, dia mengklaim, hanya menyalurkan bantuan untuk kegiatan sosial kemanusiaan dan tidak pernah sekali pun menyalurkan atau mengalokasikan bantuan untuk pihak tertentu, baik institusi maupun individu yang berafiliasi pada golongan atau kepentingan tertentu yang diketahui melawan hukum. “Apalagi untuk pendanaan kegiatan terorisme dan radikalisme.”

***

JAMAAH Islamiyah sejak dipimpin Para Wijayanto pada 2009 merombak struktur organisasi, strategi gerakan, hingga metode penggalangan dana. Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, pengumpulan dana dari donasi publik seperti yang dilakukan Syam Organizer dan One Care merupakan cara termutakhir JI dalam menghimpun pundi-pundi.

tempo

Dulu sekali, kata Taufik, JI mengandalkan donasi dari lembaga asing, yang bersimpati pada gerakan “jihad”. Di antaranya, Al-Haramain Foundation, yayasan amal yang berbasis di Arab Saudi, dan jaringan terorisme yang terhubung dengan Al-Qaidah, patron JI. Menurut Taufik, metode pertama dilakukan pada akhir 1990-an hingga era Bom Bali I pada 2002.

Setelah sumber duit dibekukan oleh otoritas keuangan berbagai negara, JI menjadikan perampokan sebagai cara mengumpulkan dana. “Toko emas, bank, money changer, dan toko ponsel menjadi target kalangan JI masa itu,” ujar Taufik. Cara ini dilakukan pada 2002 hingga 2012.

Selanjutnya, penggalangan dana beralih ke metode self financing. Pendanaan dari dalam JI itu didapat dari donasi internal dan hasil usaha yang mereka bangun. Bisnis tersebut berskala kecil dan menengah, serta terbuka dan sah secara hukum. Pemiliknya individu atau kelompok usaha yang terafiliasi dengan JI. Contohnya, bisnis penerbitan buku, logistik, toko kelontong, hingga perkebunan sawit. Menurut Taufik, periode pengembangan bisnis ini terhenti setelah Para Wijayanto ditangkap pada Juni 2019.

Adapun pengumpulan donasi publik masih berlanjut, bahkan setelah Para Wijayanto digulung sekali pun. Syam Organizer bisa meraup Rp 1 miliar per bulan pada awal 2021 seperti klaim Laswadi—yang bergabung lagi dengan Syam Organizer pada akhir 2019 karena ingin menjalankan lagi roda organisasi yang macet setelah Para Wijayanto ditangkap. Potensinya yang besar membuat metode ini paling diandalkan JI. Dari Rp 124 miliar dana yang dikumpulkan JI sejak 2013, sebagian besar diperoleh dari donasi publik.

Selain untuk menghidupi organisasi, Para Wijayanto membutuhkan dana untuk mengirimkan anggota JI ke Suriah. Tujuannya, untuk membangun jaringan, mencetak kader yang menguasai keahlian militer, dan mengirimkan bantuan untuk kelompok Jabhat Al-Nusra di sana.

Sepanjang 2013-2018, JI memberangkatkan 96 orang dalam tujuh angkatan untuk maksud pertama dan kedua. Para utusan menguasai dasar-dasar bela diri karena ditempa terlebih dahulu di sebuah sasana di Semarang. Dana yang dikeluarkan JI setiap kali mengirimkan kadernya mencapai Rp 300 juta.

Adapun tugas mengirimkan bantuan dilakukan oleh pengurus Syam Organizer. Ada 13 kloter yang diberangkatkan sepanjang 2013-2018. Laswadi dan Syaiful Haq, pengurus Syam Organizer wilayah Solo, adalah kloter kelima. Di Suriah, mereka juga sempat belajar menggunakan senapan AK-47. Tujuannya, kata Laswadi, “Merasakan aura pertempuran di Suriah untuk membangkitan ghirah berjuang bila nanti saatnya tiba.”

tempo

Untuk berbagai tujuan tersebut, JI mendirikan Syam Organizer pada 2014 di bawah Yayasan Amal Syam Abadi. Ketuanya Syaiful Anwar yang juga Ketua Kom NGO, yang strukturnya di bawah Bidang Dakwah JI. Lain waktu, Kom NGO berganti nama menjadi Tim Expert, lalu menjadi Tim Maxima. Di organ tersebut, Syaiful Anwar punya anak buah bernama Masilata. Pada Juli 2015, Masilata alias Ata inilah yang meminta Laswadi berangkat ke Suriah.

Dua pekan setelah pulang ke Indonesia, Laswadi dan Syaiful Haq yang asal Solo diminta menghadap Ketua Bidang Dakwah JI, Abu Hasan. Oleh Abu Hasan, Laswadi dan Syaiful Haq diminta melaporkan seluruh kegiatan di Suriah kepada seseorang yang disebut sebagai Aji di daerah Puncak, Bogor. 

Di kamar Aji, Laswadi dan Syaiful Haq memaparkan aktivitasnya di Suriah sembari menyemprotkan proyektor. Laswadi ingat Aji saat itu hanya duduk di ranjang karena sedang sakit. Tapi Aji masih bisa menyelamati Laswadi dan Syaiful. “Selamat atas keberhasilan masuk dan keluar Suriah,” kata Laswadi menirukan Aji, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan. “Saya baru tahu jika Aji adalah Para Wijayanto setelah beliau tertangkap,” ucapnya lagi.

Menyusul sang amir, Laswadi tertangkap dua tahun kemudian.

CREDIT

Penulis

Editor

Multimedia