Interaktif

tempo.co
tempo

LONGFORM / JUMAT, 17 FEBRUARI 2023

Patah Anatolia Menangis Dua Negara

Geliat tiga lempeng mengguncang Tukri dan Suriah. Akibatnya, pemukiman ringkih runtuh menimpa penghuninya. Pemerintah setempat dimintai pertanggungjawaban.

Penulis

Inge Klara Safitri

Dua gempa besar melanda Turki dan Suriah pada Senin, 6 Februari 2023 waktu setempat. Gempa pertama terjadi pagi hari dengan kekuatan 7,8 Skala Richter. Guncangan itu berlokasi di sekitar 30 km (19 mil) barat laut Gaziantep, sebuah kota berpenduduk lebih dari 2 juta orang di selatan Turki.

Sembilan jam berselang, lindu berkekuatan 7,5  skala richter mengguncang bagian utara, dekat Ekinozu. Di antara dua malapetaka besar tersebut, sejumlah gempa susulan berkekuatan kecil juga terjadi. Tercatat setidaknya ada 150 susulan.

Kuatnya dan lokasi guncangan yang hanya 18 kilometer di bawah permukaan tanah menyebabkan bangunan-bangunan runtuh dan hancur. Mengutip situs Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) Kota Banda Aceh, gempa bumi tersebut termasuk dangkal karena pusatnya berada kurang dari 60 km dari permukaan bumi. Keadaan semacam itu lazim menimbulkan kerusakan besar.

Bencana ini juga menelan korban jiwa lebih dari 30 ribu orang. Jumlah ini masih bisa terus bertambah.

tempo

Menurut Survei Geologi AS (USGS), gempabumi pertama saat itu menimbulkan guncangan hebat di area sepanjang sekitar 285 kilometer (177 mil). Awalnya, USGS memperkirakan dua gempa besar tersebut mengakibatkan setidaknya pergeseran dan retakan permukaan tanah sepanjang 300 kilometer (185 mil)

Adapun Turki terletak di sepanjang salah satu sabuk seismik paling aktif di dunia yang membentang dari Pegunungan Alpen dan Mediterania hingga Himalaya. Posisi ini membuat Turki kerap dilanda gempa. 

Selain itu, sebagian besar Turki terletak di lempeng Anatolia, yang terjepit di antara dua patahan besar di sepanjang perbatasan lempeng tektonik Eurasia dan Arab. Dari dua patahan utama tersebut, Patahan Anatolia Utara telah menghasilkan lebih banyak gempa bumi besar akhir-akhir ini daripada Patahan Anatolia Timur, tempat gempa Senin terjadi.

Selama abad ke-20, Patahan Anatolia Timur menunjukkan aktivitas seismik besar yang sangat jarang. "Jika kita hanya melihat gempa bumi (besar) yang direkam oleh seismometer, itu akan terlihat lebih kosong,” kata Roger Musson, rekan peneliti kehormatan di British Geological Survey yang dikutip Tempo dari Reuters

Menurut Survei Geologi AS (USGS), gempabumi pertama saat itu menimbulkan guncangan hebat di area sepanjang sekitar 285 kilometer (177 mil). Awalnya, USGS memperkirakan dua gempa besar tersebut mengakibatkan setidaknya pergeseran dan retakan permukaan tanah sepanjang 300 kilometer (185 mil)

Adapun Turki terletak di sepanjang salah satu sabuk seismik paling aktif di dunia yang membentang dari Pegunungan Alpen dan Mediterania hingga Himalaya. Posisi ini membuat Turki kerap dilanda gempa. 

Selain itu, sebagian besar Turki terletak di lempeng Anatolia, yang terjepit di antara dua patahan besar di sepanjang perbatasan lempeng tektonik Eurasia dan Arab. Dari dua patahan utama tersebut, Patahan Anatolia Utara telah menghasilkan lebih banyak gempa bumi besar akhir-akhir ini daripada Patahan Anatolia Timur, tempat gempa Senin terjadi.

Selama abad ke-20, Patahan Anatolia Timur menunjukkan aktivitas seismik besar yang sangat jarang. "Jika kita hanya melihat gempa bumi (besar) yang direkam oleh seismometer, itu akan terlihat lebih kosong,” kata Roger Musson, rekan peneliti kehormatan di British Geological Survey yang dikutip Tempo dari Reuters

Namun, dua gempa besar pada 6 Februari lalu terjadi di sepanjang Patahan Anatolia Timur dan menjadi gempa besar pertama abad ini. "Kombinasi magnitudo besar dan kedalaman dangkal membuat gempa ini sangat merusak,” kata Mohammad Kashani, profesor teknik struktur dan gempa di University of Southampton.

Gempa bumi biasanya terjadi ketika batuan bawah tanah tiba-tiba pecah dan ada gerakan cepat di sepanjang garis patahan. Pelepasan energi secara tiba-tiba ini menyebabkan gelombang seismik yang membuat tanah bergetar.

Ada tiga jenis tekanan di sepanjang sesar yang dapat menghasilkan gempa bumi: sesar normal, sesar geser, dan sesar mundur. Patahan Anatolia Timur adalah sesar geser. 

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa penyebab Patah Anatolia Menangis Dua Negara adalah fenomena tectonic escape. Fenomena di Patah Anatolia Menangis Dua Negara tersebut terjadi saat Lempeng Anatolia bergeser ke barat karena Lempeng Arab menekan Lempeng Anatolia ke arah barat laut dalam dinamika tektoniknya.

Apa itu Tectonic Escape?

Pengertian tectonic escape atau pelepasan tektonik adalah gerakan yang relatif berarah horizontal mengikuti arah patahan (strike-slip) dari kerak benua yang bertabrakan ke arah kerak samudra yang dapat disubduksi, seperti dijelaskan Paul Mann dalam jurnal Geology.

Subduksi sendiri adalah proses geologi wilayah kerak Bumi saat lempeng dengan kerak samudera yang lebih tipis di batas dua lempeng tektonik litosfer menunjam ke bawah lempeng dengan kerak benua yang lebih tebal secara konvergen.

Subduksi merupakan peristiwa saat lempeng dengan kerak samudera yang lebih tipis menunjam ke bawah lempeng dengan kerak benua yang lebih tebal secara konvergen. Proses geologi wilayah kerak bumi itu terjadi di batas dua lempeng tektonik litosfer.

Kerusakan Pascagempa

Menteri Lingkungan Hidup Turki, Murat Kurum mengatakan, tercatat 24.921 bangunan runtuh atau rusak berat akibat Gempa. Di samping dampak gempa, partai oposisi menuduh pemerintah Presiden Tayyip Erdogan tidak menegakkan peraturan bangunan, dan salah membelanjakan pajak khusus yang dipungut setelah gempa bumi besar terakhir pada 1999 untuk membuat bangunan lebih tahan terhadap gempa.

Dikutip dari Reuters, pada tahun 2021, para peneliti dari Universitas Teknik Timur Tengah dan Universitas Hacettepe di ibu kota Turki, Ankara, dan Universitas Minho di Portugal membuat model potensi kerusakan akibat gempa di Gaziantep. Dalam lansiran tersebut, dijelaskan bahwa bahwa mereka juga membuat katalog seberapa baik persiapan bangunan di daerah tersebut untuk bertahan hidup dari peristiwa seismik besar.

Pemandangan udara dari bangunan yang hancur, setelah gempa mematikan, di Kahramanmaras, Turki 14 Februari 2023. REUTERS/Issam Abdallah.
Seseorang duduk di kursi di depan bangunan yang runtuh, pasca gempa mematikan di Hatay, Turki 14 Februari 2023. REUTERS/Clodagh Kilcoyne.

Menteri Lingkungan Hidup Turki, Murat Kurum mengatakan, tercatat 24.921 bangunan runtuh atau rusak berat akibat Gempa. Di samping dampak gempa, partai oposisi menuduh pemerintah Presiden Tayyip Erdogan tidak menegakkan peraturan bangunan, dan salah membelanjakan pajak khusus yang dipungut setelah gempa bumi besar terakhir pada 1999 untuk membuat bangunan lebih tahan terhadap gempa.

Para peneliti menemukan bahwa hanya 11 persen bangunan yang sepenuhnya dibangun sesuai dengan aturan desain dan konstruksi tahan gempa. Lebih dari sepertiga bangunan dibangun dengan pasangan bata tanpa perkuatan, yang sangat rentan terhadap kerusakan seismik.

"Banyak bangunan di kota-kota yang terkena dampak tidak dirancang untuk mengatasi tingkat guncangan yang kuat ini. Sementara, di Suriah banyak bangunan telah dilemahkan oleh perang selama lebih dari satu dekade,” kata Bill McGuire, profesor emeritus ilmu bumi di UCL di London.

Terkait hal ini, Pemerintah Turki langsung menggelar penyelidikan penyebab banyaknya bangunan roboh dihantam gempa M 7,8 Senin lalu, 6 Februari 2023. Sebanyak 113 orang ditetapkan sebagai tersangka yang dianggap bertanggung jawab atas dibangunnya banyak gedung tidak tahan gempa.

Wakil Presiden Turki, Fuat Oktay, mengatakan bahwa 113 tersangka sejauh ini telah diidentifikasi bertanggung jawab atas runtuhnya beberapa dari ribuan bangunan yang rata dengan tanah di 10 provinsi akibat gempa.

"Kami akan menindaklanjuti ini dengan cermat sampai proses peradilan yang diperlukan selesai, terutama untuk bangunan yang mengalami kerusakan berat dan bangunan yang menyebabkan kematian dan luka-luka,"

Foto Wakil Presiden Turki, Fuat Oktay

Tempo Media Lab

  • Penulis

    Inge Klara Safitri

  • Multimedia

    Inge Klara Safitri

    Sunardi Alunay

  • Editor

    Moerat Sitompul

Powered By

Artikel Interaktif Lainnya