…

LONGFORM - JUMAT, 13 OKTOBER 2023

Laung Konservasi Batutegi Lampung, Meniti Agroforestri

Hutan lindung Batutegi Lampung punya posisi penting menjaga habitat satwa. Pertanian konservasi pola agroforestri jadi jembatan memelihara kelestariannya.

Penulis

Sunudyantoro

Sri Atmiatun meminta orang yang mengelilinginya untuk mencium cairan dalam botol plastik yang ia pegang. Cairan ini berwarna hitam. Melihat warnanya sekilas, orang akan jijik kalau hendak mengendusnya. Namun, meski cairan itu berbahan utama air kencing kambing, baunya tidak pesing. Bahkan, cenderung agak wangi.

Perempuan penggarap lahan agroforestri ini pun menerangkan bagaimana ia dan anggota gabungan kelompok tani atau Gapoktan Sumber Makmur di Hutan Lindung Batutegi Lampung membuat cairan hitam, yang tak lain pupuk organik itu. Menurut wanita Lampung bersuku Jawa ini, ia mencampur urine kambing milik kelompok, lalu dicampur dengan gedebok pisang, gula, dan sejumlah bahan lain.

Fermentasi campuran cairan itulah yang membuat bau asli air kencing kambing yang hancing, berganti sedikit punya aroma. Sri menyatakan, dengan pupuk organik ini, kini ia dan kelompoknya bisa lebih irit dibandingkan menggunakan pupuk kimia. Menurut dia, kalau sebelumnya harus membeli, katakanlah 1 karung pupuk kimia dengan harga Rp500 ribu hingga Rp600 ribu, kini ongkosnya bisa lebih murah lagi. “Pokoknya, dengan ongkosnya murah banget, kami sudah bisa bikin pupuk organik,” kata dia, Jumat, 15 September 2023.

Sri adalah satu dari 840 petani anggota Gapoktan Sumber Makmur. Gabungan ini menghimpun 18 kelompok tani hutan atau KTH. Semula, sebagian besar dari mereka ini adalah perambah hutan, seiring dengan membuncahnya euforia reformasi pada tahun 1998. Belakangan, pemerintah mengakui mereka sebagai penggarap lahan dengan skema hutan kemasyarakatan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Batutegi di Provinsi Lampung. 

Sri Aminatun, anggota Gapoktan Sumber Makmur Batutegi menjelaskan pembuatan pupuk dan pestisida organik, Jumat, 15 September 2023. Dokumentasi YARI.

Kawasan ini memiliki luas 58.000 hektare yang berada di tiga kabupaten: Tanggamus, Lampung Barat, dan Lampung Tengah. Dari lahan seluas itu, Batutegi punya 10.827 hektare yang merupakan blok inti. Pada blok inti, masyarakat haram mengolah lahannya. 

Bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) melindungi kawasan hutan ini sebagai area habitat satwa liar sekaligus sumber masa depan ekosistem alam. YIARI berdiri di Indonesia sejak tahun 2008 dengan penyandang dana utama International Animal Rescue (IAR) yang berpusat di Inggris.

Semula, yayasan ini fokus pada kegiatan yang berhubungan dengan satwa dan habitatnya, di antaranya pada perlindungan dan patroli kawasan, serta pelepasliaran satwa liar hasil rehabilitasi. Kemudian, kerja sama berkembang seiring dengan berubahnya kawasan hutan. 

Apalagi, di sana masih ada keragaman satwa. Di antaranya adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), kucing emas (Catopuma temminckii), musang bulan (Paguma larvata), siamang (Symphalangus syndactylus), beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), simpai (Presbytis mitrata), dan kukang sumatera (Nycticebus coucang).

Beruang madu (Helarctos malayanus) tertangkap kamera jebak di kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung. Dokumentasi YIARI.

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) tertangkap kamera jebak di kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung. Dokumentasi YIARI.

Kambing hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis) tertangkap kamera jebak di kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung. Dokumentasi YIARI.

Kelinci belang Sumatera (Nesolagus netscheri) tertangkap kamera jebak di kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung. Dokumentasi YIARI.

Kucing batu (Pardofelis marmorata) tertangkap kamera jebak di kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung. Dokumentasi YIARI.

Kucing emas Asia (Pardofelis temminckii) tertangkap kamera jebak di kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung. Dokumentasi YIARI.

Macan dahan Sunda (Neofelis diardi) tertangkap kamera jebak di kawasan Hutan Lindung Batutegi Lampung. Dokumentasi YIARI.


Sedangkan di luar kawasan inti, masyarakat boleh menggarap lahan dalam skema perhutanan sosial. Bertani dengan pola agroforestri, penggarap hutan boleh memanfaatkan hasil bukan kayu. Mereka menanam kemiri, durian, jengkol, kopi, pisang, kelapa, dan aneka tanaman lainnya.

Di tengah musim kemarau, medio September 2023, Sri dan anggota Gapoktan Sumber Makmur baru saja menikmati panen kopi robusta. Pohon durian milik mereka mulai menumbuhkan bunga di dahan dan ranting, yang bakal panen pada Januari mendatang. Air sangat bening mengalir di sungai kecil yang melintas kawasan lahan hutan. Suara perkutut menyelinap di semilir angin bertiup.

Ketua Gapoktan Sumber Makmur, Dayat, menyatakan, status sebagai penggarap lahan dalam hutan kemasyarakatan membuat mereka tenang. Situasi ini berbeda saat keberadaan mereka belum diakui oleh negara. “Dulu, kami ini kan dianggap sebagai perambah hutan,” kata dia.

Belakangan, kata Dayat, pengetahuan penggarap ini bertambah berkat adanya pendampingan. Sejak 2017 lalu, Gapoktan ini mendapatkan mitra yayasan itu. Dulu, mereka berpikir hanya bergantung pada hasil kopi yang ditanam di lahan. Kini, mereka belajar bertanam lain seperti kemiri, pala, dan pinang. 

Mereka juga memiliki fasilitas persemaian dan kandang kambing yang dirancang lebih higienis dibandingkan kandang kambing biasanya. Lantai kandang dibuat berjarak sehingga kotoran kambing terkumpul otomatis pada bagian bawah kandang. Urine kambing pun ditampung di ember dan dikumpulkan untuk diolah menjadi pupuk cair.

Kawasan Blok Inti Hutan Lindung Batutegi, Lampung, Minggu, 17 September 2023. Tempo/Sunudyantoro.

Dayat menyatakan, pembekalan mereka dapatkan dari sekolah lapang dengan mentor Eko Sukamto, seorang ahli pertanian organik berstandar nasional. Sekolah lapang ini telah berjalan tiga kali sejak September 2022. Eko berharap para petani ini bisa menerapkan pertanian alami. Pemecahan semua masalah pertanian, kata dia, sebenarnya sudah ada di alam. 

Pada sekolah lapang ini, petani belajar metode agroforestri yang mampu meningkatkan hasil tani seperti pembuatan pupuk kompos dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan. Mereka juga belajar mengembangbiakkan jamur Trichoderma yang berfungsi sebagai fungisida atau pembunuh jamur, sekaligus dapat bermanfaat sebagai pupuk organik. “Saya juga ajari mereka belajar mengambil Trichoderma dari alam sehingga bisa membuat indukannya secara mandiri,” ungkap Eko.

Senior Manager Program Resiliensi Habitat YIARI, Robithotul Huda, menyatakan lembaganya telah mendampingi petani di kawasan itu sejak tahun 2017. Melalui pendampingan, mereka mengajarkan cara-cara efektif dalam menerapkan agroforestri. Menurut Huda, banyak petani berpikir untuk meningkatkan produksi pertanian caranya adalah membuka lahan seluas-luasnya. 

Padahal, solusinya bukan itu. Dengan batasan lahan yang bisa mereka olah menurut Undang-Undang Perhutanan Sosial seluas 2 hektare, jika digarap dengan benar dan efektif, hasilnya akan bagus. Pola pendampingan yang mereka terapkan adalah dengan melihat terlebih dahulu situasi yang dihadapi para petani, menanyakan apa harapan mereka, dan dari situ masuk pelan-pelan. “Dengan cara ini, para petani juga tidak terus menerus tergantung pada kami,” ujar Huda.

Kumandang siamang di Way Rilau

Teriakan keras sepasang siamang di bukit berhutan lebat, menerobos pagi kawasan Stasiun Riset Way Rilau. Kawasan ini masuk blok inti Hutan Lindung Batutegi. Hari itu, Sabtu, 16 September 2023, masih dingin. Jam menunjuk pukul 08.50. Pada jarak sekitar 300 meter dari stasiun ini, siamang bergelantungan di dahan-dahan pohon jenis beringin, yang tajuknya menghiasi punggung gunung.

Nedi, 43 tahun, staf lapangan YIARI bercerita, aneka kera atau monyet, termasuk siamang, memang kerap terlihat dari stasiun itu. Kumandang siamang, menurut dia, sangat sering terdengar. Jeritan betina siamang yang melengking, dan laung jantan yang lebih ngebas, menandakan pasangan siamang ini sedang jatuh cinta. “Suara mereka menunjukkan siaman sedang musim kawin,” kata Nedi.

Sejam sebelumnya, di posisi yang lebih rendah, masih di pepohonan rindang bukit itu, simpai, jenis monyet yang lain, sedang mengunyah pucuk-pucuk daun. Bedanya dengan siamang yang berisik, simpai bergerak senyap. Monyet berbulu putih keabuan ini telah bersembunyi di balik lebatnya hutan saat siamang mengobral bunyi kerasnya. Sesekali, terbang di angkasa burung elang Sumatera. 

Nedi, yang sudah sepuluh tahun bekerja di situ, memiliki kecerdasan menyebut nama-nama pohon yang menjadi kekayaan Batutegi, baik dalam bahasa Latin, maupun bahasa lokalnya. Mulai dari jenis meranti, beringin, bambu, suren, benda, gaharu, waru, dan masih banyak lagi. “Dia kamus berjalan soal flora dan fauna di Batutegi,” kata Robithotul Huda tertawa.

Stasiun Riset Way Rilau merupakan pusat penelitian Batutegi. Dari lokasi Gapoktan Sumber Makmur, stasiun riset ini dapat dijangkau dalam perjalanan 4 jam, memadukan berkendara ojek “trail” karena hanya jalan setapak, berjalan kaki menuju dermaga bayangan, sambung dengan naik perahu kayu, dan setelah itu berjalan kaki di ujung lain Bendungan Batutegi, waduk terbesar di Asia Tenggara ini.

Menurut Huda, stasiun ini sebenarnya belum launching sepenuhnya. Nantinya, setelah resmi diluncurkan, stasiun ini akan menjadi satu-satunya stasiun riset di bawah Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Ia berharap, dengan adanya stasiun itu, kegiatan patroli kawasan dan monitoring keanekaragaman hayati menjadi lebih lancar. “Spesies-spesies yang ada di hutan ini pun bisa kita lestarikan,” ujar Huda. 

Sejalan dengan Huda, Advisor Bagi Program YIARI di Jawa Barat dan Provinsi Lampung, Richard Stephen Moore, menyatakan Batutegi punya posisi unik karena tidak banyak mendapatkan perhatian. Namun, biodiversitas Betutegi ini sangat tinggi. Menurut dia, Stasiun Riset Way Rilau bisa menjadi satu tahapan untuk mengangkat Batutegi ke wilayah internasional. “Kami berharap stasiun ini bisa menjadi tempat bagi para peneliti dan periset untuk melakukan penelitian,” kata dia.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Lampung di Kesatuan Pengelolaan Hutan Batutegi, Qodri berharap stasiun riset ini dapat membantu mengumpulkan data keanekaragaman hayati. Selanjutnya, data itu menjadi acuan strategi pengelolaan wilayah KPH. “Kami sangat membutuhkan data keanekaragaman hayati, terutama hewan kuncinya,” kata dia.

Qodri juga menyampaikan KPH Batutegi sangat terbantu dengan keberadaan YIARI. Sebab, kata dia, tidak mungkin timnya melakukan pengawasan area seluas 58 ribu hektar dengan personil yang terbatas. Terutama pengamanan, patroli, juga pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan, rehabilitasi, dan penyadaran terhadap pemuda. “Tahun ini Batutegi mendapatkan predikat sebagai KPH efektif tingkat nasional,” ungkap dia.

Taman baca jendela masa depan

Setelah dua malam tidur di tengah hutan, kami, 8 orang dari Jakarta, Bogor, Bandar Lampung, dan Ketapang Kalimantan Barat bergerak ke kantor program Batutegi di Sinar Jawa, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Dari situ, kami geser ke pekon atau desa sebelah, Air Kubang, masih di kecamatan yang sama. Di sana, berdiri Taman Baca Jalosi Sanak Negeri. 

Jalosi artinya adalah angin-angin, atau ventilasi rumah. Pendirinya Tamar Widadi, 32 tahun, guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di Sekolah Menengah Atas 1 Air Naningan. Dibantu istrinya, Widya Paramita, 30 tahun, Tamar mendirikan taman baca itu sejak Juni 2015 lalu. “Harapannya, Jalosi Sanak Negeri dapat menjadi sesuatu yang kecil, namun bermanfaat untuk anak-anak di negeri ini," ujar Tamar. 

Taman baca ini mengambil tempat di ruang depan rumah Tamar yang bertembok ala bata ekspose karena belum diplester. Dari rumah ini, ke kawasan Bendungan Batutegi berjarak sekitar 3 kilometer, tak jauh dari sabuk hijau.

Anak-anak yang rutin hadir mengikuti kegiatan berjumlah 20-30 orang. Namun, di hari besar nasional, misalnya, anak-anak yang hadir bisa mencapai hingga 70 anak. Mereka bersekolah dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.

Mereka yang telah duduk di bangku SMA menjadi sukarelawan yang membantu Tamar mengajar anak-anak lain. Sehingga, pembelajaran bisa berkelanjutan. Anak-anak ini juga mendapatkan edukasi konservasi yang sangat beragam. Tamar menyampaikan materi dengan pendekatan yang santai, belajar sambil bermain. Di antaranya dongeng tentang satwa, mewarnai satwa liar, dan menonton bareng film tentang satwa. 

Pelajar kelas 2 SMPN 1 Air Naningan, Tasfiatul Arifah, adalah anggota yang telah aktif sejak taman baca berdiri. Gadis ini rajin mengikuti kegiatan rutin sepekan sekali pada Jumat sore. Di sini, Fia, panggilan dia membaca buku, menggambar, menari, dan senam bersama. Berjalan sejauh 1 kilometer dari rumah, tak membuat Fia lelah atau bosan menikmati taman baca. Bahkan, sulung dari dua bersaudara, anak pasangan Marzuki-Siti Halimah ini telah mampu mengajarkan tari kepada anak-anak yang usianya di bawah dia. 

Anak-anak Taman Baca Jalosi Sanak Negeri di permukiman dekat Hutan Lindung Batutegi sedang belajar Tari Sembah, Minggu, 17 September 2023. Dokumentasi YIARI.

Hari itu, misalnya, Fia memandu tujuh bocah perempuan yang mendemonstrasikan Tari Sembah. Tari khas Lampung ini biasanya untuk menyambut tamu, dan pengisi upacara adat pernikahan. “Saya senang, berkumpul, dan bermain dengan kawan-kawan, sambil belajar,” kata dia.

Media and Communication Manager YIARI, Dewi Ria Utari, mengatakan pentingnya taman baca ini sebagai bagian dari gerakan pelestarian primata Indonesia yang menjadi perhatian lembaganya. Basisnya adalah upaya penyelamatan, pemulihan, pelepasliaran, dan pemantauan pasca-lepas liar. Pendekatannya pun holistik melalui kerja sama multipihak agar terbangun ekosistem harmonis antara lingkungan, satwa, dan manusia.

Tentu, kata dia, taman baca ini juga menjadi arena kegiatan anak-anak di sekitar Batutegi untuk tumbuh wajar, bermain, mengekspresikan diri, dan belajar untuk masa depan yang lebih baik. “Marekalah yang kelak menjaga Batutegi agar lestari, berkelanjutan,” kata dia.

Tempo Media Lab

  • Penulis

    Sunudyantoro

  • Editor

    Sunudyantoro

  • Foto

    Sunudyantoro

    Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI)

  • Multimedia

    Krisna Adhi Pradipta

Powered By

Artikel Interaktif Lainnya