Presiden Jokowi telah melegalkan ekspor tambang pasir. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, pertambangan pasir yang tadinya dilarang ekspor kembali menjadi salah satu dagangan Indonesia ke luar negeri mulai 15 Mei 2023.
Keran ekspor pasir dibuka kembali dengan alasan potensi ekonomi yang besar. Presiden Jokowi mengklaim, kebijakan ini berpotensi menambah penerimaan negara lewat ekspor ke beberapa negara yang membutuhkan. Peraturan Pemerintah juga berguna untuk membenahi regulasi tambang pasir yang tadinya terpisah-pisah di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Selama ini pun sudah diekspor, tapi ilegal. Jadi sekarang kita bikin menjadi legal.” kata Jokowi ketika berbincang dengan pemimpin redaksi sejumlah media massa di Istana Merdeka Jakarta, Senin 29 Mei 2023. “Ini sudah lama berhenti di kementerian karena masing-masing tidak berani mengambil keputusan.”
Laporan United Nations Environment Programme (UNEP) mengatakan, 50 miliar ton pasir dikeruk setiap tahun di seluruh dunia untuk keperluan berbagai industri. Pada tahun 2022, UN Comtrade mencatat importir terbesar untuk pasir adalah Singapura dan Cina, dengan total nilai lebih dari $500 juta USD.
Sebelumnya, larangan ekspor diberlakukan di era Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003. Alasannya, kerusakan ekologi menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil di Indonesia. Kerusakan yang paling parah terlihat di Kepulauan Riau, tepatnya di daerah terluar batas wilayah Indonesia. Meski sudah dihentikan, efek penambangan pasir masih terjadi.
Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2007 mencatat 26 pulau telah menghilang dari kepulauan Indonesia.
Menanggapi hal ini, Presiden Jokowi mengklaim bahwa peraturan yang baru ini tidak akan merusak lingkungan lantaran material yang diambil hanya berasal dari sedimen dan bukan pasir di kepulauan. Namun menurut Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, pada Koran Tempo pada Selasa, 30 Mei 2023, penambangan sedimen akan tetap menimbulkan permasalahan ekologi yang sama dengan pertambangan pasir yang tadinya dilarang di Indonesia.
Sementara itu, Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik KKP menyatakan bahwa KKP masih menyusun aturan teknis untuk penambangan sedimentasi yang dimaksud Jokowi.
Tempo bersama Environmental Reporting Collective mengungkap efek penambangan pasir di seluruh dunia. Investigasi global ini menemukan bahwa tambang pasir menimbulkan berbagai masalah ekologi dan sosial bagi rakyat lokal.
***
Liputan pada tambang pasir menemukan berbagai efek industri itu pada ekologi sekitarnya. Potensi kerusakan pada ekologi pesisir yang diakibatkan oleh tambang pasir adalah sebagai berikut:

1. KERUSAKAN
PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG
Penambangan berpotensi untuk menambah kekeruhan air laut karena pengerukan pasir. Kekeruhan ini berdampak pada ekosistem terumbu karang. Akibat air yang keruh, penetrasi cahaya akan berkurang dan ekosistem akan mengalami kerusakan.
2. ABRASI PADA PULAU-PULAU KECIL
Tambang pasir laut juga berpotensi menyebabkan abrasi pada pulau-pulau kecil. Pengerukan pasir di pesisir merubah kontur dasar laut dan mengakibatkan perubahan arus laut yang menggerus pinggiran pantai. Ujungnya, ada potensi pulau akan hilang.
3. HILANGNYA SUMBER NAFKAH BAGI NELAYAN-NELAYAN DI SEKITAR
Penyedotan pasir laut juga mengganggu kehidupan masyarakat yang tinggal di pesisir. Wilayah tangkapan ikan di dekat pesisir menjadi menghilang. Para nelayan akhirnya harus berlayar lebih jauh, yang akhirnya membuat nafkah harian mereka berkurang.
***
Salah satu konflik yang ditemukan oleh ERC adalah protes yang dilakukan oleh komunitas Serawai di Pasar Seluma, Bengkulu, Indonesia. Selama lebih dari empat generasi turun temurun suku Serawai telah mendapatkan nafkah dari beremis di pesisir Pasar Seluma. Tetapi komunitas ini berulang kali bentrok dengan industri ekstraktif yang kerap kali mencoba mengeksploitasi pantai.
Ada dua perusahaan yang pernah bentrok dengan masyarakat Serawai dan suku lain di desa terdekat. Pertama, PT Famiaterdio Nagara yang menempati areal dekat desa Pasar Seluma untuk menambang pasir besi secara ilegal di tahun 2010. Kedua, PT Faminglevto Baktiabadi yang mendapat izin untuk menambang wilayah pesisir di situs komunal Serawai.